(Ilustrasi) Menu makanan khas Bali. | Republika/Desy Susilawati

Iqtishodia

Menakar Pengetahuan Halal Pelaku UMK Makanan di Bali

Setiap pelaku usaha penting memiliki pengetahuan dan kesadaran untuk menjamin kehalalan produknya.

OLEH Nadya Nur Annisa (Mahasiswa Departemen Ilmu Ekonomi Syariah IPB University)
           Dr Khalifah M Ali (Pengajar Departemen Ilmu Ekonomi Syariah IPB University)
           Yekti Mahanani, MSc (Pengajar Departemen Ilmu Ekonomi Syariah IPB University)

 

Pulau Bali menempati posisi kedua sebagai destinasi terpopuler dunia dalam Travelers’ Choice Award for Destinations situs perjalanan TripAdvisor pada 2023. Pulau ini diminati menjadi tempat tinggal bagi mayoritas penduduk beragama Hindu, selain keindahan alam dan budayanya (Indonesia Investment 2017).

Bicara soal sektor pariwisata, tentu memiliki keterkaitan erat dengan sektor makanan. Wisatawan menghabiskan pengeluaran hingga 30,2 persen dari total pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan konsumsi selama berwisata (Kemenparekraf 2020). Berdasarkan data Dinas Pariwisata Provinsi Bali 2022, pengeluaran wisatawan per individu adalah sebesar Rp 550 ribu per hari.

 
Turis Muslim memiliki kriteria khusus dalam memenuhi kebutuhan konsumsinya
 

Pulau Bali tidak hanya menarik untuk dikunjungi bagi turis asing, banyak juga turis dalam negeri. Di tengah penduduk Bali yang mayoritas merupakan non-Muslim, banyak juga turis yang beragama Islam. Hal ini memunculkan permintaan ekosistem halal di Pulau Bali agar menjadi pariwisata yang ramah Muslim dalam memenuhi kebutuhan Muslim yang berwisata di sana.

Turis Muslim memiliki kriteria khusus dalam memenuhi kebutuhan konsumsinya, sebagaimana dalam QS Al Baqarah ayat 168, yaitu hanya mengonsumsi harta dan makanan yang halal. Oleh karena itu, diperlukan sertifikasi halal agar mempermudah wisatawan untuk mendapatkan makanan halal di Pulau Bali.

Sebagai upaya untuk menjamin kehalalan produk termasuk makanan, dibentuklah Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) oleh pemerintah pada Oktober 2014. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 pasal 4 tentang Jaminan Produk Halal menegaskan bahwa produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal, penahapan kewajiban sertifikasi halal bagi produk makanan hanya sampai tanggal 17 Oktober 2024.

photo
ilustrasi logo Halal . Tahta Aidilla/Republika - (Tahta Aidilla/Republika)

Pelaku usaha akan diberikan sanksi berupa peringatan tertulis, denda administratif, hingga penarikan barang dari peredaran apabila terbukti belum melakukan sertifikasi halal setelah tanggal yang ditetapkan tersebut.
Berdasarkan Data Keragaan UMKM Bali (2022) sektor perdagangan, terdapat sebanyak 249.585 usaha skala mikro dan kecil, tetapi usaha skala mikro dan kecil yang bersertifikasi halal baru sebanyak 312 produk. Hal itu karena kurangnya akses informasi, edukasi mengenai urgensi sertifikasi halal serta pertimbangan biaya (Istianah dan Dewi 2022).

Baharuddin et al (2015) menyatakan bahwa kurangnya pengetahuan dan kesadaran mengenai konsep halal di kalangan pelaku usaha dapat menyebabkan hilangnya kepedulian terhadap kehalalan. Pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang dapat berpengaruh terhadap sikap.

Adiba dan Wulandari (2018) menyebutkan bahwa seseorang yang memiliki pengetahuan mengenai produk halal akan lebih berpotensi melakukan perilaku aktual. Oleh karena itu, setiap pelaku usaha penting memiliki pengetahuan dan kesadaran untuk menjamin kehalalan produknya sesuai dengan Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH) (Ali 2016).

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik dan tingkat pengetahuan halal pelaku UMK makanan di Pulau Bali, serta menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi tingkat pengetahuan halal pelaku UMK makanan di Pulau Bali. Faktor-faktor yang dianalisis terdiri atas variabel usia, tingkat pendidikan, ketersediaan informasi, sosial budaya, kesadaran agama, dan dukungan pemerintah.

Responden dalam penelitian ini berjumlah 100 orang. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dan regresi linear berganda. Analisis deskriptif digunakan untuk mengidentifikasi tingkat pengetahuan halal dan karakteristik responden dari segi domisili, usia, agama, jenis kelamin, status pernikahan, dan tingkat pendidikan.

Analisis ini juga mengidentifikasi karakteristik usaha responden dari segi lama usaha, status tempat usaha, modal usaha, hasil penjualan tahunan, jumlah karyawan, dan kepemilikan sertifikat halal. Adapun tingkat pengetahuan halal terdiri dari 15 pertanyaan pilihan ganda yang mengacu pada kriteria Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH), penilaian diperoleh dari persentase hasil bagi rata-rata skor yang diperoleh responden dengan total skor maksimum. Sedangkan, analisis regresi linear berganda digunakan untuk mengestimasi besarnya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen.

 
Tingkat pengetahuan halal pelaku UMK makanan di Pulau Bali sudah baik
 

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan halal pelaku UMK makanan di Pulau Bali sudah baik. Karakteristik responden dalam penelitian ini didominasi oleh responden yang berdomisili di Kabupaten Buleleng, berusia 28 - 42 tahun, berjenis kelamin perempuan, berstatus sudah menikah, beragama Islam, dan menempuh pendidikan terakhir SMA/sederajat.

Karakteristik usaha responden didominasi oleh usaha yang berdiri selama kurang dari lima tahun, status tempat usaha sewa, dengan modal usaha kurang dari Rp 10 juta, hasil penjualan tahunan kurang dari Rp 100 juta, tidak memiliki karyawan, dan mayoritas usaha belum memiliki sertifikasi halal. Adapun faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap tingkat pengetahuan halal responden adalah tingkat pendidikan, ketersediaan informasi, dan kesadaran agama.

photo
Petugas melayani pelaku usaha yang mengajukan permohonan sertifikasi halal di Rangkasbitung, Lebak, Banten, Sabtu (18/3/2023).  - (ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas)

Pemerintah diharapkan dapat memperluas ketersediaan informasi mengenai makanan halal melalui pelatihan ataupun sosialisasi untuk meningkatkan pengetahuan halal pelaku UMK. Hal ini juga dapat disampaikan melalui penyuluh agama dalam kegiatan keagamaan. Pemerintah diharapkan dapat menambahkan wawasan pengetahuan halal pada kurikulum tingkat pendidikan.

Selain itu, dilihat dari banyaknya pelaku usaha yang belum melakukan sertifikasi halal, diharapkan pemerintah dapat memberikan sosialisasi mengenai kewajiban sertifikasi halal kepada pelaku UMK.

Bagi pelaku UMK, diharapkan dapat menerapkan pengetahuan halal yang dimiliki dengan menjaga kehalalan makanan yang disajikan dan dijual. Selain itu, diharapkan segera melakukan sertifikasi halal mengingat pada 17 Oktober 2024 mulai diberlakukan kewajiban sertifikasi halal. Bagi pelaku UMK yang memenuhi kriteria untuk Sertifikasi Halal Gratis (SEHATI) agar dapat memanfaatkan kesempatan program ini.

Adapun bagi penelitian selanjutnya dapat fokus meneliti pada pelaku usaha yang berlokasi di sekitar objek wisata atau pada pelaku usaha yang sudah tersertifikasi halal. Selain itu, dapat meneliti menggunakan variabel lain yang tidak terdapat pada penelitian ini. Di samping itu, dapat menggunakan metode penarikan sampel dan metode analisis lainnya ataupun meneliti di daerah lainnya.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat