
Mujadid
Mengenal al-Jahiz, Penemu Teori 'Rantai Makanan'
Al-Jahiz tidak hanya menekuni zoologi, tetapi juga teologi dan kemasyarakatan.
Islam sangat mendukung perkembangan ilmu pengetahuan. Alquran bahkan banyak mengandung ayat yang menjadi dasar lahirnya keilmuan. Maka, tak heran bila peradaban Islam mencatat banyak ilmuwan yang karya-karyanya terus menjadi rujukan para pembelajar hingga kini.
Satu contoh yang bisa disebutkan di sini adalah al-Jahiz, seorang cendekiawan Muslim yang hidup pada abad kesembilan Masehi. Karya monumentalnya, Kitab al-Hayawan (Buku tentang Fauna), terdiri dari tujuh volume. Di dalamnya, terdapat penjabaran yang bernas mengenai lebih dari 350 spesies hewan dan dilengkapi dengan gambar-gambar ilustrasi. Alhasil, sang penulis menorehkan prestasi sebagai ahli zoologi Islam pertama di dunia. Sejumlah penemuannya bahkan dinilai cukup fenomenal.
Sebut saja, teori "rantai makanan." Ia adalah orang pertama yang merumuskan teori tersebut. Dalam Kitab al-Hayawan, al-Jahiz membuat deskripsi bahwa dalam kenyataan, di antara makhluk hidup ada yang diburu dan ada yang memburu. Interaksi mereka menghasilkan semacam siklus.
“Nyamuk mencari makanan mereka, yang mereka tahu berdasarkan insting mereka (makanan itu) adalah darah. Begitu mereka melihat gajah, kuda nil atau hewan lain, mereka tahu bahwa kulit telah dibentuk untuk melayani mereka sebagai makanan. Mereka hinggap di atasnya, dan menusukan giginya sampai yakin bahwa kedalaman (giginya) telah cukup untuk menghisap darah.
Lalat pun begitu. Walaupun mereka hinggap pada makanan (bukan kulit), pada intinya mereka melakukan hal yang sama dengan nyamuk. Kesimpulannya, semua hewan tidak bisa bertahan tanpa makanan. Di antara mereka, ada yang (mendapatkan makanan) dengan berburu hewan. Dan ada yang diburu.”
Watak gigih
Kendati lahir dari keluarga miskin, al-Jahiz beruntung karena hidup pada periode transmisi ilmu Yunani ke Arab dan periode perkembangan sastra prosa Arab. al-Jahiz berpartisipasi dalam kedua periode itu. Apalagi, orang tuanya juga sangat mementingkan pendidikan. Berkat pengajaran mereka, lelaki kelahiran Basrah (Irak) ini bisa membaca dan menulis pada usia dini.
Sang ilmuwan pernah bercerita bahwa pada suatu hari ibunya menunjukkan beberapa buku kepadanya sambil mengatakan, “Dengan cara itulah nantinya engkau akan mencari nafkah.” Maknanya, sang buah hati diarahkan agar giat belajar sejak kecil agar kelak menjadi mandiri dan mapan. Kondisi yang serbakekurangan memang menuntutnya untuk siap menjadi tulang punggung penopang keluarga.
Pada usia 20 tahun, al-Jahiz sudah bekerja demi membantu perekonomian kedua orang tuanya. Ia menjual ikan di sepanjang kanal Basrah. Walau begitu, pria kelahiran tahun 776 Masehi ini tak pernah lalai dalam menuntut ilmu.
Dia senantiasa berkumpul dan berdiskusi dengan para pemuda di masjid utama Basrah. Lewat diskusi tersebut, berbagai ilmu pengetahuan dikaji. Perlu diketahui, pada masanya, kota ini termasuk pusat intelektual utama di dunia, bersaing dengan Kufah.

Kala itu, Kekhalifahan Abbasiyah berada dalam masa keemasan budaya, ilmu pengetahuan, serta pendidikan. Beragam buku sekaligus perpustakaan mudah pula ditemukan mana saja di seluruh wilayah daulah Islam ini. Dengan rajin membaca, al-Jahiz pun menjadi seorang pembelajar yang tangguh.
