
Refleksi
Maulid Nabi: Bukan Semata HUT
Memberi bantuan, pertolongan melalui syafaat adalah hak Rasulullah SAW.
Oleh KH HASYIM MUZADI
Tulisan sengaja dibuat sebagai bentuk syukur atas datangnya maulid Nabi. Tidak lebih. Sebab, bagi penulis, mensyukuri karunia dan anugerah Allah, beragam caranya. Salah satunya dengan mengenang, mengingat, serta menghidupkan kebiasaan tokoh yang kita hormati dan junjung tinggi ajarannya ini.
Sejarah mencatat, Nabi Muhammad SAW lahir pada Senin, 12 Rabiul Awal atau 20 April 571 Masehi. Umat Islam di belahan dunia manapun, selalu menunggu-nunggu datangnya tanggal istimewa itu.
Mereka bermaksud mengenang detik-detik dilahirkannya sesosok makhluk hidup paling mulia yang pernah Allah ciptakan. Inilah lentera hidup. Dialah anugerah dan rahmat terbesar yang Allah turunkan untuk alam semesta.
Beliau diutus untuk menerangi berbagai kegelapan, seperti kegelapan moral, intelektual, sosial, nurani, peradaban, dan tradisi sebagai akibat zaman jahiliyah. Itulah saat-saat di mana dunia mengalami kegelapan sempurna, sehingga dibutuhkan manusia sempurna untuk memperbaikinya. Nabi Muhammad SAW adalah orangnya. Kita ingin, tradisi peringatan maulid Nabi akan jadi isyarat kesyukuran kita kepada Allah SWT.
Kita berharap, berbagai rangkaian acara peringatan maulid Nabi akan jadi ibadah-dalam maknanya yang luas, atau paling kurang sebagai bentuk kecintaan kita kepada Rasulullah.
Hal ini penting kita tegaskan, karena dalam beberapa tahun terakhir, memperingati maulid Nabi dinilai sesat oleh sekelompok orang yang mengklaim diri paling otoritatif memurnikan ajaran Islam. Hanya karena tak ada di zaman Nabi, peringatan maulid dianggap bid'ah.
Karena dianggap bid'ah, maka pelakunya berada dalam kesesatan dan setiap kesesatan tempatnya di neraka. Bagi kelompok ini, pelaku peringatan maulid Nabi tak lebih dari gerombolan pemuja kemusyrikan karena telah mengultuskan individu Rasulullah.
Bagi mereka, kegiatan semacam ini harus ditinggalkan. Untuk itu, mereka mencari berbagai pembenaran dengan menukil dalil yang sengaja dicocok-cocokkan agar anjuran mereka seakan-akan dibenarkan syara' dan kegiatan maulidan sebagai larangan yang nyata.
Tulisan ini tidak akan adu argumen dan dalil terkait boleh tidaknya kita mengenang kelahiran Rasulullah. Karena, bagi penulis dan mayoritas umat Islam di Indonesia, memperingati maulid Nabi hanya alat, cara, dan perantara yang akan mendekatkan jarak antara kita dan Rasulullah.
Maulid Nabi adalah wahana bagi kita untuk mendekatkan ruang komunikasi antara kita dan orang yang kita harapkan kelak menemani perjalanan kita menuju Allah SWT.
Maulid Nabi adalah wahana bagi kita untuk mendekatkan ruang komunikasi antara kita dan orang yang kita harapkan kelak menemani perjalanan kita menuju Allah SWT. Perantara apakah yang mungkin kita gunakan bersua dengan-Nya kelak?
Maulidun Nabi bukan semata HUT sebagaimana kita saksikan dalam kehidupan sehari-hari. Maulidun Nabi adalah satu hal yang niscaya kita lakukan karena kita memang perlu melakukannya.
Nabi SAW sering melakukan puasa di hari Senin karena pada hari itulah beliau dilahirkan. Kalau beliau saja memuliakan hari kelahiran beliau dengan ibadah puasa dan bersyukur, apakah salahnya jika kita sebagai pengagumnya melakukan hal yang sama?
Yakinlah bahwa kelak tak ada di antara kita yang dapat mengandalkan amal kita saat terjadi pertemuan dengan Allah di akhirat. Hati yang jujur dan nurani yang tulus tak akan kuasa berkata bahwa hanya amalan kita yang akan menyelamatkan diri dari dahsyatnya Hari Perhitungan.
Sungguh angkuh dan sombong, jika kita telah menetapkan sendiri parameter bagi kelolosan kita dari sergapan api neraka. Dalam banyak hadis disebutkan, ampunan Allah sering turun dengan perkenan syafaat Rasulullah.
Bukankah kita juga pernah dengar Sahabat Ali bin Abi Thalib melaporkan kepada kita bahwa sebuah doa akan terhijab sampai kita membedahnya dengan menyampaikan salam dan shalawat kepada Baginda Rasul? Bukankah saat akan menyampaikan taubatnya, Nabi Adam AS dianjurkan Allah SWT untuk mengawalinya dengan shalawat kepada Baginda Rasul? Menyebut-nyebut namanya dalam peringatan Maulid Nabi semata kita niatkan untuk membuka tirai penghalang antara kita dan Baginda Rasul.
Rasulullah sama sekali tidak membutuhkan salam dan shalawat dari kita karena maqam-nya di sisi Allah sudah sangat jelas. Beliau hanya ingin agar kita lebih mudah menyampaikan munajat kepada Allah sehingga tidak terhalang karena kita mengabaikan peran Rasul dalam membantu mengantarkan umat menuju Allah.
Memberi bantuan, pertolongan melalui syafaat adalah hak Rasulullah SAW. Kewajiban kita adalah berikhtiar agar masuk dalam kelompok orang yang akan mendapatkan syafaat dimaksud.
Kita hanya bisa berharap keselamatan melalui rahmat Allah ketika amal tidak akan berarti apa-apa di hadapan-Nya. Bukankah rahmat terbesar Allah ke alam semesta ini adalah Muhammad Rasulullah? ”Wama arsalnaka illa rahmatan lil 'alamina- Dan tidak Aku utus engkau selain sebagai rahmat bagi alam semesta.” Maka, silakan mereka melarang kita bersyukur dengan menggelar peringatan maulidan, karena kita sejujurnya memang sering butuh momentum untuk mengangkat himmah keagamaan kita.
Kalau maulidan dilarang, manaqiban dilarang, shalawatan dilarang, peringatan isra mikraj dilarang, muharaman dilarang, nuzulul quran dilarang, tahlilan dilarang, khataman dilarang, dan berbagai peringatan hari-hari besar Islam dilarang, maka pada saatnya Islam hanya akan tinggal ritualnya belaka.
Islam adalah isi dan bungkusnya sekaligus. Islam adalah dunia dan akhirat. Islam adalah ibadah sosial, individual, spiritual sekaligus. Mari terus menggemakan kecintaan kita kepada Rasul dengan memperingati Maulid Nabi. Wallahu a'lamu bish shawab.
Disadur dari Harian Republika edisi 12 Januari 2014. KH Hasyim Muzadi (1943-2017) adalah ketua umum PBNU periode 2000-2010.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Kesaksian Snouck Hurgronje akan Ramainya Maulid di Nusantara
Ketika maulid semua warga terutama di Tasikmalaya memperingatinya di rumah-rumah di masjid, di gedung desa
SELENGKAPNYAPerselisihan Ulama Seputar Maulid Nabi
Yang dihindari adalah kesalahan dalam maulid, bukan melarang menggelar maulid.
SELENGKAPNYABenarkah Tradisi Maulid Nabi Berasal dari Shalahuddin Al Ayyubi?
Mereka yang menolak berpendapat, tidak ditemukan catatan sejarah yang menerangkan Shalahudin menjadikan maulid nabi
SELENGKAPNYA