
Sastra
Apakah Aku Pernah Merindukan Jogja?
Puisi-puisi Abdullah Muzi Marpaung
Oleh ABDULLAH MUZI MARPAUNG
Apakah Aku Pernah Merindukan Jogja?
apakah aku pernah benar-benar merindukan Jogja
atau semata wangi parfummu yang tiba-tiba membius udara
telah membuat jarum jam jadi sentimental?
di manakah kita ketika itu, di powinatan atau patangpuluhan?
aku ingat obrolan kita yang emosional
perihal cinta yang tertinggal zaman
lalu kita berpisah di pojok beteng wetan
apakah aku pernah benar-benar merindukan Jogja
atau hanya karena terbaca kembali olehku
puisi yang kutulis di taman sari dulu
saat pertama kali aku tahu pipimu
bisa juga berwarna merah jambu?
kutegarkan diriku yang gemetar ketika itu
sebagaimana Rendra di hadapan Dik Nartinya
engkau tertawa, ya, engkau tertawa tanpa suara
apakah aku pernah benar-benar merindukan Jogja
atau semata karena kubiarkan diriku ditipu oleh kenangan
yang dengan lihai mengubah diri menjadi lara yang mengada-ada?
aku ingat kita pernah cukup dewasa
untuk memahami makna sementara
itulah alasan
kenapa kita berpisah
di pojok beteng wetan
apakah karena itu saja
aku pernah merindukan Jogja?
2023
***
Adakah Sampai Kepadamu?
adakah sampai kepadamu kabar itu
tiga puluh sekon air mancur menjadi debu?
debu itu kini hanya tinggal menunggu
ia menjelma jadi segenggam rindu
rindu itu akan digubah menjadi sajak
oleh seorang anak yang baru saja menjadi remaja
dan mulai mengerti mengapa ia jatuh cinta
kepada seorang perempuan yang bukan ibunya
lalu sajak itu akan dibaca pada sore hari
oleh seseorang yang tak ingat kepada pagi
adakah terdengar olehmu keluh kesah itu
seekor ulat telah menyesal menjadi kupu-kupu?
ia kini tengah berkemas menuju masa lalu
sembari berharap ada yang pantas dijadikan rindu
rindu itu akan dinyanyikan dalam satu lagu
oleh seseorang yang merasa berhak jatuh cinta
meski waktu telah lama meninggalkannya
adakah tersampaikan kepadamu
pesan dari aku yang terkadang menjadi kupu-kupu,
air mancur, debu, tiang-tiang batu, sajak atau lagu
hanya untuk menghindar diri menjadi aku?
2023
***
Episode Malam
kau tengoklah dingin yang menahan kita di sini
bekunya mengingatkanku kepada obrolan kita dahulu
tentang angin, pepohonan, dan musim yang riang
tentang gerimis yang berjingkat memasuki halaman
tak hendak mengusik beberapa anak
yang tengah bermain masak-masakan
kita pernah bahagia
sebagaimana lampu-lampu taman itu pernah menyala
rabalah rindu yang kini menjadi arca batu kalau kau mau
tetapi jangan lagi menangis dalam pelukanku
jangan pula memandangku penuh harap begitu
sebab aku sama tak bergunanya dengan koran digital
yang tak bisa jadi alas tidur di emperan.
aku tak tahu apakah aku masih punya cerita yang berakhir bahagia
untuk kukisahkan kepadamu, wahai perempuan larut malam?
atau semua sudah tamat
sebagaimana lorong-lorong jalan yang telah menjadi gelap?
kalaupun ada
aku pasti merahasiakannya.
sebab, ini malam yang berbeda.
2023
***
Sajak Untuk N
berkacalah pada cermin yang retak itu,
cermin yang ditempa oleh leluhur kita
pada suatu pagi yang mirip senja
niscaya akan engkau jumpai cintaku
tidaklah serumit yang kaukira
bacalah sekali lagi surat yang kutulis
selagi engkau ragu antara
membiarkan pagi menjadi siang
atau menahan dingin dalam genggaman
semoga engkau temukan di sana
kehampaan yang tak serupa dengan sia-sia
bersabarlah terhadap puisi
yang disajakkan embun kepada matahari
saat ia meregang menjadi lengas nisbi
kata-katanya mungkin tak akan kaupahami
tetapi jika kau menunggu lebih lama lagi
akan kau dengar hujan mengakhiri sepi
2023
***
Sajak Kacamata
Sepasang kacamata di meja kerja yang membosankan
telah membiarkan dirinya menjadi suatu pengeluaran yang sia-sia,
kini telah buram kacanya.
Seharusnya ia menjadi suatu karya tangan yang indah
sekaligus artefak sejarah yang berharga,
tetapi ia telah berdusta tentang apa-apa yang dilihatnya.
Ia mengaku kepada bolpen di dekatnya
bahwa ia telah membaca banyak buku, naskah drama, dan surat rahasia
yang cukup untuk membuatnya mengerti bahwa hidup bukanlah sandiwara
bahwa ia tidak sedang berdusta saat berdusta
bahwa kebenaran selalu ada dalam konfigurasi yang paling culas sekalipun,
dalam obrolan, diskusi, atau debat yang paling artifisial sekalipun.
Sepasang kacamata di meja kerja yang membosankan,
tetapi menghasilkan banyak uang
telah mengajarkan dirinya perihal hakikat kehidupan
tetapi membiarkan kacanya memburam.
2023
Abdullah Muzi Marpaung lahir dan besar di Pulau Bintan. Kini ia adalah seorang dosen Teknologi Pangan di Swiss German University. Ia telah menyukai sastra dan mulai menulis puisi sejak remaja. Sejak 2015 ia mulai aktif menulis cerita pendek. Ia sudah menghasilkan satu buku kumpulan cerita pendek berjudul “Lelaki yang Tak Pernah Bertemu Hujan” dan satu buku kumpulan puisi berjudul “Catatan Hari Kemarin".
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.