Perceraian (ilustrasi) | Unsplash/Kelly Sikkema

Khazanah

516 Ribu Pasangan Bercerai Setiap Tahun di Indonesia

Perceraian tersebut juga melahirkan 516 ribu duda dan janda setiap tahun di Indonesia.

Oleh UMAR MUKHTAR, RATNA AJENG TEDJOMUKTI

JAKARTA -- Kasus perceraian di Indonesia terbilang tinggi. Setidaknya ada 516 ribu pasangan yang bercerai setiap tahun. Di sisi lain, angka pernikahan justru mengalami penurunan. Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama Prof Dr Kamaruddin Amin menjelaskan, jumlah perceraian terbilang fantastis.

"Ada kenaikan angka perceraian di Indonesia, menjadi 516 ribu setiap tahun. Sementara, angka pernikahan semakin menurun, dari 2 juta menjadi 1,8 juta peristiwa nikah setiap tahun," kata dia dalam agenda Rakornas Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) 2023, di Jakarta, Kamis (21/9/2023).

Kamaruddin mengatakan, tingginya angka perceraian membutuhkan keterlibatan semua pihak, termasuk dari lembaga filantropi, seperti Badan Amil Zakat Nasional (Baznas). "Kalau ada 516 ribu pasang yang bercerai setiap tahun, itu artinya kita melahirkan jutaan anak-anak yatim setiap tahun," tuturnya.

photo
Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Saadi (tengah) bersama Ketua MUI KH Abdullah Jaidi, Ketua Komisi VIII DPR Ashabul Khafi, Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama Kamaruddin Amin dan Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar (dari kiri ke kanan) bersiap memulai sidang isbat di Jakarta, Ahad (18/6/2023). Pemerintah menetapkan Hari Raya Iduladha 1444 Hijriyah jatuh pada Kamis (29/6/2023), berdasarkan pemantauan atau rukyatul hilal yang dilaksanakan pada 99 titik di Indonesia. - (Republika/Putra M. Akbar)

Menurut dia, perceraian tersebut juga melahirkan 516 ribu duda dan janda setiap tahun di Indonesia. Dia mengungkapkan, fakta tersebut akan menimbulkan masalah sistemis sehingga perlu ada bimbingan atau konsultasi keluarga dari para penghulu di seluruh wilayah Indonesia dan juga penyuluh-penyuluh agama.

Kamaruddin melanjutkan, Ditjen Bimas Islam Kemenag memiliki program Bimbingan Perkawinan Pranikah Bagi Calon Pengantin (Bimwincatin). Program tersebut merupakan program yang sangat penting untuk memberikan edukasi kepada mereka yang hendak menikah. "Karena mereka yang ingin menikah ini ternyata tidak semuanya siap, belum paham tentang keluarga, belum siap menjadi suami atau istri, dan belum paham tentang manajemen keuangan, kesehatan reproduksi, sehingga berpotensi melahirkan generasi stunting, yang sangat berpotensi untuk bercerai," katanya.

Kamaruddin juga menuturkan, pernikahan dini, stunting, dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sangat berpotensi terjadi jika calon pengantin tidak memiliki wawasan tentang keluarga. Karena itu, ia menilai perlunya sinergi dan kolaborasi antara Baznas dan LAZ untuk mengatasi sejumlah persoalan makro keluarga Indonesia yang berkorelasi dengan ketahanan nasional.

photo
Pengantin menyerahkan mahar atau mas kawin dengan uang tunai Rp77 ribu saat melakukan prosesi akad pernikahan pada gelaran akad dan sidang isbat nikah massal gratis di Kecamatan Pahandut, Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Senin (15/8/2022). Pemkot Palangka Raya memfasilitasi kegiatan tersebut bertujuan untuk meringankan beban masyarakat kurang mampu dalam mendapatkan legalitas dan administrasi pernikahan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. - (ANTARA FOTO/Makna Zaezar)

"Ini demi meningkatkan kualitas keluarga-keluarga di Indonesia. Saya kira teman-teman Baznas juga bisa mengambil porsi untuk berkontribusi memitigasi atau mengurangi sejumlah masalah-masalah keluarga yang terjadi di Indonesia," ujar dia.

Di sisi lain, Ketua Umum Badan Penasihat Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) Prof KH Nasaruddin Umar menjelaskan bahwa banyak undang-undang dirumuskan untuk mencegah kekerasan dalam rumah tangga atau mengurangi kasus KDRT namun tidak berhasil. "Undang-undang melarang pernikahan usia muda. Nyatanya undang-undang yang ada tidak mengurangi pernikahan usia muda dampaknya perceraian didominasi oleh pasangan usia muda yang di bawah lima tahun pernikahan,"ujar dia di dalam sebuah webinar beberapa waktu lalu.

Dengan demikian, Imam Besar Masjid Istiqlal tersebut berkesimpulan, penguatan perempuan dengan hukum tidaklah cukup. Tetapi, perlu adanya pendekatan sosiologis, antropologis, dan tak kalah penting pendekatan keagamaan. Salah satunya, dia menyarankan perlunya merevisi fikih yang cocok untuk diterapkan di Indonesia. Menurut dia, hal tersebut terkait bagaimana penjelasan kepemimpinan yang tak hanya melibatkan laki-laki sebagai pemimpin juga seorang wanita. Demikian juga laki-laki yang melakukan kekerasan karena berlindung dalam ayat Alquran yang seakan-akan melegalkan suami dapat menghukum istri dengan tindakan kekerasan.

photo
Lamban Menikah, Mudah Berpisah. Probabilitas Pernikahan dan Perceraian di Masyarakat Muslim Indonesia 2000-2021. Diolah IDEAS - (IDEAS/Dialektika Republika)

Selain itu, dia menegaskan, Alquran berbicara tentang negara dan masyarakat tidak hanya dalam 10 ayat, tetapi justru sekitar 500 ayat membahas tentang penguatan rumah tangga. Setidaknya ada 1.500 pasangan yang bercerai karena suaminya murtad sehingga istri tak lagi bersedia dipimpin oleh orang yang tidak satu agama.

Meski demikian, dia menjelaskan, penyebab utama perceraian hingga 55 persen jumlahnya adalah karena percekcokan. Meski perceraian akibat KDRT hanya 6.000-an, angkanya makin meningkat dari tahun ke tahun. "Sebanyak 80 persen perceraian adalah pasangan usia muda dengan penyebab yang berbeda, termasuk karena poligami, penjara, judi, dan politik. Selain itu, 67 persen di antaranya adalah cerai gugat istri kepada suami," ujar dia.

Nasaruddin pun berpesan, penguatan ketahanan keluarga ini penting dilakukan agar perceraian tidak terus mengalami peningkatan. Dia mengimbau kepada pasangan agar jangan hanya karena keegoisan semata, anak kemudian menjadi korban. Nasaruddin mengatakan, konseling untuk ketahanan keluarga menjadi sangat penting di tengah kasus perceraian yang makin tinggi di Indonesia.

Menurut dia, kerapuhan perkawinan dan ketahanan keluarga yang tecermin antara lain dari tingginya angka perceraian mengharuskan BP4 dan organisasi lain yang sejenis makin menggiatkan bimbingan perkawinan bagi calon pengantin, mengembangkan layanan penasihatan dan konseling keluarga serta mediasi terhadap suami-istri yang mengajukan gugatan perceraian di Pengadilan Agama. "Dukungan organisasi keagamaan, dai, dan tokoh agama harus lebih proaktif dalam menyuarakan dan mengampanyekan pentingnya penguatan ketahanan keluarga," ujar dia.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat