Seniman Pak Ogah menghibur sejumlah anak korban banjir di Sanggar Ciliwung Bukit Duri, Jakarta, beberapa tahun lalu. | Republika/Agung Fatma Putra

Iqtishodia

Mencegah Bintang Redup Kala Senja

Manajemen yang menaungi para artis perlu mengalokasikan dengan bijaksana uang yang diterima, seperti untuk jaminan hari tua.

OLEH Ali Mutasowifin (Dosen Departemen Manajemen FEM IPB)

Barangkali tak banyak orang yang tahu jika disebutkan nama Abdul Hamid, yang meninggal dunia beberapa waktu lalu. Tapi, jika disebut nama Pak Ogah, barangkali orang akan segera mengenalnya. Abdul Hamid adalah pengisi suara karakter Pak Ogah dalam serial kondang "Si Unyil", yang tayang pertama kali di TVRI pada 15 April 1981, dan menjadi tontonan favorit anak-anak pada era 1980-1990-an.

"Si Unyil" sempat berhenti tayang, namun kembali tampil di salah satu stasiun TV swasta pada 2002-2003, dengan beberapa penyesuaian mengikuti perkembangan zaman sehingga tetap bisa digemari anak-anak Indonesia. Format ulang acara "Si Unyil" adalah "Laptop Si Unyil". Selain Unyil, beberapa tokoh lainnya adalah Usro, Ucrit, Meilani, Pak Raden, Pak Ogah, Ableh, dan Mbok Bariah.

Jika "Si Unyil" mampu bertahan melewati tantangan zaman, tidak demikian dengan para pemainnya, salah satunya Abdul Hamid.

Menderita di masa tua
Seperti perannya sebagai Pak Ogah dalam serial "Si Unyil", Abdul Hamid harus mengharapkan bantuan untuk membiayai kehidupan dan pengobatan sakitnya menjelang akhir hayatnya. Konon, iuran BPJS-nya pun pernah menunggak hingga lima tahun sehingga menyulitkannya untuk mendapatkan layanan kesehatan. Abdul Hamid tidak sendirian. M Amin, pemeran Om Jin dalam serial "Jin dan Jun", juga bernasib serupa.

Dari sinetron stripping yang populer di era 1990-an itu, Amin mengumpulkan banyak pundi-pundi uang. Namun, tidak diketahui ke mana kekayaannya itu menghilang, sehingga ia harus meninggal di tahun 2013 dalam keadaan tragis setelah kesehatannya terus menurun dan hidup serba pas-pasan di sebuah rumah petak. Bahkan, di akhir hidupnya, untuk makan saja Amin harus mengandalkan bantuan dari keluarga.

Kisah merana serupa juga dialami Bambang Triyono yang memerankan sosok Jin gendut bernama Kentung dalam sinetron "Tuyul dan Mbak Yul". Hartanya naik drastis karena sinetron yang dibintanginya tayang stripping setiap hari.

Saat itu, ia bahkan mengaku bisa mengantongi Rp 5 juta setiap hari. Namun, entah bagaimana gaya hidupnya, kemudian Bambang ditemukan tinggal merana di sebuah rumah kos di Yogyakarta. Kondisi kesehatannya juga memprihatinkan karena diserang penyakit stroke, sebelum akhirnya ditemukan meninggal sendirian.

Kisah sedih berikutnya datang dari Pak Tile, yang dikenal luas sejak membintangi sinetron “Si Doel Anak Sekolahan”. Menjelang akhir hayatnya pada 1998, Pak Tile harus tinggal bersama delapan orang anaknya di sebuah gubuk kayu di tepi sungai yang disewanya Rp 50 ribu sebulan.

Belum lama ini, ramai juga beredar kisah nestapa Fahmi Bo, aktor yang sudah mulai main film sejak 1993, membintangi banyak sinetron kondang, di antaranya Lupus dan Tukang Ojek Pengkolan. Ia diberitakan ditinggal keluarganya, menderita sakit asam urat dan diabetes, juga hampir diusir dari rumah kosnya karena menunggak pembayaran.

Sayangnya, daftar bintang layar kaca atau layar lebar yang hidup merana di masa tuanya, bisa terus bertambah panjang. Mereka yang bersinar gemerlap saat di puncak ketenaran, hidup nyaman dengan uang berlimpah, seringkali harus menjalani masa-masa akhir kariernya dalam kesunyian dan kesuraman.

Lanskap dunia hiburan memang tidaklah terus datar karena selera masyarakat berubah dengan mudah. Yang hari ini dielu-elukan sebagai idola, esok hari mungkin sudah dilupakan. Ketika perhatian publik beralih, ketenaran pun memudar, yang diiringi menyusutnya kontrak pekerjaan yang berimbas pada berkurangnya pendapatan.

Kondisi seperti inilah yang sering terlambat disadari oleh banyak bintang panggung, bahwa popularitas tidaklah bersifat ajek, apalagi abadi. Yang acapkali terjadi, ketika mendapatkan penghasilan tinggi, para pesohor pun mengubah gaya hidupnya.

Gaya hidup mewah yang dipilih seringkali menguras sebagian besar, bahkan seluruh penghasilan mereka. Tentu saja, contoh honor yang diperoleh Bambang Triyono masih terbilang kecil dibandingkan bayaran yang diraup para pesohor papan atas lainnya.

Gaya hidup yang mereka pilih mengharuskan topangan aktiva dan kegiatan tidak produktif, seperti mobil mewah, pakaian mewah, rumah mewah, hobi mewah, kuliner mewah, vakansi mewah, dan segala yang serba mewah lainnya. Sayangnya, ketika musim berganti dan selera masyarakat berubah, mereka pun terpinggirkan dari pusat perhatian.

Berkurang atau bahkan tiadanya pekerjaan menggerogoti kemampuan finansial dan kehidupan mereka, seperti yang dialami oleh Abdul Hamid, M Amin, Bambang Triyono, Pak Tile, Fahmi Bo, dan banyak pesohor lainnya.

Bersiap sedari dini
Tentu saja, kisah masa senja artis tak melulu cerita nestapa. Salah satu yang memiliki kesadaran itu dan berhasil menjalankan usaha setelah tak lagi aktif di layar kaca adalah Nagita Slavina, istri presenter kondang Raffi Ahmad.

Belum lama ini Gigi, panggilan akrab Nagita, meluncurkan pop up store fashionnya NASL by Nagita Slavina di bilangan Jakarta Selatan. Sebelumnya, Gigi juga telah menjalankan toko kue dengan nama Gigieat Cake, sesuai hobinya yang gemar memasak.

Bisnis fashion juga menjadi pilihan Luna Maya, yang telah merintis sejak satu dasawarsa lalu dengan brand Luna Habit. Dalam bisnisnya, Luna tak hanya berperan sebagai owner, tapi juga sebagai creative director yang mengarahkan konsep pada setiap desain pakaian yang diluncurkannya.

Penyanyi dangdut kondang Inul Daratista juga bisa menjadi contoh pesohor yang sukses menjalankan bisnis, yang masih terkait dunia tarik suara yakni karaoke “Inul Vista”, yang kini telah memiliki puluhan cabang di berbagai kota. Inul juga meragamkan bisnisnya dengan memulai usaha produk kecantikan yang menawarkan berbagai produk kosmetik seperti lipstik, bedak, hingga paket perawatan kulit dengan brand Inul Beauty.

Berbisnis bidang kuliner banyak menjadi pilihan artis, di antaranya Ruben Onsu, yang mengelola ayam geprek dengan jenama "I am Geprek Bensu". Bisnis kuliner Ruben Onsu ini terkenal dengan sajian ayam gorengnya yang dilengkapi sambal super pedas, dan saat ini telah lebih dari 100 gerai di penjuru Tanah Air, bahkan telah ekspansi ke Malaysia dan Hong Kong.

Mandra, lawan main Pak Tile dalam sinetron "Si Doel Anak Sekolahan", juga sukses berbisnis kuliner. Ia menyulap kediamannya yang luas di Depok, Jawa Barat, menjadi tempat makan khas Betawi yang diberinya brand Dapur Ngaciiir. Kombinasi tempat nyaman dan rasa autentik membuat Dapur Ngaciiir ramai dikunjungi selebritas dan masyarakat umum, serta sering tayang di media mainstream maupun media sosial.

Para pesohor yang mulai menjalankan bisnis, bahkan saat ketenaran masih digenggam dan uang masih mengalir deras itu menyadari bahwa gemerlap panggung bak roda pedati, kadang berada di atas, kadang berada di bawah. Karenanya, manajemen yang menaungi para artis perlu mengalokasikan dengan bijaksana uang yang diterima, seperti untuk asuransi kesehatan, jaminan hari tua, melakukan investasi, baik investasi pada aset riil maupun aset finansial, sehingga nantinya dapat dijadikan payung ketika hujan datang.

Dengan demikian, para artis itu bisa terhindarkan dari hidup nestapa pada masa tua, saat kerlap-kerlip panggung hiburan telah menjauh darinya.

 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat