
Medika
Menghambat Laju Kerugian yang Disebabkan Gangguan Penglihatan
Sekitar 80 persen kebutaan yang muncul akibat berbagai gangguan penglihatan ini dapat dicegah.
Hampir 2,2 miliar orang di dunia saat ini hidup dengan gangguan penglihatan. Banyaknya orang yang mengalami gangguan kesehatan mata ini tak terlepas dari kurangnya akses terhadap layanan perawatan mata sederhana.
Akibatnya, kondisi mereka belum ditangani atau belum dapat dicegah meski sejatinya dengan dilakukan skrining sejak dini atau deteksi yang baik maka hal itu dapat dicegah. Beban ekonomi dan sosial akibat gangguan penglihatan pun jadi makin meningkat.
Perkiraan kerugian langsung akibat gangguan penglihatan mencapai 2,8 triliun dolar Amerika Serikat (AS) pada 2022. Diabetic Retinopathy dan nAMD menjadi dua penyebab utama gangguan penglihatan dan kebutaan.

Kondisi-kondisi ini memengaruhi kemampuan seseorang untuk bekerja, terlibat secara sosial, dan hidup mandiri sehingga berpotensi menyebabkan depresi dan kecemasan. Hal itu juga meningkatkan tekanan pada sistem kesehatan dan memberikan beban besar pada perawat atau pihak keluarga yang merawat anggota keluarga dengan gangguan penglihatan.
Di Indonesia saja, terdapat sekitar 8 juta orang berusia di atas 50 tahun yang mengalami masalah gangguan penglihatan. Di antaranya diperkirakan terdapat 700 ribu pasien yang terdampak oleh nAMD dan DME.
"Penyebab utama gangguan penglihatan adalah kelainan refraksi, sedangkan penyebab utama kebutaan adalah katarak. Selain itu, faktor degeneratif dan penyakit kronis juga merupakan risiko terjadinya penyakit mata lainnya seperti age-related macular degeneration (AMD) dan diabetic macular edema (DME).” ujar Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan Dr Eva Susanti dalam diskusi media bertajuk “Inovasi untuk Mencegah Hilangnya Penglihatan” yang digelar PT Roche Indonesia, di Jakarta, Kamis (2/11/2023).

Menurut Eva, akibat dari gangguan penglihatan ini dapat sangat berpengaruh kepada kualitas hidup dan produktivitas individu. Maka, hal itu tidak seharusnya dianggap enteng. “Di Indonesia saja, kerugian ekonomi yang harus ditanggung negara akibat gangguan kesehatan mencapai Rp 8,7 triliun dalam satu tahun,” lanjutnya.
Padahal, sejatinya, Eva menekankan, 80 persen kebutaan yang muncul akibat berbagai gangguan penglihatan ini dapat dicegah. Selain itu, diperkirakan prevalensi gangguan penglihatan akan meningkat hingga 55 persen dalam 30 tahun mendatang.
Padahal, Eva menjelaskan, Indonesia dalam kurun waktu yang sama juga diperkirakan akan menikmati masa bonus demografi. “Pemerintah pun terus berupaya, meski tidak menghapuskan kondisi ini, namun tetap berusaha menekan dampak buruknya bagi masa depan bangsa,” ujar dia.
Beberapa upaya yang telah dilakukan pemerintah melalui Kementerian Kesehatan, Eva melanjutkan, antara lain melakukan promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat. Termasuk juga menggaungkan pemeriksaan mata secara berkala, mengidentifikasi gangguan penglihatan melalui para kader di fasilitas kesehatan, mengantarkan masyarakat ke faskes rujukan apabila tidak bisa menghitung jari dari jarak 6 meter, dan melakukan operasi apabila telah didiagnosis katarak.
Inovasi Pengobatan

Saat ini, secara global, 7 persen populasi di bawah usia 50 tahun atau sekitar empat juta orang di Indonesia bisa terdiagnosis AMD. AMD adalah age-related macular degeneration yang merupakan gangguan penglihatan akibat menurunnya fungsi makula.
Kondisi ini terbagi menjadi dua tipe, yaitu tipe kering dan basah. Sementara itu, neovascular AMD (nMAD) adalah kondisi pertumbuhan abnormal pembuluh darah dan mengalami kebocoran. Kondisi gangguan penglihatan lain yang juga banyak diderita masyarakat Indonesia adalah DME atau penyakit mata serius pada pasien dengan diabetes melitus.
DME terjadi ketika kebocoran cairan ke pusat makula dan menyebabkan pembengkakan. Cairan di makula ini bisa menyebabkan kehilangan penglihatan yang parah atau kebutaan.

Dalam kesempatan yang sama, CMO of Jakarta Eye Center hospital & Clinics Dr dr Elvioza SpM (K) menjelaskan, saat ini telah hadir inovasi baru yang menggabungkan VEGF dan Ang-2 yang memberikan secercah harapan bagi pasien. Ia menjelaskan, inovasi ini menggabungkan dua inhibitor dalam satu suntikan untuk membuka jalan baru bagi pengobatan penyakit mata.
Selain manfaat klinis, Faricimab juga menawarkan daya tahan yang lebih lama, yang berarti lebih sedikit suntikan bagi pasien. Terobosan ini memungkinkan pasien mendapatkan suntikan dengan selang waktu empat bulan setelah tahun pertama dibandingkan suntikan yang harus diberikan setiap sebulan sekali pada terapi yang sudah ada.
“Faricimab dirancang untuk menghambat jalur yang melibatkan Ang-2 dan VEGF-A. Baik Ang-2 dan VEGF-A diperkirakan berkontribusi terhadap kehilangan penglihatan dengan mengganggu kestabilan pembuluh darah. Hal ini dapat menyebabkan terbentuknya pembuluh darah baru yang bocor dan meningkatkan peradangan,” papar Elvioza.
Seiring penelitian tambahan yang terus dilakukan, ia melanjutkan, penghambatan kedua jalur telah terbukti dalam studi praklinis berpotensi memberikan manfaat yang saling melengkapi, dapat menstabilkan pembuluh darah dan dengan demikian mengurangi kebocoran pembuluh darah dan peradangan.
Hadir di Indonesia selama lebih dari 50 tahun, Roche adalah perusahaan bioteknologi terkemuka yang menemukan, mengembangkan, memproduksi, dan memasarkan obat-obatan untuk merawat pasien dengan kondisi medis serius dan mengancam jiwa. Lewat pendekatan baru terhadap diagnosis dan pengobatan kondisi mata yang sedang dieksplorasi saat ini, Roche berkomitmen turut mengatasi tantangan kesehatan global ini, bersama dengan komunitas yang memiliki penglihatan terbatas.
“Kami berkomitmen untuk membantu mendorong perubahan positif dalam bidang oftalmologi dan meningkatkan kesehatan mata dalam agenda nasional,” ujar Dr Ait-Allah Mejri, presiden direktur Roche Indonesia.
Menurut dia, Roche juga berkomitmen untuk membantu pasien yang memerlukan untuk dapat mengakses obat-obatan yang mereka butuhkan, termasuk juga bekerja sama dengan semua mitra pemerintah dan swasta untuk menemukan jalan ke depan agar dapat menawarkan solusi akses yang terjangkau dan berkelanjutan bagi orang-orang yang membutuhkan Faricimab.
Di Indonesia saja, terdapat sekitar 8 juta orang berusia di atas 50 tahun yang mengalami masalah gangguan penglihatan
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Jangan Lupakan Kesehatan Mata di Tengah Deraan Polusi Udara
Asap merupakan bahan pengiritasi yang ketika bersentuhan dengan mata, partikel kecilnya dapat meleleh ke dalam air mata Anda,
SELENGKAPNYAPanas Menyengat Jangan Lupa Perhatikan Kesehatan Mata
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), ada 15 juta orang di dunia yang buta akibat katarak.
SELENGKAPNYAMerawat Mata di Tengah Intensnya Penggunaan Gawai
Saat orang menatap layar, tingkat kedipan mereka bisa berkurang hingga 66 persen.
SELENGKAPNYA