
Kabar Utama
Krisis Air Marak, Negara Salah Kelola?
Krisis air bersih turut menyambangi Jakarta.
Berlokasi di teluk dan punya banyak sungai bukan berarti wilayah DKI Jakarta punya air yang melimpah. Sejumlah daerah di pesisir, utamanya di wilayah barat dan utara justru mengalami krisis air bersih belakangan.
"Ya ada beberapa kelurahan (alami krisis air bersih). Ya penyebabnya bahan baku berkurang, lantas ada beberapa memang kebutuhan meningkat," kata (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono di kawasan Jakarta Selatan pada Jumat (22/9/2023).
Ia mengeklaim, sudah memerintahkan PAM Jaya untuk mengatasi masalah krisis air bersih ini dengan penyediaan reservoir atau tempat penampungan air skala besar. "Kemarin saya minta Dirut PAM Jaya untuk menyiapkan reservoir. Ada di Marunda, Jakarta Utara dan beberapa di Jakarta Barat,” kata dia.
PAM Jaya sebelumnya menginformasikan adanya penurunan kualitas air baku di Instalasi Pengelolaan Air (IPA) Hutan Kota, Jakarta Barat yang mengakibatkan terjadi gangguan layanan air bersih yang tersuplai dari IPA Hutan Kota. PAM Jaya menyebut kendara air bersih itu terjadi lantaran masalah cuaca yang melanda DKI Jakarta.
"Bentuk gangguan tersebut berupa terjadinya penurunan suplai air yang terjadi sejak 8 September 2023. Salah satu penyebab utama kejadian tersebut merupakan dampak dari kemarau panjang yang melanda Kota Jakarta," kata Direktur Utama PAM Jaya Arief Nasrudin dalam keterangannya, Kamis.

Arief menuturkan, wilayah yang terdampak suplai air berkurang dan terhenti tersebar di berbagai kelurahan di Jakarta Barat dan Jakarta Utara. Perinciannya, di Kelurahan Penjaringan, Pejagalan, Pluit, Kapuk, Kalideres, Rawa Buaya, Pegadungan, Cengkareng Barat, dan Cengkareng Timur serta Pegadungan. Lalu Kelurahan Semanan, Duri Kosambi, Wijaya Kusuma, Jelambar Barat, Kapuk Muara, Tegal Alur, Kamal, Kamal Muara dan sekitarnya.
Wilayah Hutan Kota, kata Arief, merupakan titik terjauh dari pompa PAM Jaya dan letaknya mendekati laut. "Kemarau panjang ini menyebabkan intrusi air laut ke air sungai sehingga mengakibatkan total TDS (total dissolve solid) yang menjadi kualitas air tidak sesuai dengan Permenkes," jelas dia.
Dia menjelaskan, berdasarkan standar Permenkes Nomor 492 Tahun 2010, TDS air harus di bawah 200 mg/L, sedangkan saat ini TDS air baku yang ada di IPA Hutan Kota mencapai 2.000 mg/L. Sedangkan teknologi pada IPA Hutan Kota memang tidak diperuntukan desalinasi dan ini yang menyebabkan PAM JAYA harus menyetop IPA Hutan Kota yang suplainya sebanyak 450 Lps/detik.
"Dampak dari pemberhentian tersebut mengakibatkan daerah yang sebelumnya mendapatkan suplai air dari IPA Hutan Kota menjadi terhenti," kata dia.

PAM Jaya menyampaikan akan melakukan realokasi pada titik-titik distribusi air, dampak terjadinya krisis air bersih. "Corrective action PAM Jaya kedepannya yaitu pertama, melakukan realokasi pada titik-titik distribusi kita yang dirasa bisa kita distribusi. Kemudian kita atur lalu lintasnya menuju utara dan barat Jakarta," kata Arief Nasrudin.
Upaya lainnya yakni, melakukan pemaksimalan pelayanan air tangki gratis untuk membantu warga yang mengalami kekurangan air bersih. Selain itu, PAM Jaya juga akan melakukan reinvestment berupa pemasangan membrane baru untuk bisa memproses air baku yang memiliki TDS (total dissolve solid) tinggi atau mampu mengurai air laut. "Dan untuk reinvestment ini memang membutuhkan waktu yang tidak sebentar," ujar Arief.
Salah kelola
Jakarta adalah wilayah terkini yang terdampak krisis air. Sejak dua bulan belakangan, dampak kekeringan itu sudah terjadi di berbagai wilayah Indonesia. Pakar Bioteknologi Lingkungan, Firdaus Ali, mengatakan bahwa krisis air menjadi ancaman yang nyata bagi bangsa Indonesia. Pasalnya, menurut dia, hingga kini Indonesia belum bisa mengelola potensi alam yang melimpah di Indonesia.
Misalnya, curah hujan yang tinggi di Indonesia seharusnya bisa dimanfaatkan sebagai sumber air bersih untuk memenuhi kebutuhan air minum. Namun yang terjadi, kata Firdaus, curah hujan yang tinggi tersebut malah menjadi bencana.

"Seharusnya kan kita bisa menampung air hujan, mengelolanya, dan dimanfaatkan untuk sumber air dan bahkan untuk pertanian, agar saat musim kemarau tidak kekeringan. Tapi yang selama ini terjadi kan sebaliknya," kata dia usai mengisi seminar di Universitas Pertahanan RI, Kabupaten Bogor, Jumat (22/8/2023).
Dia mengungkapkan, hingga kini, layanan air minum perpipaan Indonesia baru mencapai 21 persen. Padahal, populasi Indonesia sangatlah besar, sehingga kebutuhan air minumnya pun sangatlah tinggi. "Saya bilang, kita terburuk pengelolaannya dibandingkan negara lain," jelas Firdaus.
Sebagai solusi, dia meminta pemerintah dan seluruh stakeholder terkait untuk membangun infrastruktur untuk menyiapkan air di perpipaan. Supaya lebih optimal, dia meminta pemerintah untuk membentuk lembaga atau kementerian yang secara khusus mengelola sumber daya air. Selain itu, dukungan pendanaan dari pemerintah harus kuat.
Firdaus juga menekankan pentingnya edukasi bagi masyarakat. Dengan edukasi, itu bisa mencegah agar masyarakat tidak melakukan tindakan-tindakan brutal seperti membuang sampah ke sungai, anak sungai, atau bendungan.

"Saya kasih analogi, Jakarta ibu negara kita, 13 sungai, 76 anak sungai, 54 situ bendungan, tidak satupun dari yang satu sebutkan tadi layak jadi bahan baku air minum. Itu kan tragedi yang luar biasa. Kebiasaan masyarakat kita harus kita didik," tegas Firdaus.
Berdasarkan laporan yang diterbitkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), diproyeksikan bahwa pada tahun 2025, seluruh bumi akan mengalami krisis air. PBB juga memperkirakan pada tahun 2030, kebutuhan air tawar global akan meningkat sekitar 40 persen lebih tinggi daripada ketersediaannya saat ini, sebagai akibat dari perubahan iklim, aktivitas manusia, dan pertumbuhan penduduk.
Setelah Cape Town yang beberapa waktu lalu mengalami krisis air bersih, sebelas kota lain yang juga terancam mengalami hal yang sama yaitu Sao Paulo, Bangalore, Beijing, Kairo, Jakarta, Moskwa, Istanbul, Mexico City, London, Tokyo, dan Miami.
Rektor Universitas Pertahanan RI Mayor Jenderal TNI Jonni Mahroza, mengatakan bahwa kondisi ketahanan air di Indonesia saat ini sedang menuju krisis. Ditandai dengan terjadinya kekeringan di Nusa Tenggara, Maluku, Jawa, dan terjadinya banjir di DKI, Bandung dan beberapa kota lainnya sebagai dampak dari perubahan iklim.

“Dampak dari perubahan iklim ini disebabkan oleh pencemaran lingkungan, terutama pencemaran udara oleh karbon dan nitrat yang berkontribusi pada efek rumah kaca dan hujan asam. Efek rumah kaca memiliki dampak yang signifikan pada peningkatan suhu global, termasuk suhu perairan laut,” kata Jonni Mahroza dalam sambutannya dalam acara seminar Water Security Technology for Indonesia, di Universitas Pertahanan, Kabupaten Bogor, Jumat (22/9/2023).
Ia menjelaskan, peningkatan suhu laut ini telah memicu fenomena seperti badai El Nino dan La Nina, yang mengakibatkan timbulnya spot-spot daerah yang terlalu basah dan terlalu kering. Daerah yang terlalu basah mengakibatkan curah hujan yang tinggi dan banjir, sedangkan daerah yang terlalu kering menyebabkan kekeringan dan kekurangan air.
“Dampak ini memiliki efek sistemik yang berpengaruh pada aspek pertahanan dan keamanan negara, seperti penurunan ketersediaan air bersih, penurunan produktivitas pangan, pertanian dan industri, bencana alam, serta dampak lainnya yang dapat dirasakan dalam berbagai aspek kehidupan sehari-hari,” jelas dia.

Saat ini, penurunan ketersediaan air yang merata diperkirakan akan terjadi di Pulau Jawa dan Nusa Tenggara selama periode proyeksi 2020-2045. Pada tahun 2024, tercatat penurunan rata-rata ketersediaan air sebesar 439,21 meter kubik per kapita per tahun di Pulau Jawa dan 1.098,08 meter kubik per kapita per tahun di Nusa Tenggara. Dampak ekonomi negatif di sektor ini diperkirakan mencapai Rp 27,9 triliun.
Karenanya, kata Jonni, tindakan mitigasi yang tepat diperlukan untuk memperkuat ketahanan air negara dan mencegah kerugian negara yang lebih besar. Terlebih, krisis air ke depan dapat memicu perang antar negara, hal ini disebabkan nilai vital air yang mempengaruhi segala aspek. "Krisis air ke depan dapat memicu perang antar negara, hal ini disebabkan nilai vital air yang mempengaruhi segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara," ujar Jonni.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Setetes Air yang Dinanti untuk Mandi dan Berwudu
Sumur di rumah warga tak lagi mengeluarkan air selama dua bulan terakhir.
SELENGKAPNYAMensyukuri dan Menjaga Ketersediaan Air
Kita wajib bersyukur dengan berupaya menjaga ketersedian air.
SELENGKAPNYAAntisipasi Ancaman Krisis Air Bersih
Kemarau panjang yang terjadi di Tanah Air mulai berdampak terhadap ketersediaan air bersih.
SELENGKAPNYAPerjuangan Warga Grobogan Mencari Air pada Musim Kemarau
Menurut warga, di Desa Ketro hampir tujuh bulan tidak ada turun hujan, sehingga beberapa sumur warga sedikit airnya.
SELENGKAPNYA