Imam Besar al-Azhar Syekh Ahmad Muhammad Ahmad al-Thayyib | dok anshor mesir

Kitab

Seruan dari al-Azhar: Kembalilah pada Akhlak

Imam Besar al-Azhar menyerukan pentingnya adab dalam situasi zaman kini.

Krisis akhlak dalam tataran global menjadi salah satu fokus pembahasan dalam kajian Universitas al-Azhar Mesir. Imam Besar al-Azhar Syekh Ahmad Muhammad Ahmad al-Thayyib secara khusus pernah menyampaikan sebuah ceramah yang cukup panjang tentang hal itu. Naskah pidatonya kemudian dibukukan menjadi Etika dan Moral: Menemukan Kembali Nilai-nilai yang Hilang.

Kitab yang diluncurkan Penerbit Majelis Hukama Indonesia itu berupaya merangkum intisari pandangan sang syekh. Khususnya, pelbagai pemaparan yang disampaikannya dalam Kuliah Ramadhan 1442 Hijriyah lalu. Kegelisahan tentang nilai-nilai spiritualitas dan iman manusia, terutama kaum Muslimin, amat terasa dari uraian sang imam al-Azhar.

Melalui buku ini, Syekh Ahmad al-Thayyib berupaya mengingatkan khalayak luas tentang kondisi dunia hari ini. Menurut dia, nilai-nilai moral dan kebajikan manusia (insaniyah) mulai luntur sejak beberapa dekade terakhir. Dalam konteks umat Islam, ulama ini menyatakan, jati diri kaum Muslimin yang murah hati, ksatria, dan toleran perlu diperkuat lagi.

Terkait hal ini, penulis menjelaskan kedudukan akhlak dalam Islam terlebih dahulu. Menurut Syekh al-Thayyib, berbagai aspek dalam ajaran Islam—semisal akidah, ibadah, dan hukum—tidak mungkin dilepaskan dari tema akhlak. Ia pun mengajak seluruh kaum Muslimin untuk merenungi sejumlah ayat di dalam Alquran.

photo
Melalui buku ini, ulama Universitas al-Azhar Syekh Ahmad al-Thayyib menyampaikan kritik terhadap situasi dunia kini, yang cenderung abai terhadap nilai-nilai moral. - (DOK REP MUHYIDDIN)

Misalnya, surah al-Baqarah ayat 83. Dalam Kalamullah itu, terdapat perintah untuk bertauhid, berbuat santun kepada kedua orang tua, kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin. “Dan bertuturkatalah yang baik kepada manusia.” Bahkan, seluruh perbuatan itu disebutkan lebih dahulu daripada shalat dan zakat.

Sang syekh meneruskan, begitu urgennya perkara akhlak. Sampai-sampai, Nabi Muhammad SAW menegaskan bahwa alasan diutusnya beliau adalah dalam misi demikian. “Sesungguhnya aku tidaklah diutus melainkan untuk menyempurnakan akhlak manusia,” sabda Rasulullah SAW dalam sebuah hadis sahih.

Sekurang-kurangnya, ada 21 tema yang diuraikan tokoh Universitas al-Azhar itu dalam buku setebal 236 halaman ini. Pokok utama akhlak dijabarkannya ke dalam pelbagai pembicaraan tentang kasih sayang, silaturahim, sifat rendah hati, keadilan, dan persaudaraan sesama manusia (ukhuwah insaniyyah).

Menurut Syekh Ahmad al-Thayyib, ada satu pesan penting Alquran, yakni bakti anak kepada orang tua. Berbagai keteladanan ditunjukkan dalam Kitabullah itu. Sebut saja, nasihat Luqman kepada anaknya. Begitu pula dengan Nabi Yusuf dan ayahandanya, Nabi Yaqub.

Penerus Syekh Muhammad Sayed Tantawy (wafat 2010) ini menyuguhkan contoh lain, yakni Nabi Isa AS. Sang rasul diberikan mukjizat oleh Allah. Yakni, kemampuan berbicara saat masih berusia bayi.

Ketika itu, ibunda Nabi Isa, Siti Maryam, sedang menghadapi tuduhan fitnah yang amat keji. Kaumnya mempertanyakan, bagaimana mungkin wanita salehah ini dapat melahirkan seorang bayi tanpa ayah. Sebelum berjumpa mereka, putri Imran ini telah diberi petunjuk oleh Allah SWT agar dirinya berpuasa bicara. Maka, setiap gibah yang dilontarkan orang-orang itu pun diresponsnya dengan diam.

