Seorang melihat video dalam acara malam Solidaritas dan Doa Bersama Untuk Rempang di Gedung Pusat Dakwah PP Muhammadiyah, Jakarta, Jumat (15/9/2023). | Republika/Prayogi

Nusantara

Pemerintah Terus Bujuk Warga Rempang

Pemerintah bertekad merebut investasi untuk Pulau Rempang.

JAKARTA -- Menteri Investasi atau Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyatakan bahwa rencana pemerintah untuk merelokasi warga  warga Pulau Rempang ke Pulau Galang, Batam, Kepulauan Riau akan terus dilanjutkan. Merespon protes sebagian warga Rempang yang menolak pemindahan, ia mengingatkan agar penanganan di lapangan harus dilakukan dengan tidak menggunakan kekerasan.

“Proses penanganan rempang harus dilakukan dengan cara-cara yang soft, yang baik. Tetap kita memberikan penghargaan kepada masyarakat yang memang sudah secara turun-temurun berada di sana," ujar Bahlil dalam keterangan, Senin (18/9/2023). Menurutnya, harus ada komunikasi yang baik. 

Hal tersebut dikatakannya usai mengadakan Rapat Koordinasi Percepatan Pengembangan Investasi Ramah Lingkungan di Kawasan Pulau Rempang bersama Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Menteri Dalam Negeri, Wakil Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Wakapolri), Wakil Jaksa Agung, Gubernur Kepulauan Riau, Wali Kota Batam, dan pejabat daerah yang tergabung dalam Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Kepulauan Riau dan Kota Batam pada Ahad siang (17/9/2023).

Koordinasi itu dilakukan menindaklanjuti arahan Presiden Joko Widodo untuk menyelesaikan masalah di Pulau Rempang. Pulau Rempang dengan luas mencapai 17 ribu hektare akan direvitalisasi menjadi sebuah kawasan yang mencakup sektor industri, perdagangan, hunian, dan pariwisata yang terintegrasi. 

photo
Menteri Investasi atau Kepala Badan Koordinator Penanaman Modal Bahlil Lahadalia menjawab pertanyaan wartawan di Hotel Shangri-La, Jakarta, Rabu (24/5/2023). - (Republika/Iit Septyaningsih)

Inisiatif tersebut bertujuan meningkatkan daya saing Indonesia di kawasan Asia Tenggara. Pada tahap awal, kawasan ini sudah diminati oleh perusahaan kaca terbesar di dunia asal China yaitu Xinyi Group yang berencana akan berinvestasi senilai 11,5 miliar dolar AS atau setara Rp 174 triliun sampai 2080.

“Total area itu kan 17 ribu (hektare) tapi dari 17.000 (hektare) lebih itu kan ada sekitar 10.000 hektare itu kawasan hutan lindung yang nggak bisa kita apa-apain. Jadi areanya itu kurang lebih sekitar 7.000 (hektare) yang bisa dikelola, untuk kawasan industrinya, tahap pertama itu kita kurang lebih sekitar 2.000-2.500 hektare,” tutur dia.

Terkait penyiapan lahan pergeseran pemukiman warga, Bahlil menyatakan bahwa pemerintah akan menyiapkan hunian baru untuk 700 kepala keluarga (KK) yang terdampak pengembangan investasi di tahap pertama. Rumah tersebut akan dibangun dalam rentang waktu enam sampai tujuh bulan.

Sementara menunggu waktu konstruksi, warga akan diberikan fasilitas berupa uang dan tempat tinggal sementara. “Pertama, pemerintah telah menyiapkan tanah seluas 500 meter persegi per Kepala Keluarga," jelas dia.

photo
Sejumlah warga melakukan aksi pemblokiran jalan di jembatan empat Rempang, Galang, Batam, Kepulauan Riau, Senin (21/8/2023). Aksi pemblokiran tersebut terkait rencana pengembangan seluas 17.000 hektare lahan Pulau Rempang menjadi kawasan ekonomi baru. - (Antara/Teguh Prihatna)

Kedua, yaitu rumah dengan tipe 45 yang nilainya kurang lebih sekitar Rp 120 juta. Lalu ketiga, uang tunggu transisi sampai rumahnya jadi, per orang sebesar Rp 1,2 juta dan biaya sewa rumah Rp1,2 juta. Termasuk juga dengan tanam tumbuh, keramba ikan, dan sampan di laut. 

