Opini--Menjaga Keberlangsungan UMKM | Republika/Daan Yahya

Opini

Menjaga Keberlangsungan UMKM

Setelah babak belur selama pandemi Covid-19, kini UMKM menderita akibat serbuan barang impor.

Oleh JUSUF IRIANTO, Guru Besar di Departemen Administrasi Publik FISIP Universitas Airlangga

Keberlangsungan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) perlu dijaga menimbang berbagai masalah yang terus menerpanya. Setelah babak belur selama pandemi Covid-19, kini UMKM menderita akibat serbuan barang impor.

Barang impor dipasarkan melalui e-commerce memudahkan konsumen memenuhi berbagai kebutuhan. Sebagai platform bisnis, e-commerce bermanfaat bagi dunia bisnis, termasuk UMKM dalam memasarkan produk yang ditawarkan kepada konsumen lebih efektif.

Semula platform e-commerce digadang sebagai wahana UMKM naik kelas. Kini platform bisnis digital itu justru mengancam keberlangsungan UMKM. Kemenkop UKM mendengar jeritan banyak pelaku UMKM bangkrut akibat serbuan barang impor.

 
Semula platform e-commerce digadang sebagai wahana UMKM naik kelas. Kini platform bisnis digital itu justru mengancam keberlangsungan UMKM. Kemenkop UKM mendengar jeritan banyak pelaku UMKM bangkrut akibat serbuan barang impor.
 
 

Barang impor umumnya datang dari Cina dijual via media sosial. UMKM kalah bersaing sebab harga barang impor jauh lebih murah. Dengan biaya produksi dan operasional masih tinggi, mustahil produk UMKM mampu bersaing dengan produk impor.

Pelanggan dapat memperoleh seperangkat baju olahraga, misalnya, hanya dengan Rp 100 ribu. Padahal harga normalnya di kisaran Rp 400 ribu. UMKM bangkrut bukan produknya tak bermutu, tapi karena persaingan harga di luar nalar.

Selain baju, produk lain dapat diperoleh dengan mudah. Hampir semua produk dikirim langsung dari negara asal, yakni Cina dalam waktu singkat. Ada label “made in China” di setiap kemasan disertai tanda kirim paket dari sebuah perusahaan logistik setempat.

Pemerintah harus hadir membantu dan memproteksi keberlangsungan UMKM yang berperan sangat penting bagi perekonomian. Masalah yang dihadapi pelaku UMKM tak dapat dipecahkan tanpa peran pemerintah sebagai regulator.

Pemerintah telah berupaya melindungi UMKM melalui regulasi tata kelola perdagangan impor langsung (corssborder). Melalui Kemenkop UKM, pemerintah melindungi usaha dengan melakukan mitigasi terhadap risiko dagang crossborder yang mengancam eksistensi produk lokal.

 
Pemerintah harus hadir membantu dan memproteksi keberlangsungan UMKM yang berperan sangat penting bagi perekonomian. Masalah yang dihadapi pelaku UMKM tak dapat dipecahkan tanpa peran pemerintah sebagai regulator.
 
 

Secara kolaboratif, Kemenkop UKM menggandeng Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk memantau dan menguji kepatuhan pihak penyedia marketplace sesuai ketentuan yang berlaku, yakni Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE).

Pada 2019 lalu, pemerintah menerbitkan PP 80/2019 tentang PMSE. Berdasarkan PP tersebut, PMSE adalah transaksi dagang via perangkat dan prosedur elektronik atau e-commerce. PP ini mengatur transaksi dari dalam dan luar negeri mencakup pelaku usaha, perizinan, dan pembayaran.

PP 80/2019 melindungi dunia usaha melalui persaingan usaha yang sehat dalam platform e-commerce. Selain menyasar pengusaha lokal, regulasi berlaku bagi pengusaha dari luar negeri. Pemerintah berupaya memberi kesempatan bisnis bagi semua pihak.

Namun, payung hukum PMSE belum efektif menangkal persaingan usaha yang tak sehat. Posisi pengusaha lokal dalam e-commerce tak seimbang dengan pengusaha asing. Serbuan barang impor mengancam produk UMKM merupakan salah satu contohnya.

Selain itu, pemerintah tampak belum powerful mengatur penyedia agar mengutamakan perdagangan barang/jasa hasil produksi dalam negeri sebagaimana tujuan PP 80/2019. Alih-alih meningkatkan daya saing produk nasional, penyedia layanan justru membuka ruang luas bagi penjualan produk luar negeri.

 
Posisi pengusaha lokal dalam e-commerce tak seimbang dengan pengusaha asing. Serbuan barang impor mengancam produk UMKM merupakan salah satu contohnya.
 
 

Selanjutnya, pemerintah berharap Permendag No 50/2020 tentang PMSE mampu atasi serbuan produk impor dengan cepat. Namun penyelesaian terkesan berlarut sebab Kemendag tak ingin tergesa menerbitkan beleid baru hasil revisi Permendag 50/2020.

Ibarat buah simalakama, pemerintah ingin melindungi UMKM melalui pembatasan impor langsung di e-commerce, tapi diprotes oleh Asosiasi Pengusaha Logistik E-Commerce (APLE). APLE bakal menggugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara jika pemerintah tetap merilis kebijakan pembatasan impor langsung tanpa mempertimbangkan aspirasi anggota.

Pembatasan impor langsung di e-commerce dianggap akan merugikan pengusaha logistik.
Di samping itu, pembatasan impor langsung di e-commerce diperkirakan bakal menyebabkan ekspor produk UMKM melemah akibat counter kebijakan serupa dari negara lain. Risiko gugatan juga mungkin muncul dari Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

Padahal pemerintah sekadar bermaksud membatasi minimal harga produk impor langsung di e-commerce sebesar 100 dolar AS (Rp 1,5 juta) per unit. Barang impor di bawah harga tersebut dilarang diperdagangkan penjual luar negeri melalui e-commerce yang beroperasi di Indonesia.

Selanjutnya, pemerintah berencana menetapkan platform medsos yang digunakan untuk berbisnis (social-commerce). Medsos tersebut semisal Facebook, TikTok Shop, Instagram, dan sejenisnya sebagai penyelenggara PMSE. Revisi Permendag 50/2020 sebetulnya telah masuk pada tahap harmonisasi di KemkumHAM, tapi hingga kini dalam tahap proses dan belum diterbitkan.

 
Pemerintah berencana menetapkan platform medsos yang digunakan untuk berbisnis (social-commerce). Medsos tersebut semisal Facebook, TikTok Shop, Instagram, dan sejenisnya sebagai penyelenggara PMSE.
 
 

Selain pendekatan legal, pemerintah memperkuat daya saing UMKM melalui program inkubasi, pelatihan atau pendampingan. Program dilakukan secara kolaboratif melibatkan lembaga dan tenaga profesional untuk meningkatkan akses pasar UMKM.

Berbagai bentuk aksi nyata lain juga diselenggarakan. Aksi pemerintah tersebut misalnya berupa Program Bangga Buatan Indonesia serta alokasi 40 persen belanja barang/jasa dari kementerian atau lembaga, pemerintah daerah, dan BUMN wajib disediakan untuk UMKM.

Sementara peningkatan akses pasar juga dibangun pemerintah melalui program transformasi digital. Langkah ini mampu mengakselerasi peningkatan jumlah UMKM berubah ke platform digital. Program dilakukan melibatkan berbagai penyedia platform e-commerce.

Sejalan dorongan transformasi digital agar UKM tangguh menembus pasar internasional (going global), pemerintah juga menggalakkan program eksportir baru. Kemenkop UKM bersama Kemendag didukung berbagai asosiasi menggagas program mencetak 500 ribu eksportir baru pada 2030.

Keberpihakan terhadap UMKM juga diwujudkan pemerintah melalui berbagai kebijakan tertuang dalam UU 11/2020 tentang Cipta Kerja. Kemudahan izin usaha, akses pasar, rantai pasok, akses pembiayaan dan produksi diakomodasi melalui omnibus law tersebut.

Namun, upaya pemerintah perlu dilakukan lebih cepat, berani menghadapi risiko, jujur, dan konsisten mengatasi berbagai ancaman. Termasuk ancaman adalah serbuan produk impor. Asa menjaga keberlangsungan UMKM pun tercapai.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Sejarah Perayaan Maulid

Maulid Nabi Muhammad SAW dirayakan di banyak negara mayoritas Muslim.

SELENGKAPNYA

Mengelola Tata Ruang Laut Demi Kedaulatan

Pemerintah memperketat perizinan melalui regulasi hingga penggunaan teknologi.

SELENGKAPNYA

Mengapa Sulit Menolak Rayuan Pinjol?

Budaya pinjaman dalam bentuk kasbon di warung juga memiliki kemiripan dengan fenomena pinjaman daring.

SELENGKAPNYA