
Resonansi
Israel Melawan Kehendak Dunia
Israel menjadi satu-satunya negara yang melawan kehendak masyarakat internasional.
Oleh IKHWANUL KIRAM MASHURI
Para pemimpin Israel tampaknya sudah bebal, semau gue, dan bertindak seenak udelnya. Mereka tak peduli lagi bagaimana serangan membabi buta terhadap warga Gaza ini pada akhirnya.
Mereka menganggap ini adalah perang abadi sampai bangsa Palestina habis tak berkutik. Mereka pun tidak lagi memikirkan bagaimana hubungan dengan Palestina setelah perang. Juga hubungan mereka dengan negara-negara Arab tetangga. Pun dengan dunia internasional.
Pernyataan dan perlakuan rasis terhadap warga Palestina tak membuat mereka malu. Begitu pula ancaman menjatuhkan nuklir terhadap warga Gaza atau memusnahkan keluarga-keluarga Palestina di bawah atap rumah mereka. Para pemimpin Israel sudah tidak punya hati nurani.
Saking marahnya, Elias Harfoush, seorang kolomnis Lebanon, pun menulis, apakah tidak satu pun pemimpin Israel itu bertanya, bagaimana mereka nanti akan hidup di samping orang-orang Palestina yang tersisa?
Apa yang akan mereka ceritakan kepada anak dan cucu tentang pembantaian terhadap ayah, kakek, suami, istri, dan anggota keluarga orang-orang Palestina itu?
Apa yang akan mereka ceritakan kepada anak dan cucu tentang pembantaian terhadap ayah, kakek, suami, istri, dan anggota keluarga orang-orang Palestina itu?
Hingga lebih dari 40 hari serangan terhadap Gaza, Israel pun terus mengabaikan sikap negara-negara Arab, Islam (berpenduduk mayoritas Muslim), dan masyarakat internasional, yang mengutuk pembantaian massal (genosida) yang sedang berlangsung di Gaza. Juga pelanggaran Israel terhadap semua hukum kemanusiaan dan aturan perang.
Bahkan, kini, mereka yang tadinya mengkritik keras Hamas, yang telah melancarkan Operasi Badai al-Aqsa, 7 Oktober 2023 lalu, tidak mampu lagi membela tindakan Israel yang melakukan pembunuhan massal terhadap para lanjut usia, perempuan, dan anak-anak di Gaza.
Tidakkah, kata Harfoush, para pemimpin Israel itu sedikit mengevaluasi mengapa Jalur Gaza bisa menjadi seperti sekarang ini, dengan kondisi yang menyedihkan dan kamp-kamp penderitaan yang tersebar di wilayah tersebut?
Tidak adakah hati nurani Israel yang bertanya dari mana asal para pengungsi di Gaza ini? Siapakah yang menghancurkan rumah-rumah dan mengusir warga Palestina dari tempat tinggal mereka demi berdirinya negara Israel?
Setiap upaya untuk membuka buku sejarah selalu saja dituduh oleh Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan kawan-kawannya sebagai anti-Semitisme, anti-Yahudi.
Bahkan, Sekjen Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pun tidak luput dari lidah kasar mereka ketika ia mengatakan Operasi Badai al-Aqsa yang dilancarkan Hamas, tidak muncul begitu saja. Ada sebab musababnya, ada asbabu nuzul-nya.
Menurut Elias Harfoush, Israel kini tidak hanya menganggap sepi sikap negara-negara Arab, Islam, dan bahkan masyarakat internasional. Akan tetapi, mereka juga mengabaikan kritik berbagai organisasi kemanusiaan, seperti UNRWA (United Nations Relief and Works Agency for Palestine Refugees in the Near East), UNICEF (United Nations Children's Fund), Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia, dan organisasi kemanusiaan lainnya.
Mereka ini menganggap perampasan air, obat-obatan, dan bahan bakar bagi masyarakat Jalur Gaza adalah tindakan kriminal, bertentangan dengan aturan kemanusiaan yang melindungi hak-hak warga sipil di masa perang.
Bahkan, para sekutu Israel di kancah internasional sekarang ini juga sudah muak dengan kejahatan yang dilakukan negara Yahudi itu. Kini semakin banyak negara Barat dan tokoh-tokoh internasional berpengaruh, yang menyuarakan penentangan terhadap kejahatan tentara Israel di Gaza.
Hentikan pembunuhan terhadap anak-anak... Jumlah kematian warga sipil semakin meningkat... Hormati aturan perang dan hukum kemanusiaan internasional… Gaza telah menjadi kuburan bagi anak-anak…
“Hentikan pembunuhan terhadap anak-anak... Jumlah kematian warga sipil semakin meningkat... Hormati aturan perang dan hukum kemanusiaan internasional… Gaza telah menjadi kuburan bagi anak-anak…”
Kalimat-kalimat itulah yang kini keluar dari mulut para pemimpin negara-negara Barat, yang tadinya mengutuk Operasi Badai al-Aqsa yang dilancarkan Hamas, tapi kini telah berbalik sikap.
Mereka tak kuasa lagi membela kampanye Israel di hadapan pemandangan yang mengerikan tentang pembantaian terhadap warga Gaza yang terus ditayangkan di berbagai stasiun televisi internasional.
Perdana Menteri Spanyol Pedro Sanchez menyerukan diakhirinya ‘pembunuhan membabi buta’. Hal sama disampaikan PM Kanada Justin Trudeau.
Pun Presiden Prancis Emmanuel Macron, yang sebelumnya menyerukan koalisi internasional melawan Hamas, kini berbalik menuntut gencatan senjata dan perlindungan warga sipil di Gaza.
Bahkan pendukung utama Israel, Amerika Serikat menyatakan ketidaksetujuannya terhadap pasukan Israel yang menyerbu Kompleks Medis Shifa di Gaza. Menteri Luar Negeri Antony Blinken mengakui jumlah kematian warga sipil di Gaza mencapai angka yang tidak dapat diterima.
Israel memang telah berhasil mendapat simpati pada hari-hari pertama menyerang Gaza. Namun, dengan serangan membabi buta ke Gaza, kini simpati itu telah berbalik menjadi kampanye melawan tindakan biadab Israel itu.
Israel memang telah berhasil mendapat simpati pada hari-hari pertama menyerang Gaza. Namun, dengan serangan membabi buta ke Gaza, kini simpati itu telah berbalik menjadi kampanye melawan tindakan biadab Israel itu.
Hampir setiap hari berbagai aksi unjuk rasa besar-besaran terus berlangsung di sejumlah kota-kota besar dunia, termasuk di negara-negara Barat yang selama ini mendukung Zionis Israel. Mereka mengecam pembunuhan massal tentara Israel terhadap warga Palestina di Gaza, yang sebagian besar adalah anak-anak, perempuan, dan orang-orang tua.
Hingga kemarin, jumlah syahid akibat kebiadaban Israel telah mencapai lebih dari 12 ribu jiwa. Namun, menurut Wakil Sekretaris Jenderal PBB untuk Urusan Kemanusiaan, Martin Griffiths, jumlah korban di Gaza jauh lebih tinggi daripada yang diumumkan.
Menurutnya, banyak warga Palestina yang meninggal akibat tidak adanya air, makanan, dan tiadanya perawatan medis, karena hampir seluruh rumah sakit di Gaza telah lumpuh dihancurkan tentara Israel. Bagi warga Palestina, mungkin inilah kiamat sesungguhnya.
Merespons barbagai kritikan dan kutukan dari beragam masyarakat dunia itu, para pemimpin Israel tidak punya pilihan selain mengulang lagu lama yang sering mereka nyanyikan. Yakni tentara Israel adalah yang paling bermoral di antara semua tentara di dunia.
Bahwa serangan mereka ke Gaza adalah usaha mempertahankan diri, dan Hamas yang harus bertanggung jawab atas pembunuhan warga sipil di Gaza karena menjadikan mereka tameng hidup.
Berikutnya, serangan ke Gaza adalah untuk mempertahankan kelangsungan negara Yahudi, lantaran ‘Hamas ingin menenggelamkan Israel ke dasar laut’.
Masalah dari narasi Israel adalah mereka main tipu-tipu yang gampang ketahuan bohongnya bagi yang mau ‘melihat’ dan ‘mendengar’.
Masalah dari narasi Israel adalah mereka main tipu-tipu yang gampang ketahuan bohongnya bagi yang mau ‘melihat’ dan ‘mendengar’.
Sebagai misal, bagaimana mereka membenarkan tindakannya di Gaza sebagai membela diri kalau yang mereka lakukan adalah perang untuk memusnahkan warga sipil dan mengusir masyarakat Palestina dari rumah-rumah mereka?
Argumen bahwa Hamas menjadikan penduduk Gaza sebagai ‘tameng hidup’ juga susah dipercaya, setelah menjadi jelas bahwa sebagian besar situs yang dibom oleh Israel adalah situs sipil yang tidak ada militan Hamas.
