Kiai Mojo lahir pada 1764 dengan nama Muslim Muhammad Halifah di Desa Mojo, Pajang, dekat Delanggu, Surakarta, Jawa Tengah. | DOK WORDPRESS

Mujadid

Sang Juru Taktik di Perang Diponegoro

Kiai Mojo merupakan penasihat spiritual Pangeran Diponegoro.

Kiai Muslim Muhammad Halifah atau yang lebih dikenal sebagai Kiai Mojo merupakan seorang ulama pejuang. Ketokohannya mengemuka terutama dalam Perang Diponegoro yang berlangsung antara tahun 1825 dan 1830. Palagan itu dalam perspektif Belanda disebut De Java Oorlog (Perang Jawa).

Belanda sangat kewalahan dalam menghadapi perlawanan tersebut. Kompeni sampai-sampai menjalankan taktik devide et impera, yakni memecah belah persatuan lawan dengan bujukan dan tipu daya.

Belanda paham betul peranan Kiai Mojo dalam pertempuran ini. Beberapa kali pihaknya mengirimkan surat atau perantara kepada sang kiai. Pemerintah kolonial sangat berharap agar dirinya sudi berdamai. Ia pun diiming-imingi jabatan atau kedudukan bila mau berbalik melawan Pangeran Diponegoro.

Dengan semangat kepahlawanan, Kiai Mojo terus bertekad mengusir Belanda dari Pulau Jawa. Maka, segala bujuk rayu Belanda itu pun ditolaknya.

Selanjutnya, Belanda memulai strategi yang lebih keras. Hasilnya, pada akhir 1828, Kiai Mojo dapat ditangkap. Itu pun melalui suatu tipu muslihat yakni pura-pura menawarkan perundingan.

Setelah ditahan, Kiai Mojo lantas dibuang oleh pemerintah kolonial ke Minahasa, Sulawesi Utara.

Selama berada di pengasingan, Kiai Mojo menikah dengan penduduk setempat. Begitu pula dengan para pengikutnya. Sebab, mereka tidak membawa serta istri dalam menjalani hukuman tersebut. Keturunan Kiai Mojo saat ini sampai pada generasi ketujuh. Mereka masih dapat dijumpai di sana hingga kini. Sebagian mereka terus merawat kompleks makam dan masjid yang menjadi peninggalan Kiai Mojo di Kampung Jawa Tondano, Minahasa.

Dalam masa pengasingannya, Kiai Mojo ditemani 62 orang pengikutnya yang kesemuanya adalah pria. Mereka berangkat dari Batavia (Jakarta) melalui Ambon dan tiba di Minahasa di Desa Kema Kecamatan Kauditan daerah pantai Timur Minahasa pada 1829.

photo
Pangeran Diponegoro, seorang pahlawan nasional dari Tanah Jawa. - (DOK WIKIPEDIA)

Kiai Mojo dan pengikutnya pertama kali ditempatkan oleh pemerintah Belanda di Kaburukan, bagian selatan Kema. Selanjutnya, mereka dipindahkan ke sebelah utara, yaitu di kawasan Tasikoki atau Tanjung Merah.

Lagi-lagi, Kiai Mojo dan para pengikutnya diungsikan. Kali ini, tujuannya ke sebelah barat Sungai Tondano. Perpindahan itu dilakukan atas pertimbangan Belanda agar sang kiai tidak dapat melarikan diri.

Dalam pengasingannya tersebut, Kiai Mojo juga disertai beberapa ulama. Di antaranya adalah Kiai Teuku Madja, Tumenggung Pajang, Pati Urawan, Kiai Baduran, dan Kiai Hasan Bedari. Pada Desember 1949, Kiai Mojo wafat. Jenazahnya dimakamkan di Desa Wulauan, Kecamatan Tondano—tak jauh dari Kampung Jawa Tondano.

Makamnya terletak di atas sebuah bukit yang diberi nama Tondata. Jaraknya kurang lebih 1 kilometer dari ibu kota Kabupaten Minahasa, Tondano.

Tetap setia

Sejarah mencatat Kiai Mojo sebagai sosok yang setia mengiringi perjuangan Pangeran Diponegoro. Sejak perang berkecamuk pada 1825, Kiai Mojo mendukung Diponegoro sepenuhnya. Ia juga menggerakkan memobilisasi sanak keluarga dan sebagian besar pengikutnya di Pajang, Surakarta.

Seorang mata-mata pernah dikirim khusus oleh Belanda untuk mengetahui lokasi dan peta kekuatan pasukan Diponegoro. Dalam salah satu laporannya, terkuak bahwa kunci kesuksesan strategi sang pangeran ialah peran krusial Kiai Mojo.

Sepanjang hidupnya, Kiai Mojo dikenal sebagai seorang ulama dengan mobilitas yang tinggi. Mengikuti tradisi santri kelana, ia mempunyai banyak relasi dan jaringan dengan pusat-pusat keagamaan dan politik di Jawa hingga Bali.

Menurut Ahmad Baso dalam artikelnya, “Kiai Maja, Ahli Strategi dan Perang Gerilya dari Pesantren”, Kiai Mojo juga pernah menjadi penghubung antara Keraton Surakarta dan Kerajaan Buleleng di Bali. Meskipun berbeda agama dan kepercayaan, antara komunitas pesantren Jawa dan masyarakat Bali sudah terjalin hubungan yang saling mendukung setidaknya sejak abad ke-18 M.

Lukisan penangkapan Pangeran Diponegoro karya Raden Saleh - (wikimedia commons)

  ​

Hal itu dibuktikan dari ikatan politik dan kebudayaan di antara mereka. Misalnya, Buleleng menjamin perlindungan atas kiai dan santri yang menyelamatkan diri ke Bali untuk menghindari penangkapan Kompeni Belanda. Selama di Pulau Dewata, kehidupan religi Muslimin pun tidak akan diusik. Beberapa kampung Muslim Jawa marak dijumpai antara lain di pesisir utara Bali.

Pemerintah kolonial yang sempat menangkap Kiai Mojo pada Juli 1812 mencoba strategi licik. Belanda berupaya membujuk sang kiai agar mau bekerja sama. Sebab, mobilitas diri dan jejaringnya dinilai ampuh untuk mengatasi perlawanan Pangeran Diponegoro.

Atas ajakan ini, Kiai Mojo secara tegas menolaknya. Setelah bebas, ia terus menggerakkan perjuangan gerilya untuk melumpuhkan kekuatan Kompeni. Dengan siasat yang licik pula, Belanda pada 12 November 1828 lagi-lagi menangkap Kiai Mojo. Kali ini, penangkapan itu terjadi di Desa Kembang Arum, utara Yogyakarta.

Absennya Kiai Mojo dalam dinamika perang menandai titik balik perjuangan Diponegoro, hingga akhirnya meredup pada 1830. Pada awal tahun tersebut, Kiai Mojo bersama lebih dari 60 orang pendampingnya dibuang Belanda ke Minahasa. Istrinya menyusul setahun kemudian.

Kiai Mojo dan rombongannya tiba di Tondano. Banyak pengikutnya yang kemudian menikah dengan perempuan lokal. Hingga kini, desa tersebut masih bertahan dengan tradisi ahlussunnah wa al-jama’ah (aswaja). Masyarakat lokal mengenang Kiai Mojo sebagai “Mbah Guru” atau “Kiai Guru”

Ahmad Baso menjelaskan, Kiai Mojo juga merupakan seorang yang memiliki pandangan nasionalis, “Amrih mashlahate kawulanίng Allah sedaya sarta amrίh karaharjane negari lestarίne agamί Islam,” demikian nasihatnya. Artinya, “Berjuanglah untuk kepentingan, kemaslahatan para hamba Allah semua; untuk kesejahteraan negeri, serta untuk kepentingan lestarinya agama Islam.”

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

OJK Turunkan Bunga Pinjol

Penurunan bunga pinjol akan dilakukan secara bertahap.

SELENGKAPNYA

Insentif Kendaraan Listrik Dilanjutkan Hingga 2024

Pemerintah akan memberikan beragam insentif fiskal untuk industri mobil listrik,

SELENGKAPNYA

Jakarta tak Lagi Ramah untuk Pesepeda?

Heru Budi dinilai tidak lagi melanjutkan pembangunan jalur sepeda yang ada di Jakarta.

SELENGKAPNYA