"Semua ini akan dihargai secara proporsional sesuai mekanisme dan dasar perhitungannya. Jadi yakinlah bahwa kita pemerintah juga punya hati,” kata dia.

Dalam kesempatan sama, Menteri ATR/Kepala BPN Hadi Tjahjanto mengatakan akan langsung diberikan sertifikat hak milik (SHM) untuk tempat tinggal warga yang mengalami pergeseran dari 16 titik Kampung Tua Pulau Rempang. “ATR/BPN ingin langsung menyerahkan sertifikat. Jadi ketika sudah ditentukan di 16 titik, kita ingin menyerahkan sertifikat, sambil melakukan proses pembangunan dan diawasi oleh pemilik," jelasnya.

Kementerian, kata dia, juga sudah sampaikan sertifikat tersebut agar disamakan dengan sertifikat 37 kampung tua yang sudah diserahkan. Itu dengan status SHM yang tidak boleh dijual, harus dimiliki oleh masyarakat yang terdampak.

photo
Sejumlah warga melakukan aksi pemblokiran jalan di jembatan empat Rempang, Galang, Batam, Kepulauan Riau, Senin (21/8/2023). Aksi pemblokiran tersebut terkait rencana pengembangan seluas 17.000 hektare lahan Pulau Rempang menjadi kawasan ekonomi baru. - (Antara/Teguh Prihatna)

Di luar pemenuhan hak masyarakat yang harus terus dikedepankan, Bahlil menambahkan, rencana investasi di Rempang harus tetap berjalan demi kepentingan rakyat. Menurutnya, investasi tersebut diperlukan untuk menggerakkan roda ekonomi dan penyerapan tenaga kerja.

“Investasi itu bukan seperti menanam buah dari sebuah pohon. Kita ini berkompetisi. FDI (Foreign Direct Investment/Penanaman Modal Asing) global terbesar itu sekarang ada di negara tetangga, bukan di negara kita. Ini kita ingin merebut investasi untuk menciptakan lapangan pekerjaan," tutur dia.

Maladministrasi

Sementara, Ombudsman RI menemukan adanya potensi maladministrasi yang dilakukan oleh Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (BP Batam) dan Pemerintah Kota Batam (Pemkot Batam) pada rencana relokasi warga Kampung Tua di Pulau Rempang.

Hal tersebut disampaikan Anggota Ombudsman RI, Johanes Widijantoro pada Senin (18/9/2023) di Kantor Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Sulawesi Utara.  "Ombudsman telah melakukan permintaan keterangan secara langsung kepada pihak-pihak yang terdampak, serta pemeriksaan lapangan terhadap keberadaan Kampung Tua dengan merujuk Surat Keputusan Walikota Batam Nomor 105/HK/III/2004 Tentang Penetapan Perkampungan Tua di Kota Batam,” kata Johanes dalam keterangannya pada Senin (18/9/2023).

Kerusuhan di Pulau Rempang, Kepulauan Riau, Kamis (7/9/2023). - (Dok Republika)  ​

Menurutnya, terdapat 16 Kampung Tua yang tersebar di Pulau Rempang, yakni Tanjung Kertang, Rempang Cate, Tebing Tinggi, Blongkeng, Monggak, Pasir Panjang, Pantai Melayu, Tanjung Kelingking, Sembulang, Dapur Enam, Tanjung Banun, Sungai Raya, Sijantung, Air Lingka, Kampung Baru dan Tanjung Pengapit.

Ombudsman memperoleh informasi BP Batam telah mencadangkan alokasi lahan Pulau Rempang sekitar 16.500 hektar. Lahan ini akan dikembangkan sebagai proyek Strategis Nasional 2023 menjadi kawasan industri, perdagangan, hingga wisata dengan nama Rempang Eco Park Pulau Rempang.

Terhadap pencadangan alokasi lahan atau rencana pengalokasian tersebut, menurut Johanes hal ini tidak sesuai ketentuan. Karena belum dikeluarkannya sertifikat Hak Pengelolaan Lahan (HPL) oleh Kementerian ATR/BPN kepada BP Batam. 

"Penerbitan HPL harus sesuai dengan mekanisme yang berlaku, salah satunya adalah tidak adanya penguasaan dan bangunan di atas lahan yang dimohonkan (clear and clean). Sepanjang belum didapatkannya sertifikat HPL atas Pulau Rempang maka relokasi warga menjadi tidak memiliki kekuatan hukum,” ujar Johanes.

Johanes dengan tegas menentang segala bentuk represifitas yang dilakukan aparat kepolisian dalam melakukan pengamanan di Pulau Rempang. Turunnya ribuan aparat disertai penggunaan gas air mata dalam merespons penolakan masyarakat justru akan menambah konflik menjadi semakin besar. 

Kerusuhan di Pulau Rempang, Kepulauan Riau, Kamis (7/9/2023). - (Dok Republika)  ​

Masyarakat di Pulau Rempang sangat terdampak dengan konflik yang terjadi akibat upaya relokasi masyarakat karena merasa terintimidasi.  "Ketakutan untuk melakukan pekerjaan sebagai nelayan maupun anak-anak yang takut bersekolah karena adanya aparat di perkampungan mereka," ujar Johanes. 

Berdasarkan penelusuran Ombudsman, masyarakat di 10 Kampung Tua yang ada di Pulau Rempang mendukung dilakukannya investasi di Pulau Rempang, namun menolak dilakukan relokasi. Mereka lebih mendukung apabila dilakukan penataan Kampung Tua dengan pengembangan investasi.

“Sosialisasi yang dilakukan BP Batam masih tergolong belum masif dan butuh waktu yang lebih lama untuk berupaya meyakinkan masyarakat mau direlokasi atau berdialog untuk mencari jalan tengah,” ujar Johanes. 

Selain itu, ada dugaan jika sosialisasi yang dilakukan tidak tepat sasaran sehingga berdasarkan temuan Ombudsman, warga Rempang minim yang mendaftar untuk relokasi. 

photo
Sejumlah petugas yang tergabung dalam Tim Terpadu berjaga di pos pengamanan jembatan Empat Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau, Jumat (8/9/2023). Tim Terpadu mendirikan tujuh pos pengamanan pascaaksi pemblokiran jalan oleh warga terkait pengembangan Pulau Rempang menjadi kawasan ekonomi baru dan rencana relokasi 16 kawasan kampung tua. - (ANTARA FOTO/Teguh Prihatna)

Selanjutnya, Ombudsman akan meminta klarifikasi kepada BP Batam, Pemerintah Kota Batam, Kementerian Investasi/BKPM, Tim Percepatan Pengembangan Pulau Rempang serta pihak terkait lainnya. Selanjutnya, akan diterbitkan Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) berupa Tindakan Korektif untuk dilaksanakan pihak Terlapor. 

“Proyek Strategis Nasional perlu memperhatikan mekanisme dan tahapan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2021 tentang Pengadaan Tanah Bagi Kepentingan Umum. Untuk itu Ombudsman akan melakukan proses pemeriksaan apakah pembangunan Rempang Eco City sudah dilakukan sesuai dengan tahapan pada aturan tersebut atau tidak,” ujar Johanes.

Ombudsman juga akan mendalami penguasaan fisik bidang tanah masyarakat yang sudah puluhan tahun berada di Pulau Rempang, apakah ada unsur kelalaian negara yang tidak memberikan akses kepada masyarakat untuk mendapatkan hak milik di tanah yang sudah turun temurun ditempati.

Pemerintah Gusur Paksa Rakyatnya, Apa Pendapat Ulama?

Penggusuran harus dipastikan memang demi kepentingan umum, bukan pribadi.

SELENGKAPNYA

NU-Muhammadiyah: Musyawarahkan Rempang

PBNU meminta pemerintah tidak memakai pendekatan koersif.

SELENGKAPNYA

Ikuti Berita Republika Lainnya