
Nasional
Anjloknya Elektabilitas Anies Versi LSI Denny JA
Elektabilitas Anies Baswedan pada September merosot menjadi 14,5 persen.
JAKARTA – LSI Denny JA merilis survei terbaru elektabilitas capres-cawapres. Hasilnya, terpotret bahwa tingkat keterpilihan Anies Baswedan pada September merosot ke angka 14,5 persen atau turun dari Agustus yang di angka 19,7 persen. Survei dilakukan setelah pasangan Anies-Muhaimin dideklarasikan.
Peneliti LSI Denny JA, Adjie Alfaraby, mengatakan, Anies Baswedan menjadi satu-satunya capres yang mengalami penurunan secara signifikan. Sedangkan, Prabowo masih unggul dari survei kepada tiga nama untuk periode September 2023 ini. Prabowo Subianto meraih 39,8 persen, Ganjar Pranowo meraih 37,9 persen, dan Anies Baswedan meraih 14,5 persen.
Survei dilakukan LSI Denny JA dengan pengambilan sampel pada periode 4-12 September 2023 atau beberapa hari setelah deklarasi pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar. Survei dilakukan kepada 1.200 responden dengan margin of error 2,9 persen. "Untuk tiga nama, Prabowo masih perkasa di urusan pertama," kata Adjie, Senin (2/10/2023).

Ia menuturkan, tren positif didapatkan Prabowo Subianto jika dilihat dari Januari-September 2023. Sedangkan, Ganjar relatif stagnan karena hanya naik 0,1 persen selama sembilan bulan. Sementara itu, tren negatif dialami Anies Baswedan yang elektabilitasnya terus menurun.
Prabowo mendapatkan 25,4 persen pada Januari, 33,9 pada Mei, 34,3 pada Juni, 38,2 pada Juli, 36,2 pada Agustus, dan 39,8 persen pada September. Artinya, Prabowo mengalami kenaikan signifikan sekitar 14,4 persen sejak Januari hingga September.
Ganjar mendapatkan 37,8 persen pada Januari, 31,9 persen Mei, 32,7 persen Juni, 35,3 persen Juli, 35,8 persen Agustus, dan 37,9 persen September. Artinya, dalam waktu sembilan bulan terakhir, Ganjar mengalami kenaikan elektabilitas hanya 0,1 persen.
Sedangkan, Anies mendapatkan 22,1 persen pada Januari, 20,8 persen Mei, 22,1 persen Juni, 18,4 persen Juli, 19,7 persen Agustus, dan 14,5 persen September 2023. Artinya, malah terjadi penurunan sekitar 7,6 persen. "Penurunannya signifikan karena melewati margin of error dan tren penurunan Anies dan itu terjadi setelah deklarasi pasangan Anies-Muhaimin di awal September 2023," ujar Adjie.

Adjie menilai ada dua penyebab elektabilitas Anies-Muhaimin anjlok. "Dari hasil riset kualitatif, terdapat dua hal yang menyebabkan suara Anies Baswedan menurun. Pertama adalah kritik keras SBY soal pemimpin yang tidak memegang janji, yang beredar luas," kata Adjie.
Menurut dia, SBY merupakan presiden RI selama dua periode dan masih banyak publik yang menjadikannya panutan. Kritikan yang keras dari SBY itu bisa mempunyai efek kepada persepsi yang berkembang di publik. "Kedua, Muhaimin kalah populer dan kalah disukai dibanding dengan AHY," ujar Adjie.
Ia menerangkan, popularitas atau pengenalan AHY sebesar 65,9 persen dan popularitas Muhaimin sebesar 49 persen, dan keduanya terpaut 16,9 persen. Dari sisi kesukaan, AHY meraih 68,3 persen dan Muhaimin 61,5 persen. Angka kesukaan terhadap keduanya terpaut 6,8 persen.
Adjie mengatakan, popularitas AHY bisa dilacak dari kontestasi Pilkada DKI Jakarta 2017. Pilkada DKI mendapat liputan yang sangat luas dari seluruh Indonesia mempengaruhi popularitas seseorang. Di sisi lain, asosiasi Anies dengan AHY, SBY, dan Demokrat lebih kuat elektabilitasnya dibanding Anies, Muhaimin Iskandar, dan PKB.
Namun, Adjie menilai Anies tetap berpotensi menjadi kuda hitam. Ia mengingatkan, kondisi serupa pernah terjadi di Pilkada DKI Jakarta 2017. Adjie menekankan, saat itu Anies Baswedan selalu ada di posisi buncit atau posisi ketiga, tapi mesin politiknya kemudian memanas di babak akhir, bahkan berhasil menang. "Anies masih tetap potensial melaju sebagai kuda hitam," kata Adjie.
Pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia, Ujang Komarudin, menilai anjloknya elektabilitas Anies salah satunya disebabkan karena perbedaan basis massa Anies Baswedan dengan PKB yang dinilai sulit bersinergi. "Banyak faktor dalam konteks penurunannya Anies surveinya ketika menggandeng Cak Imin. Bisa jadi faktor lainnya adalah, ya, basis massa Anies dan PKB juga berbeda," ujar Ujang.
Ujang menguraikan, Anies meskipun dibesarkan melalui organisasi bernapaskan Islam seperti HMI, tetapi dianggap sebagai kalangan nasionalis modernis. Selain itu, Anies juga selama ini juga lekat dengan basis massa PKS yang ideologinya dianggap berseberangan dengan PKB yang basis massanya sebagian besar adalah Nahdliyin.
"Bisa jadi salah satunya tadi bahwa perbedaan basis massa itu juga agak menyulitkan terjadi sinergi kekuatan dua tokoh tersebut," ujar Ujang.

Ujang juga menilai Jawa Timur merupakan medan pertempuran yang biasa diperebutkan pasangan capres dan cawapres. Maka dari itu, menggandeng Cak Imin belum menjamin Anies dapat menguasai suara mayoritas Jawa Timur, khususnya dari kalangan Nahdliyin. Apalagi, jika capres lain menggandeng pasangan dengan basis yang sama.
"Jadi, agak sulit juga kalau misalkan Anies-Cak Imin bisa mendapatkan suara mayoritas di Jatim, misalkan, kalau nanti Khofifah menjadi cawapresnya Prabowo atau cawapres Ganjar atau ada tokoh NU lain di Jatim yang menjadi cawapres," ujarnya.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Wacana Duet Prabowo-Ganjar Dipupus Megawati
PDIP maupun Gerindra sama-sama tidak menghendaki jadi cawapres.
SELENGKAPNYAIsyarat Dukungan dari Rizieq untuk Anies-Muhaimin
Anies dan Muhaimin hadir dalam pernikahan putri Habib Rizieq Shihab.
SELENGKAPNYATiba-Tiba Mahfud Sebut MK tak Berwenang Putus Batas Usia Capres-Cawapres
MK segera memutus uji materi terkait batas usia minimal capres-cawapres.
SELENGKAPNYA