Ahmad Syafii Maarif | Daan Yahya/Republika

Refleksi

Enam Jenderal AD yang Terbunuh (II/Habis)

Baik DN Aidit maupun Syam adalah sosok sipil belaka, tetapi telah bermain di wilayah militer.

Oleh AHMAD SYAFII MAARIF

Kerumitan ini memang tak mudah diurai. Seorang Untung sebagai komandan lapangan ditengarai bukanlah yang punya otoritas memberikan perintah penculikan dan pembunuhan itu. Lalu siapa, DN Aidit bukan, Untung bukan?

Ada pendapat yang menjurus kepada Kepala Biro Khusus PKI: Syam Kamaruzzaman, sosok yang sampai sekarang masih misterius, sekalipun sangat dipercaya DN Aidit. Pertanyaannya, apakah Syam tak memperhitungkan, perbuatan makar itu akan menimbulkan gejolak politik nasional yang sulit dikendalikan. TNI AD bukanlah lawan seimbang bagi PKI.

Benarlah pendapat sejarawan Ong Hok Ham yang menyimpulkan, PKI pasca-G30S dilumpuhkan: "PKI ternyata hanya 'macan kertas'. Kekuatannya hanya permainan panggung. Akan tetapi, bersama kudeta yang dimulai Letkol Untung itu, Bung Karno pun tampak berakhir kekuasaannya." (Lih Ong Hoh Ham; Sukarno, Orang Kiri, Revolusi, dan G30S 1965. Depok: Komunitas Bambu, 2009, hlm 154).

Bahwa DN Aidit dan anggota AD yang telah dibina Syam ingin menyingkirkan para jenderal yang anti-PKI adalah fakta dengan cara berlindung di bawah wibawa Presiden Sukarno dan isu Dewan Jenderal.

Syam seorang sipil yang punya jaringan dalam membina anggota AD di berbagai provinsi. Tentang jaringan ini, ikuti tulisan Salim Said berikut ini: "…tatkala beraksi pada satu Oktober, tindakan para perwira di Jawa Tengah itu hanya bagian dari gerakan besar yang dirancang Biro Khusus PKI di Jakarta. Di kemudian hari, setelah penangkapan dan interogasi orang-orang Komunis yang militer maupun sipil, terbongkarlah sebagian besar jaringan Biro Khusus tersebut." 

Syam seorang sipil yang punya jaringan dalam membina anggota AD di berbagai provinsi.
   

"Mengenai jaringan tersebut, menarik untuk menyimak informasi yang saya dapatkan dari Brigjen TNI (Purn) DR Saafroedin Bahar, yang pernah menjadi hakim militer di Mahkamah Militer Kodam III/17 Agustus di Sumatra Barat. Proses pemeriksaannya berhasil membongkar jaringan Biro Khusus PKI di wilayah Sumatra Barat dan Tengah. 'Di Sumatra Barat, Kepala Biro Khusus adalah Baharuddin Hanafi, dengan wakilnya Jayusman alias Mamak. Di Riau, Ketua Biro Khusus adalah Mohammad Amin Zein. Mereka ini selalu berusaha secara sistematis memengaruhi perwira-perwira teras Kodam III/17 Agustus.

Mereka juga ikut dalam rapat-rapat Biro Khusus yang dipimpin DN Aidit', tulis Saafroedin Bahar lewat surat elektronik nya kepada saya pada April 2012. Informasi Saafroedin Bahar ini me mung kinkan kita menyimpulkan bahwa Biro Khusus PKI bekerja di semua instansi dan daerah militer." (Lih. Salim Said, Ibid., hlm 64).

Berdasarkan kegiatan jaringan Biro Khusus itu, tampaknya PKI memang merencanakan sesuatu yang besar untuk menguasai Indonesia. Berbagai isu politik dilontarkan, seperti perang terhadap setan desa, kabir (kapitalis birokrat), dan terakhir Dewan Jenderal yang akan melakukan kudeta terhadap pemerintahan Pemimpin Besar Revolusi (PBR).

Maka itu, kudeta Letkol Untung bertujuan untuk mendahului kudeta Dewan Jenderal agar kekuasaan PBR terselamatkan. Apakah dengan menculik anggota apa yang disebut Dewan Jenderal itu, mereka juga harus dibunuh? Siapa yang memerintahkan pembunuhan itu?

Salim Said cenderung pada peran kepala Biro Khusus PKI tanpa sepengetahuan DN Aidit. Jika hipotesis Salim ini benar, tingkat kerumitan masalahnya tak semakin kurang. Atau Syam Kamaruzzaman ini boleh jadi agen asing yang tak disadari DN Aidit.

Inilah perkiraan Salim Said: Berdasarkan informasi yang ada saat saya mengetik [2013] tulisan ini, sekali lagi, saya berkesimpulan, pembantaian para jenderal itu lebih meyakinkan sebagai akibat kepanikan prajurit di lapangan yang bersumber pada perencanaan yang kacau. Kendati demikian, saya tetap tidak menutup kemungkinan—jika kemudian diketemukan bukti—bahwa agen asing memegang peran penting di balik pembantaian para jenderal tersebut. Kalau kemudian terbukti ada peran agen asing di balik pembantaian tersebut, itu mungkin bisa menjadi dasar memperkuat kesimpulan Heru Atmodjo terhadap Syam yang dicurigainya berperan memimpin sebuah operasi militer yang dirancang untuk gagal. (Ibid., hlm 96). 

Baik DN Aidit maupun Syam adalah sosok sipil belaka, tetapi telah "bermain" di wilayah militer.
   

Selanjutnya, Salim menulis: "Kecuali kita mendapatkan bukti ini, maka operasi Gestapu tidak bisa disebut sebagai dirancang untuk gagal. Untuk waktu sekarang ini, kegagalan operasi militer Gestapu pimpinan Syam, bagi saya, lebih merupakan akibat petualangan dan kecerobohan kepala Biro Khusus PKI, yang memimpin operasi Gestapu tanpa pengetahuan dan pengalaman memimpin operasi militer." (Ibid.).

Baik DN Aidit maupun Syam adalah sosok sipil belaka, tetapi telah "bermain" di wilayah militer. Akhirnya, untuk sementara, dalam menyikapi keruwetan sejarah ini, izinkan saya menginjakkan kaki di wilayah meta sejarah.

Konstruksinya bisa berbunyi berikut ini: "Melalui kecerobohan Syam Kamaruzzaman di lapangan, Kekuatan Gaib memang menghendaki pergantian sebuah rezim. Tetapi, pembantaian biadab terhadap enam jenderal, dua perwira menengah, dan satu perwira muda akan tetap menjadi teka-teki yang mewariskan rasa duka yang panjang." 

Tulisan ini disadur dari Harian Republika edisi 11 Januari 2022. Buya Ahmad Syafii Maarif (1935–2022) adalah ketua umum PP Muhammadiyah pada periode 1998-2005.

PKI dan Rekonsiliasi

Kita harus memberi informasi yang benar serta berimbang terhadap apa yang terjadi.

SELENGKAPNYA

Sejarah Pemberontakan PKI 1948

Banyak ulama dan santri yang gugur dalam peristiwa pemberontakan kaum komunis ini.

SELENGKAPNYA

Eks Waka BIN: Simpatisan PKI Cari Celah Persoalkan Kasus 1965

Mereka meminta negara mengungkapkan kebenaran dan meminta maaf.

SELENGKAPNYA

Ikuti Berita Republika Lainnya