
Medika
Memutus Mata Rantai Penularan TBC
TBC bisa sembuh dengan penanganan dan pengobatan yang tepat.
Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Yogyakarta menyebut, sebagian besar penderita tuberkulosis (TBC) masih berusia produktif. Dari data Dinkes Yogyakarta, setidaknya hingga September 2023 sudah ditemukan 1.088 kasus TBC di Kota Yogyakarta.
Angka ini terbilang besar, bahkan pada 2022 juga ditemukan kasus TBC lebih dari seribu kasus, yakni mencapai 1.356 kasus dengan 79 kasus di antaranya meninggal dunia.
Ketua Tim Kerja Pencegahan Pengendalian Penyakit Menular dan Imunisasi Dinkes Kota Yogyakarta Endang Sri Rahayu mengatakan, penanganan TBC tidak hanya pada pengobatan pasien. Namun, memutus rantai penularan untuk mengeliminasi kasus TBC juga penting dilakukan.

Seperti dengan melakukan deteksi dini atau skrining untuk memutus rantai penularan TBC ini. "Fokusnya tidak hanya pada pengobatan, tetapi juga penularannya. Karena saat ada satu kasus ditemukan, sumber penularan juga bertambah," kata Endang, Senin (30/10/2023).
Terlebih, banyak dari kasus TBC yang ditemukan dan ditangani di fasilitas pelayanan kesehatan yang ada di Kota Yogyakarta merupakan mereka yang berusia produktif. Dari kasus yang ditemukan selama 2023 tepatnya hingga September, 60 persen diantaranya merupakan usia produktif. "Sementara 14 persen terjadi pada anak, dan lima persen lansia," ujar Endang.
Lebih lanjut dijelaskan, memutus rantai penularan ini juga dilakukan melalui pemberian terapi pencegahan tuberkulosis atau TPT kepada orang yang kontak erat dengan pasien TBC, orang dengan HIV-AIDS, serta kelompok risiko lainnya yang masuk dalam kategori orang dengan infeksi laten tuberkulosis atau ILTB.

“Sebelum diberikan TPT akan dilakukan serangkaian pemeriksaan, seperti riwayat penyakit dan gejalanya, rontgen dada. Jika hasil abnormal, akan dilakukan tes mantoux ataupun tes darah. Ketika hasilnya positif, akan diberikan TPT,” katanya.
Penanganan dan Pencegahan
Mengingat kasus TBC yang ditemukan dan ditangani sudah di atas seribu kasus di Kota Yogyakarta, Endang pun meminta warga untuk terus menerapkan pola hidup bersih dan sehat (PHBS). Selain itu, ketika memiliki gejala yang mengarah kepada TBC, diminta untuk memeriksakan diri ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat.
Hal ini bertujuan agar masyarakat yang terpapar TBC mendapatkan penanganan yang cepat dan mengantisipasi penularan kepada warga lainnya. Gejala-gejala TBC yang dapat muncul, seperti demam selama lebih dari dua minggu, batuk berkepanjangan, atau penurunan berat badan.

"TBC bisa sembuh dengan penanganan dan pengobatan yang tepat. Untuk itu, jangan ragu untuk periksa karena kesadaran diri sendiri untuk menanggulangi TBC sangat penting agar penyakit ini segera teratasi dengan tuntas," ujar Endang.
Sementara itu, dokter spesialis paru, Astari Pranindya Sari, mengatakan, ILTB merupakan satu kondisi di mana sistem kekebalan tubuh orang yang terinfeksi tidak mampu mengeliminasi bakteri TBC secara sempurna. Tapi, mampu mengendalikan bakteri TBC sehingga tidak timbul gejala sakit TBC.
Meski begitu, orang dengan ILTB ini harus diberikan TPT. Astari menuturkan, pemberian TPT ini dilakukan karena ILTB berpotensi menjadi sumber penularan TBC.
"Beberapa hasil studi menunjukkan lima sampai 10 persen orang dengan ILTB akan berkembang menjadi TBC aktif. Biasanya terjadi pada lima tahun sejak pertama terinfeksi bahkan kurang dari itu ketika memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah. Itulah kenapa ILTB sebagai potensi sumber penularan harus diberikan TPT,” kata Astari.

Direktur Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI), Kota Yogyakarta, Agus Triyanto juga menyebut, upaya eliminasi TBC tidak hanya pada sektor kesehatan saja. Namun, eliminasi TBC ini juga harus dilakukan pada sektor lain seperti lingkungan dan komunitas.
Hal ini mengingat tidak sedikit kasus TBC yang terjadi disebabkan oleh lingkungan pemukiman tempat tinggal yang tidak sehat. Terlebih, katanya, di Kota Yogyakarta sendiri pemukimannya cukup padat dan menjadi salah satu faktor penularan TBC.
"Perbaikan lingkungan dan tata ruang juga menjadi penting agar tiap rumah sesuai pelaksanaan pengendalian infeksi TBC, utamanya pada sirkulasi udara dan paparan sinar matahari langsung," kata Agus.

Menurut Agus, peran komunitas sebagai bagian dari masyarakat juga penting. Terutama dalam ikut serta memberikan edukasi, menumbuhkan kesadaran satu sama lain, juga dukungan sosial kepada penderita TBC maupun keluarganya. "Untuk itu, diperlukan peran lintas sektor agar eliminasi TBC 2030 bisa tercapai,” ujar Agus.
Sekda DIY Beny Suharsono juga telah mengatakan perlunya komitmen dan aksi nyata bersama dalam percepatan penanggulangan TBC dan menuju eliminasi TBC 2030. Tim Percepatan Penanggulangan TBC (TP2TB) juga sudah dibentuk sesuai amanat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 67 Tahun 2021 tentang Penanggulangan Tuberkulosis.
Tim percepatan ini tidak hanya dibentuk di pemerintah pusat, tetapi juga masing-masing pemerintah daerah. Pembentukan tim ini dilakukan dalam rangka memudahkan koordinasi terkait percepatan penanggulangan TBC di Indonesia.
"Saya ingatkan, komitmen Pemda DIY dalam percepatan pengulangan dalam percepatan penanggulangan TBC. Rencana aksi daerah yang sedang disusun harus diwujudkan menjadi aksi nyata bersama percepat penanggulangan TBC menuju eliminasi TBC 2030," kata Beny, beberapa waktu lalu.
Peran komunitas sebagai bagian dari masyarakat juga penting.AGUS TRIYANTO, Direktur Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI), Kota Yogyakarta.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Deteksi Dini Penanganan Kanker adalah Kunci
Sekitar 43 persen kematian akibat kanker bisa dikalahkan manakala pasien rutin melakukan deteksi dini.
SELENGKAPNYAAI, 'Senjata' Baru Deteksi dan Diagnosis Penyakit
AI memiliki kemampuan yang menjanjikan untuk diagnosis diabetes tipe 2.
SELENGKAPNYA