Keris (ilustrasi) | ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko/

Kabar Utama

Keris Diponegoro Kembali

Tim identifikasi memeriksa dokumen catatan Raden Saleh.

 

 

JAKARTA – Penelitian yang dilakukan ahli dari Belanda dan Indonesia menemukan keris milik Pangeran Diponegoro yang dibawa ke Negeri Kincir Angin pada 1831. Pusaka Pangeran Diponegoro yang diidentifikasi sebagai Keris Naga Siluman itu dikembalikan Pemerintah Belanda kepada duta besar Indonesia pada Rabu (4/3).

Keris tersebut sebelumnya menjadi koleksi Museum Volkenkunde di Leiden, Belanda. Keris ini dibawa Belanda persis setelah Perang Jawa (1825-1830). Setelah 189 tahun, penelitian yang dilakukan secara mendalam akhirnya meyakinkan para peneliti bahwa keris yang selama ini dicari-cari memang milik Pangeran Diponegoro. 

“Saya senang penelitian dilakukan secara menyeluruh, yang didukung oleh para ahli Belanda dan Indonesia. Penelitian ini telah memperjelas bahwa ini adalah keris yang dicari sejak lama,” kata Menteri Pendidikan, Kebudayaan, dan Ilmu Pengetahuan Belanda, Inggrid van Engelshoven, dikutip dari laman resmi kementerian Belanda, Kamis (5/3).

Pangeran Diponegoro adalah salah satu tokoh perlawanan terhadap pemerintah kolonial Belanda. Sebagai pemimpin perlawanan terhadap Belanda, ia dipaksa kalah dan dipenjara usai Perang Jawa pada 1830.

Pada 1831 Keris Naga Siluman diberikan kepada Raja Willem I oleh Kolonel Cleerens. Keris itu kemudian ditempatkan di Koninklijk Kabinet van Zeldzaamheden. Namun, pada 1883 lembaga tersebut bubar dan seluruh koleksinya dibagi ke berbagai museum di Belanda.

Banyak informasi tentang benda-benda yang tersebar itu hilang, termasuk keris yang diserahkan ke Musem Volkenkunde. Penelitian kemudian dilakukan untuk mengidentifikasi keris tersebut.

Penelitian mencari keris Pangeran Diponegoro yang dibawa ke Belanda sudah dilakukan sejak 1984. Akhirnya, pada 2020 keris yang merupakan koleksi Museum Volkenkunde di Leiden ini berhasil diidentifikasi sebagai keris milik salah satu pejuang melawan pemerintahan Belanda asal Jawa tersebut.

Anggota Tim Verifikasi Keris Pangeran Diponegoro, Sri Margana, mengatakan, orang pertama yang berupaya mengidentifikasi adalah Pieter Pott yang merupakan kurator museum dan kemudian menjadi direktur museum. Upaya identifikasi juga dilanjutkan oleh Susan Legene dari Frije Universiteit Amsterdam, Johanna Liefeldt, dan Tom Quist.

Empat peneliti itu kemudian menemukan tiga keris di Museum Volkenkunde yang diduga milik Pangeran Diponegoro. Pada 2019 akhirnya dipastikan satu dua keris yang ditemukan bukan merupakan milik Pangeran Diponegoro.

“Kepastian bahwa keris Diponegoro ada di Belanda dipastikan dari tiga dokumen penting, yaitu korespondensi antara De Secretaris van Staat dengan Directeur General van het department voor Waterstaat, Nationale Nijverheid en Colonies antara 11-15 Januari 1831,” kata Margana kepada Republika, Kamis.

Di dalam korespondensi tersebut, Kolonel JB Clerens menawarkan kepada Raja Belanda WIllem I sebuah keris dari Diponegoro. Keris tersebut kemudian disimpan di Koninkelijk Kabinet van Zelfzaamheden (KKVZ).

 
Pada 1883 KKVZ dibubarkan dan seluruh koleksinya menyebar ke seluruh museum di Belanda. Museum Volkenkunde Leiden kemudian menjadi tempat keris Diponegoro disimpan.
   

Ketua Departemen Sejarah Universitas Gadjah Mada (UGM) ini mengatakan, proses identifikasi keris Diponegoro ini juga dilakukan berdasarkan dokumen kesaksian Sentot Prawirodirdjo. Kesaksian yang ditulis dalam bahasa Jawa tersebut kemudian diterjemahkan dalam bahasa Belanda.

“Dalam surat tersebut, Sentot menyatakan, ia melihat sendiri Pangeran Diponegoro menghadiahkan Keris Kyai Naga Siluman kepada Kolonel Clerens,” kata Margana.

Selanjutnya, kata Margana, tim identifikasi memeriksa dokumen yang merupakan catatan dari Raden Saleh, pelukis yang pernah tinggal di Belanda. Raden Saleh juga merupakan pelukis yang melukis penangkapan Pangeran Diponegoro.

Di dalam catatan itu, Raden Saleh menyatakan, melihat dengan mata kepalanya bahwa keris itu di Belanda. Ia juga menjelaskan makna Keris Naga Siluman dan ciri-ciri fisik keris itu.

Keyakinan para peneliti diperkuat setelah tim verifikasi dari Viena, Austria, Habil Jani Kuhnt-Saptodewo, memastikan bahwa dokumen dan arsip keris yang dihadirkan oleh Quist dan Leijfeldt meyakinkan. Verifikasi lebih lanjut kemudian oleh peneliti dari Indonesia.

Di dalam proses verifikasinya, Margana memiliki sedikit perbedaan pendapat dengan tim peneliti dari Belanda. Tim dari Belanda sebelumnya menyatakan, binatang ketiga yang ada di keris adalah singa, harimau, atau gajah. 

“Namun, setelah melihat langsung objeknya, saya dapat memastikan bahwa binatang yang diinterpretasikan sebagai gajah, singa, atau harimau itu sebenarnya adalah Naga Siluman Jawa,” kata Margana. n

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat