
Iqtishodia
Konsep Nusantaranomics di Industri Rotan Tanah Air
Hal penting yang terintegrasi dalam pola Nusantaranomics adalah pola nilai-nilai religi dan budaya.
OLEH Jono M Munandar (Staf Pengajar Senior di Departemen Manajemen dan Anggota Senat FEM IPB University)
Industri kreatif tumbuh hampir di semua lapisan ekonomi dari skala besar, menengah, maupun kecil. Industri kreatif memiliki keunikan, yang mana sebagian besar ditopang oleh faktor sosial, budaya bangsa, kearifan lokal, kelestarian lingkungan, dan keunikan lainnya yang digabungkan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Maka dari itu, wajar jika industri ini mendapatkan pasar yang cukup luas di masyarakat Indonesia dan bahkan banyak produk-produk dari industri kreatif Indonesia yang diekspor ke luar negeri. Pendekatan pembangunan ekonomi yang berangkat dari akar tradisi dan sosial budaya bangsa Indonesia ini dipopulerkan dengan Nusantaranomics.
Hal penting yang terintegrasi dalam pola Nusantaranomics adalah pola nilai-nilai religi dan budaya yang sebenarnya mengarahkan kepada sustainability business yang sangat mendukung dan seirama dengan Sustainable Development Goals (SDGs).

Dalam tulisan ini akan dibahas kiat suksesnya salah satu industri kreatif Indonesia, yakni industri kerajinan rotan di pasar domestik maupun internasional. Sebagai hasil komoditas perkebunan, umumnya rotan digunakan dalam berbagai industri. Maka dari itu, rotan memiliki nilai jual yang tinggi di pasaran.
Di Indonesia, rotan sering ditemukan di dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam bentuk produk furnitur, seperti bangku dan meja. Rotan memiliki karakteristik yang kokoh dan fleksibel, sehingga komoditas ini sangat umum dijadikan sebagai kerajinan fungsional.
Indonesia adalah salah satu negara produsen rotan terbesar di dunia. Oleh karena itu, sampai sekarang ini, rotan merupakan produk unggulan Indonesia. Daerah penghasil rotan dan produknya adalah Kalimantan, Papua, dan Cirebon.
Meskipun produksinya besar, Indonesia masih berada di urutan ketiga sebagai negara eksportir rotan dunia dengan pangsa pasar sebesar 6,11 persen. Masih tertinggal cukup jauh dari Cina dan Vietnam yang berturut-turut memiliki nilai pasar sebesar 45,15 persen dan 12,49 persen.
Hal tersebut tidak lepas dari peraturan pemerintah yang menjadikan rotan sebagai salah satu komoditas lartas yang dibatasi untuk kegiatan ekspor. Meski dibatasi, ekspor rotan dan produk rotan masih terus berjalan dan mencatat nilai positif setiap tahunnya.
Kementerian Perdagangan RI mencatat, nilai ekspor produk rotan Indonesia pada periode Januari-Agustus 2020 sebesar 357,16 juta dolar AS atau naik 4,35 persen dibandingkan periode yang sama di tahun 2019. Tren ekspor produk rotan Indonesia juga mengalami kenaikan dalam kurun waktu tahun 2015 hingga 2019 dengan peningkatan mencapai 2,11 persen.
Biasanya komoditas rotan yang diekspor dari Indonesia merupakan produk olahan yang sudah jadi, seperti produk furnitur, mebel, atau kerajinan. Produk kerajinan tangan (handicraft) dari bahan dasar kayu, rotan, bambu dengan desain yang kreatif, artistik, dan dekoratif menjadi salah satu produk andalan ekspor Indonesia.
Permintaan dan nilai jual produk tersebut di pasar internasional relatif tinggi. Kenaikan nilai ekspor produk rotan karena tingginya permintaan-permintaan negara maju.

Produk furnitur berbahan baku rotan memiliki keunggulan, yaitu lebih ringan dan tidak membutuhkan banyak tempat. Sampai saat ini, ekspor produk handicraft kayu dan rotan masih memberikan kontribusi yang terbesar terutama untuk pangsa pasar utama di Eropa dan Amerika Serikat serta pangsa pasar lainnya seperti Australia, Cina, India, Taiwan dan negara-negara di ASEAN.
Handicraft dari bahan asal tumbuhan, termasuk rotan, masih berpotensi sebagai media pembawa berbagai jenis OPT (Organisme Pengganggu Tumbuhan), terutama jika dalam kegiatan produksi maupun penanganan penyimpanan dan pengangkutannya tidak menerapkan tindakan mitigasi OPT. Beberapa jenis serangga hidup dapat terbawa pada produk handicraft, di antaranya kumbang, penggerek kayu, kumbang bambu, rayap, dan semut.
Oleh karena itu, negara tujuan ekspor produk handicraft Indonesia pada umumnya masih menerapkan persyaratan fitosanitari yang relatif ketat. Secara umum, ada beberapa persyaratan fitosanitari yang diterapkan oleh negara tujuan.
Syarat pertama, bebas dari OPT negara tujuan dan OPT lainnya. Kedua, dilengkapi dengan izin impor dari otoritas kompeten di negara tujuan ekspor, jika dipersyaratkan. Ketiga, dilengkapi dengan phytosanitary certificate dari negara pengekspor, jika dipersyaratkan. Syarat keempat, diberikan perlakuan fumigasi atau perlakuan karantina lainnya jika dipersyaratkan.
Syarat kelima harus dilengkapi sertifikat perlakuan, jika dipersyaratkan. Keenam, dikemas dengan kemasan yang bersih dan aman bagi produk.
Salah satu contoh industri rotan Indonesia yang sukses memasuki pasar internasional, yaitu Industri Rotan Cirebon. Cirebon merupakan daerah dengan industri rotan terbesar di Indonesia dan internasional, dibuktikan dengan sebanyak 85 persen kerajinan dan furnitur rotan di dunia ini berasal atau dipasok dari Kabupaten Cirebon.
Kabupaten Cirebon memiliki budaya dan sejarah dalam perkembangan industri rotan. Perajin eksportir memasarkan rotan lebih banyak ke luar negeri, seperti ke Portugal, Singapura, Amerika Serikat, Prancis, lrlandia, Hongaria, Malaysia, Kanada, ltalia, Jepang, Arab Saudi, Denmark, Spanyol, Hong Kong, Australia, Polandia, Belanda, dan Yunani.
Tidak hanya ekspor, industri kerajinan rotan Cirebon memasarkan produknya dengan melakukan pola kemitraan dengan pengusaha-pengusaha yang berada di Solo, Jakarta, Surabaya, dan pengusaha di kota-kota lainnya.

Selain itu, perajin lokalan juga memenuhi permintaan lokal seperti kios-kios kerajinan rotan baik yang ada di Cirebon maupun kota-kota lainnya. Dikarenakan sudah menjadi sentra kerajinan rotan, banyak konsumen yang datang langsung untuk memesan produknya dan menjadikan sebagai pemasok utama di tokonya (Haryono 2022).
Keberhasilan Industri Rotan Cirebon di pasar domestik maupun internasional tidak terlepas dari berbagai upayanya. Upaya itu, antara lain, mengikuti berbagai pameran di tingkat nasional maupun internasional untuk memperkenalkan produk kerajinan rotan. Kedua, melakukan kontak langsung (direct marketing) dengan pembeli.
Upaya ketiga, tersedianya bahan baku dengan jumlah dan waktu yang tepat membuat usaha mampu memenuhi permintaan, tetap berlanjut, dan dapat mempertahankan kualitas. Selanjutnya, menjalin pola kemitraan dengan pengusaha-pengusaha baik di kota asal (lokal) maupun kota-kota lain dengan selalu menepati janji di awal transaksi.
Upaya lainnya adalah melayani kios-kios walaupun skala kecil dan membangun branding dengan memanfaatkan kepopuleran Cirebon sebagai sentra kerajinan rotan sehingga konsumen datang dengan sendirinya. Kemudian, tidak melakukan penipuan atas kualitas produk dan pesanan. Lalu, konsisten antara sikap dan tindakan dalam menepati waktu; menjaga kebersamaan sosial dengan membantu fakir miskin di sekitarnya; dan mewariskan bisnis secara turun-temurun.
Industri Rotan Cirebon tentu memiliki kearifan lokal. Keterlekatan nilai-nilai agama Islam yang diwariskan oleh Sunan Gunung Jati pada perajin rotan disebut dengan kearifan lokal.
Kearifan lokal yang ditanamkan oleh Sunan Gunung Jati dalam hal ini adalah selalu menepati janji, selalu menyeimbangkan antara kepentingan akhirat dan dunia, dan harus menghormati orang tua. Selalu menepati janji di antaranya diwujudkan dengan mengerjakan dan mengirimkan pesanan/orderan sesuai dengan waktu yang disepakati, agar konsumen tidak kecewa dan tidak pindah pada perajin lainnya.
Kemudian, tidak boleh menipu konsumen terkait kualitas produk karena akan berdampak pada kerugian bisnis. Pesan selanjutnya adalah selalu menyeimbangkan antara kepentingan akhirat dan dunia, di antaranya diwujudkan dengan menjaga kebersamaan sosial dengan membantu fakir miskin di sekitarnya.
Sunan Gunung Jati juga berpesan harus menghormati orang tua, yang diwujudkan di antaranya dengan menjalankan bisnis yang diwariskan secara turun temurun dari para orang tua dengan sebaik-baiknya supaya usaha terus maju dan berkembang. Dalam membangun relasi/kerja sama yang saling menguntungkan, pengusaha kerajinan rotan Cirebon juga menerapkan ajaran Sunan Gunung Jati, yaitu berbuat baik, saling menyayangi, dan berbagi dengan sesama.
Hal tersebut diwujudkan dengan peduli lingkungan dan sosial, yang merupakan patatah petitih yang dituangkan dari nilai-nilai Islam, yaitu “den welas asih ing pepada dan mulyakena ing tetamu” (Haryono 2022).
Industri rotan lainnya yang berorientasi ekspor adalah Surya Rotan Furniture. Bisnis yang dirintis dari tahun 1998 di Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah ini telah berhasil mengekspor produknya (kursi, bangku, meja, keranjang, pembatas dinding, dan lainnya) ke berbagai negara seperti Amerika Serikat, Prancis, Belgia, Belanda, Jepang sebanyak 90 persen dan berhasil meraup omzet hingga Rp 25 miliar per tahun.

Kesuksesan Surya Rotan Furniture tersebut tidak terlepas dari upayanya memproduksi dan menjual produk dengan kualitas terbaik sehingga konsumen puas dan melakukan pembelian kembali. Mereka juga memperhatikan waktu pengiriman supaya tepat waktu yang berdampak pada kepuasan konsumen. Kemudian, mengikuti berbagai pameran furnitur untuk mendapatkan konsumen luar negeri, serta memanfaatkan website pribadi, media sosial dan marketplace sebagai media pemasaran.
Dari uraian di atas, kesimpulan mengerucut pada beberapa hal penting yang berkaitan dengan bisnis yang diturunkan dari nilai religius dan budaya yang sekaligus mencakup aspek ekonomi, sosial dan ekologi. Aspek-aspek ini secara tidak langsung telah mendukung program SDGs yang dicanangkan PBB untuk dicapai hingga menjelang tahun 2030.
Itulah contoh produk kerajinan rotan lokal Indonesia yang sukses di pasar domestik hingga pasar internasional dan ramah lingkungan karena bahan baku yang digunakan bisa didaur ulang. Masih banyak produk-produk kerajinan lokal khas daerah di Indonesia yang perlu digali dan dikembangkan.
Di sinilah peran pemerintah daerah untuk membantu dalam pengembangan bisnis (utamanya UMKM). Contohnya adalah dengan memfasilitasi pebisnis dalam promosi produknya dengan pengadaan pameran, mencarikan mitra bisnis atau pihak ketiga yang mampu meneruskan produk untuk dijual di tempat yang baru ataupun diekspor, memberikan pelatihan kepada para pekerja terkait kualitas produk maupun layanan serta menyediakan infrastruktur yang memadai untuk menunjang operasional bisnis seperti jalan, dan lainnya.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.