Ternyata, dengan kehendak Allah, Isa dapat berbicara selayaknya orang dewasa. Padahal, ketika itu putra Maryam tersebut masih dalam buaian. Kata-kata sang bayi membela ibundanya. Hal itu pun menunjukkan hikmah, bakti kepada orang tua dilakukan dalam usia dini.

Kisah itu terdapat dalam Alquran, surah Maryam ayat 29-32. Seluruh rangkaian ayat tersebut, menurut Syekh al-Thayyib, menggambarkan adanya sejumlah kewajiban atas anggota keluarga. Salah satunya adalah kewajiban anak terhadap ayah dan ibunya.

Rasa malu

Syekh al-Thayyib menyoroti salah satu bentuk akhlak yang merosot pada masa kini, yaitu rasa malu. Islam mengajarkan kepada umatnya agar mereka memelihara rasa malu. “Sesungguhnya di antara yang didapat manusia dari kalimat kenabian yang pertama ialah, ‘Jika engkau tidak malu, berbuatlah sesukamu,’” demikian sabda Nabi SAW.

 
Sesungguhnya di antara yang didapat manusia dari kalimat kenabian yang pertama ialah, ‘Jika engkau tidak malu, berbuatlah sesukamu.
Rasulullah SAW
 

Menurut Syekh al-Thayyib, rasa malu pada zaman sekarang tampak kian tergerus oleh perilaku kebablasan. Para pelakunya seolah-olah tidak peduli lagi akan nilai-nilai agama.

Sejak awal diciptakan, manusia sejatinya telah memiliki rasa malu. Namun, saat ini betapa banyak orang yang gemar melakukan perbuatan keji dan hina dengan dalih kebebasan pribadi. Imam besar al-Azhar ini mengkhawatirkan, batas pembeda antara perilaku yang mulia dan yang hina dianggap tiada lagi oleh orang-orang—terutama generasi muda.

Maka dari itu, pengertian tentang rasa malu perlu terus digemakan. Ia menegaskan, akhlak mulia ini tidak sama dengan sikap penakut kala berhadapan dengan orang lain. Yang dimaksudkannya bukanlah semacam sindrom inferior atau rendah diri.

Yang jelas, rasa malu dapat mencegah dan melawan tersebarnya perilaku-perilaku buruk di tengah masyarakat. Rasa malu membentuk watak seseorang agar menjadi pribadi yang seimbang. Pada saat yang sama, hal itu tidak menghalanginya untuk tetap berani bersosial atau bahkan menjadi pionir dalam masyarakat.

Syekh al-Thayyib mencontohkan Nabi Muhammad SAW. Beliau adalah utusan Allah SWT. Di tengah umat, Rasulullah SAW memimpin dengan tegas dan adil. Bagaimanapun, seperti digambarkan Abu Sa'id al-Khudri, al-Musthafa lebih pemalu daripada seorang gadis. “Bila melihat sesuatu yang tidak beliau sukai, tampak tanda rasa malu dari wajahnya” (HR Bukhari-Muslim).

Syekh al-Thayyib memaparkan, tidak ada keburukan dari rasa malu. Malu merupakan bagian dari nilai moral Islam. Malu adalah bagian dari iman. Begitulah sabda Rasulullah SAW dalam sebuah hadis.

 
Malu merupakan bagian dari nilai moral Islam.
   

Buku Etika dan Moral menghimpun suara-suara kritis dan evaluatif yang disampaikan seorang tokoh pendidikan dunia. Tidak hanya berkaitan dengan aspek moralitas, kitab ini pun mengupas tema-tema aktual, seperti dampak pandemi Covid-19 bagi kaum Muslimin, serta pentingnya sikap tawakal dalam kondisi demikian.

Dalam tulisan-tulisannya, Syekh al-Thayyib menggunakan bahasa yang mudah dipahami. Alhasil, karyanya ini dengan komunikatif menyampaikan untaian nasihat akhlak Islami. Di satu sisi, konten yang disuguhkan memang berasal dari kegiatan pada Ramadhan 2021 M lalu. Akan tetapi, di sisi lain pemikiran dan visi sang guru besar masih relevan hingga kini. Buku ini diharapkan dapat membuka komitmen bersama untuk meneguhkan prinsip etika dan moral yang telah lama hilang.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Ujung Perjalanan Putri Ariani di AGT 2023

Di sisi lain, kemenangan Adrian Stoica dan Hurricane memicu perdebatan di media sosial.

SELENGKAPNYA

Fatwa Haram LBMNU Jatim Soal Karmin Berbeda dengan MUI

MUI menilai fatwa LBMNU Jatim merupakan ijtihad yang harus dihormati

SELENGKAPNYA