Secara keseluruhan, ia menempuh pendidikan selama 25 tahun. Dalam waktu seperempat abad tersebut, banyak ilmu yang dikuasainya meliputi filologi Arab, leksikografi, sastra, sejarah, ilmu Alquran, hadis, serta zoologi.
Al-Jahiz memang dikenal sangat cerdas juga haus ilmu. Bukan hanya rutin menghadiri kuliah-kuliah umum, ceramah-ceramah, dan berdikusi. Ia juga turut membaca buku-buku terjamahan hasil karya bangsa Yunani.
Begitu dewasa, ia memulai kariernya sebagai serorang juru tulis di Basrah. Selanjutnya, al-Jahiz hijrah ke Baghdad yang saat itu merupakan ibu kota Abbasiyah.
Kepindahannya diawali oleh esai tentang institusi kekhalifahan yang ditulisnya. Karyanya itu menarik perhatian raja ketujuh Abbasiyah, Khalifah al-Ma'mun. Sepanjang hidupnya, al-Jahiz sudah menulis sekitar 200 buku. Di antaranya mengenai zoologi, tata bahasa Arab, puisi, dan lainnya. Hanya, kini hanya sekitar 30 judul yang masih bisa ditemukan.

Mengkaji bangsa-bangsa
Ensiklopedi Islam menyatakan, al-Jahiz ikut mengembangkan studi sejarah dan demografi bangsa-bangsa. Ia menulis beberapa karya tentang bangsa Arab, Persia, dan Turki, antara lain: Kitab al-‘Arab wa al-Mawali (Buku tentang Bangsa Arab dan Para Budak [Persia]), Kitab al-‘Arab wa al-‘Ajam (Buku tentang Bangsa Arab dan Orang non-Arab), dan sebuah makalah Risalah fi Fadha’il al-Atrak (Makalah tentang Keutamaan Bangsa Turki).
Dalam karyanya ini ia menyebutkan sumbangan peradaban dari setiap bangsa tersebut yang merupakan mayoritas penduduk ibukota, Baghdad dan Samarra. Namun, kedua buku tersebut terdahulu tidak ditemukan lagi, dan hanya diketahui dari beberapa buku sejarah yang mengutip pendapatnya dari kedua buku itu.
Al-Jahiz adalah seorang pendukung peradaban Arab yang bersemangat. Namun, ia juga berpendapat bahwa bangsa Turki merupakan tonggak politik Islam setelah bangsa Arab dan Persia. Dalam bidang ini, ia juga menulis sebuah buku yang berjudul Kitab al-Buldan (Buku tentang Negeri-Negeri).
Dalam karyanya ini, ia memaparkan keistimewaan kota-kota besar, seperti Makkah, Madinah, Kufah, dan Damaskus. Namun, dalam yang menjadi perhatiannya ialah karakteristik penduduk masing-masing kota itu, bukan detail fisik bangunan yang ada di dalamnya.
Ia (al-Jahiz) dikenal sebagai tokoh yang mengikuti aliran Mu'tazilah.
Al-Jahiz pun memberi perhatian pada bidang teologi. Dalam hal ini, ia dikenal sebagai tokoh yang mengikuti aliran Mu’tazilah. Berbeda dengan golongan Asy‘ariyah, aliran ini sangat mempercayai hukum alam. Itu tidak jauh berbeda dengan pemahaman kelompok naturalis, yakni bahwa setiap benda atau materi mempunyai karakteristik naturalnya masing-masing.
Dengan demikian, dalam pandangan al-Jahiz, perbuatan jasmani manusia timbul sesuai dengan kehendak yang ada dalam diri mereka. Dengan perkataan lain, manusia sebenarnya tidak bebas kecuali dalam menentukan kehendaknya. Pendapatnya ini belakangan dikenal sebagai aliran naturalisme.
Panduan Lengkap Cara Menggunakan Claude AI
Anda dapat bertanya kepada Claude tentang topik terkini, dan ia akan memberikan informasi terbaru.
SELENGKAPNYATerjerat Pinjol demi Hedon
Sekitar 60 persen pengguna pinjol berusia antara 19 hingga 24 tahun.
SELENGKAPNYAPercantik Ruangan Namun Berpotensi Menyimpan Penyakit
Karpet dapat memerangkap debu, kotoran, bulu hewan peliharaan, dan alergen.
SELENGKAPNYA