Penjual makanan melintas di dekat dinding bermural di kawasan Tempurejo, Surabaya, Jawa Timur, Selasa (7/9/2021). Mural tersebut sebagai sarana imbauan kepada masyarakat terhadap bahaya pinjaman daring atau | ANTARA FOTO/Didik Suhartono/hp.

Gaya Hidup

Terjerat Pinjol demi Hedon

Sekitar 60 persen pengguna pinjol berusia antara 19 hingga 24 tahun.

Kehadiran pinjaman online (pinjol) memang telah mengubah akses masyarakat Indonesia terhadap konsep perkreditan. Sayangnya, tren ini tidak selalu sejalan dengan pertumbuhan literasi keuangan di kalangan penduduknya, terutama di kalangan dewasa muda. 

Saat ini, populasi dewasa muda Indonesia sering kali terjebak oleh kecenderungan impulsif atau keinginan akan kepuasan instan. Hal ini kemudian mendorong mereka mengejar pinjaman yang cepat dan mudah tanpa mempertimbangkan risiko yang terkait.

Ada banyak faktor yang menyebabkan muda-mudi Indonesia terjebak dalam utang. Nailul Huda, peneliti Center of Digital Economy and SME INDEF, mengatakan mayoritas usia muda terjerat pinjol karena ingin memenuhi gaya hidup semata, seperti membeli pakaian, gawai, traveling, dan konser.

Kronologi Kasus Penipuan Pinjol Mahasiswa IPB - (Republika)

  ​

Perilaku konsumtif di usia muda saat ini, sebenarnya bukanlah kebutuhan. “Jadi banyak leisure, traveling, gawai, konser musik, dan sebagainya, anak-anak muda ini kan adaptasi internetnya tinggi seiring perkembangan teknologi. Tapi, pinjol bukan untuk makan sehari-hari atau beli kebutuhan pokok,” kata Nailul dalam acara bersama GajiGesa, Senin (11/9/2023).

Faktor lain yang memicu peningkatan prevalensi pinjaman daring di kalangan dewasa muda Indonesia adalah perubahan perilaku dari generasi sebelumnya ke generasi muda saat ini. Kemajuan teknologi yang terus berlanjut selama bertahun-tahun, telah memainkan peranan penting dalam membentuk praktik keuangan dari berbagai generasi.

Secara historis, generasi yang lebih tua cenderung menghindari utang, bahkan untuk pembelian besar seperti mobil. Sebaliknya, generasi yang lebih muda, seperti Generasi X dan Z lebih terbuka untuk berutang demi memenuhi hasrat gaya hidup, seperti menghadiri konser dan pergi berlibur.

photo
Pekerja menunjukan aplikasi pinjaman online AdaModal usai penggerebekan kantor jasa pinjaman online oleh Dit Reskrimsus Polda Metro Jaya di Cipondoh, Tangerang, Banten, Ksmis (14/10/2021). Dalam penggerebekan tersebut polisi mengamankan 56 orang karyawan yang bekerja di bagian penawaran hingga penagihan. - (ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal)

Anak muda pun, lanjut Nailul, sekarang terjebak dengan kebiasaan pengeluaran yang berlebihan, tekanan ekonomi, pembiayaan pendidikan, dan tingkat literasi pinjaman yang rendah. Selain itu, gaya hidup juga menjadi faktor penting yang menyebabkan masalah utang, yang tidak hanya berdampak pada kalangan dewasa muda, tetapi juga masyarakat pada umumnya.

Pinjaman daring, kini tumbuh pesat di Indonesia, tepatnya meningkat 71 persen pada Desember 2022, akibat dari lonjakan belanja daring pascapandemi. Terutama di kalangan pemuda yang cenderung konsumtif.

Pada Juni 2023, pinjaman rata-rata untuk pemuda di bawah 19 tahun mencapai Rp 2,3 juta, sementara untuk usia 20-34 tahun adalah Rp 2,5 juta, padahal pendapatan rata-rata pemuda hanya Rp 2 juta per bulan. 

Nailul mengatakan masalah ini semakin memprihatinkan karena pendapatan pemuda lebih rendah daripada utang mereka dari pinjaman online. Artinya, hidup para anak muda ini sama seperti pribahasa ‘lebih besar pasak daripada tiang’. “Oleh karena itu, diperlukan tindakan konkret untuk mengatasi maraknya pinjaman online ilegal,” kata dia.

Belum ada data pasti bagaimana perbandingan di perdesaan ataupun perkotaan terkait perilaku meminjam ke pinjol. Menurut Nailul, kendati di perkotaan tetap bahaya, di perdesaan juga tak kalah berbahaya karena literasi keuangan mereka pun relatif lebih rendah.

Urgensi Literasi

Kehadiran pinjol, kini dinilai semakin meresahkan karena menyasar usia muda. Pinjol telah menjadi fenomena yang semakin umum dalam era digital, terutama di kalangan generasi muda. 

Dr Tauhid Ahmad, executive director INDEF, mengatakan sekarang banyak usia muda terjerat pinjol, termasuk para mahasiswa yang bersikap di luar akal sehat. Bahkan, akibat terjerat pinjol ini, ada yang sampai menyebabkan kematian. “Jadi luar biasa ini fenomena gunung es hanya sedikit yang ketahuan dan ditemukan, tapi di dalamnya luar biasa banyak,” kata Tauhid dalam kegiatan yang sama.

Menurut data dari Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), 60 persen pengguna pinjol berusia antara 19 hingga 24 tahun. Bukan untuk memenuhi kebutuhan, pemanfaatan pinjol sepertinya banyak digunakan untuk memenuhi kebutuhan gaya hidup. Sementara, data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat lebih dari 60 persen pinjol digunakan untuk membeli gawai, pakaian, dan tiket konser.

Para mahasiswa juga diduga terpapar informasi investasi online ilegal sehingga menarik informasi pinjol ilegal. Selain itu, sejumlah platform besar besar saat ini juga sangat mudah mencairkan pinjaman Paylater. 

Kemudahan peminjaman ini membuat para mahasiswa ganpang membeli barang konsumtif. Sementara ibu rumah tangga (IRT) juga bisa tersangkut pinjol karena masalah ekonomi. Mereka memakai layanan paylater yang kerap diiklankan murah padahal berbunga tinggi. 

Tauhid menjelaskan dari data Juli 2023 pada fintech peer to peer (P2P) lending, pertumbuhan outstanding pembiayaan meningkat menjadi 22,41 persen yoy dibanding Juni 2023, yakni 18,86 persen, dengan nominal mencapai Rp55,98 triliun. Jumlah yang tercatat tersebut tentunya adalah yang legal. “Untuk yang ilegal, saya yakin jumlahnya lebih besar karena banyak yang tidak terdeteksi OJK ataupun pihak regulasi lainnya,” kata dia melanjutkan.

Menurut data per Agustus 2023 dari Satuan Tugas Pemberantas Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas PAKI), ada setidaknya 288 pinjol ilegal dengan 145 konten pinjol di laman atau internet. Bukan hanya generasi muda, melainkan kalangan guru dan ibu rumah tangga (IRT) juga sudah banyak menggunakan pinjol.

Menurut Tauhid, tentu literasi pinjol menjadi urgen dilakukan karena fenomena ini sudah sangat meresahkan dan menurunkan produktivitas di lingkungan kerja. Dia menilai pada jangka panjang, akan ada risiko signifikan terhadap stabilitas keuangan generasi muda. 

Mereka mungkin akan mengalami kesulitan mengelola utang yang terus meningkat jika mereka tidak memahami, bagaimana suku bunga dan mekanisme pembayaran bekerja. 

 

 
Untuk yang ilegal, saya yakin jumlahnya lebih besar karena banyak yang tidak terdeteksi OJK ataupun pihak regulasi lainnya. 
 
DR TAUHID AHMAD, Executive Director INDEF. 
 
 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

UMKM Jangan Cari Modal ke Pinjol Ilegal

UMKM yang membutuhkan akses permodalan dapat memanfaatkan Securities Crowdfunding.

SELENGKAPNYA

Dema Dapat Kompensasi Rp 160 Juta dari Perusahaan Pinjol

Pihak kampus akan menjamin data para mahasiswa yang sebelumnya telah didaftarkan ke pinjaman online.

SELENGKAPNYA

Main Kripto, Utang Pinjol, Lalu Bunuh Junior

AAB (23) yang telah ditetapkan sebagai tersangka dan terancam hukuman mati.

SELENGKAPNYA

Pintar-Pintar Mengenali Ciri Pinjol Ilegal

Pinjol ilegal juga selalu memberikan iming-iming menarik mengenai bunga pinjaman.

SELENGKAPNYA