Adapun mengenai argumen Israel bahwa para musuh, terutama Hamas, ingin menenggelamkan Israel ke laut atau menggusur mereka dari muka bumi, yang terjadi justru sebaliknya.
Lihatlah apa yang dilakukan Zionis Israel dengan penggusuran, pengusiran, dan pembunuhan massal yang selama ini mereka lakukan terhadap bangsa Palestina, yang puncaknya berupa pengeboman membabi buta terhadap warga Gaza sekarang ini.
Semua ini membuktikan bahwa Zionis Israel yang justru ingin mengenyahkan rakyat Palestina dari Gaza dan Tepi Barat, dari tanah airnya, bukan sebaliknya.
Klaim bahwa Arab dan Palestina menolak hidup berdampingan dengan Israel juga terbantahkan, ketika beberapa negara Arab justru mengambil inisiatif untuk menawarkan perdamaian dan pengakuan atas hak Israel untuk hidup berdampingan dengan Palestina.
Solusi dua negara ini juga sudah diadopsi oleh PBB dan sejumlah negara Barat. Artinya, tidak benar bahwa Arab dan Palestina ingin menenggelamkan Israel ke laut seperti yang mereka klaim.
Klaim bahwa Arab dan Palestina menolak hidup berdampingan dengan Israel juga terbantahkan, ketika beberapa negara Arab justru mengambil inisiatif untuk menawarkan perdamaian dan pengakuan atas hak Israel untuk hidup berdampingan dengan Palestina.
Memang di kalangan masyarakat Palestina sendiri dan di kawasan Timur Tengah masih terdapat suara-suara ekstrem yang cenderung menyelesaikan persolaan dengan Israel secara radikal.
Namun, sebenarnya suara-suara ekstrem itu akan hilang dengan sendirinya manakala Israel berkontribusi dalam menanggapi seruan perdamaian. Sayangnya, hal itu tidak mereka lakukan.
Selama berkuasa lebih dari 20 tahun, PM Benjamin Netanyahu justru terus berusaha menggagalkan inisiatif perdamaian itu. Puncaknya ketika ia membentuk pemerintahan koalisi ultranasionalis religius, dengan merangkul partai-partai ekstrem kanan, Desember tahun lalu.
Selama berkuasa, pemerintahan PM Netanyahu justru terus membangun permukiman Yahudi di wilayah Palestina. Permukiman Yahudi yang kini telah mencakup 40 persen wilayah di Tepi Barat dan Gaza itu tentu bertolak belakang dengan semangat perdamaian dan solusi dua negara. Dan, pemukiman Yahudi inilah yang menjadi sasaran serangan Operasi Badai al-Aqsa, 7 Oktober lalu.
Jadi, inilah Israel, satu-satunya negara yang melawan kehendak masyarakat internasional, kehendak dunia, untuk menciptakan perdamaian. Sebuah negara yang menolak sekadar jeda perang agar bantuan kemanusiaan bisa masuk ke Gaza.
Sebuah negara yang menghalalkan menghancurkan sekolah, rumah sakit, tempat-tempat ibadah, dan melakukan pembunuhan massal. Tak peduli yang dibunuh anak-anak, perempuan, atau orang-orang lanjut usia serta yang tak berdaya.
Beberapa pertanyaan pun perlu dikemukakan kepada orang-orang yang berakal sehat di antara pemimpin Israel: Apa yang akan terjadi setelah pembunuhan massal dan penghancuran Gaza ini?
Apa yang terjadi setelah kekejaman dan kebiadaban ini tersimpan dalam ingatan dan didokumentasikan di layar kaca?
Bagaimana masa depan para warga Palestina yang tersisa setelah anggota keluarga mereka menjadi korban keganasan militer Israel?
Bagi yang tidak waras seperti PM Netanyahu mungkin jawabannya hanya satu: tak peduli, alias bodo amat!
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Polisi Israel: IDF Tembaki Peserta Festival Nova
Hamas disebut tak berencana serang pesta rave di Israel.
SELENGKAPNYAMantan Menhan: Israel Sudah Kalah di Utara
Lebih dari separuh kendaraan Israel yang masuk Gaza hancur.
SELENGKAPNYAIsrael Bombardir Sekolah, Ratusan Dilaporkan Syahid
Sekolah al-Fakhura menampung ribuan pengungsi di Gaza.
SELENGKAPNYA