Idris Tawfiq (wafat 2016), seorang mantan pastor yang kemudian memeluk Islam. | dok about islam

Oase

Cerita Mantan Pastor Menemukan Islam

Idris Tawfiq menyadari, stigma yang selama ini didapatkannya tentang Islam adalah keliru total.

"Allah menyeru manusia ke Darussalam (surga), dan menunjuki orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus (Islam)" (QS Yunus: 25).

Ayat tersebut di atas menjelaskan bahwa Allah SWT akan memberikan hidayah (jalan kebaikan) kepada siapa saja yang dikehendakinya untuk memilih Islam. Tak peduli siapa pun. Baik dia budak, majikan, pejabat, bahkan tokoh agama non-Islam sekalipun.

Ayat tersebut, layak disematkan pada Idris Tawfiq, seorang pastor di Inggris yang akhirnya menerima Islam. Ia menjadi mualaf setelah mempelajari Islam dan melihat sikap kelemahlembutan serta kesederhanaan pemeluknya.

Sebelumnya, Idris Tawfiq adalah seorang pastor gereja Katholik Roma di Inggris. Mulanya, ia memiliki pandangan negatif terhadap Islam. Baginya saat itu, Islam hanya identik dengan terorisme, potong tangan, diskriminatif terhadap perempuan, dan lain sebagainya.

Namun, pandangan itu mulai berubah, ketika ia melakukan kunjungan ke Mesir. Di negeri Piramida itu, Idris Tawfiq menyaksikan ketulusan dan kesederhanaan kaum Muslimin dalam melaksanakan ibadah dan serta keramahan sikap mereka.

 

 
Sikap umat Islam ternyata sangat jauh bertolak belakang dengan stigma.

 

Ia melihat, sikap umat Islam ternyata sangat jauh bertolak belakang dengan stigma yang ia dapatkan selama ini di negerinya. Menurutnya, Muslimin justru sangat lembut, toleran, sederhana, dan ramah. Mereka memiliki sifat keteladanan yang bisa dijadikan contoh bagi umat agama lainnya.

Di Mesir, Tawfiq merasa mendapatkan kedamaian yang sesungguhnya. Awalnya hanya sebagai pengisi liburan, menyaksikan Piramida, unta, pasir, dan pohon palem. Namun, hal itu malah membawanya pada Islam dan membuat perubahan besar dalam hidupnya.

''Awalnya mau berlibur. Saya mengambil penerbangan carter ke Hurghada. Dari Eropa saya mengunjungi beberapa pantai. Lalu, saya naik bis pertama ke Kairo, dan menghabiskan waktu yang paling indah dalam hidup saya,'' tutur Idris Tawfiq, seperti dikutip About Islam edisi mengenang mubaligh ini.

"Saya menyaksikan orang-orang Islam beribadah dalam masjid mereka. Begitu ada suara panggilan shalat (azan--Red), mereka yang sebagian pedagang, segera berkemas dan menuju masjid. Indah sekali saya melihatnya,'' sambungnya.

Dari sinilah, pandangan Tawfiq berubah tentang Islam. ''Waktu itu, seperti warga Inggris lainnya, pengetahuan saya tentang Islam tak lebih seperti yang saya lihat di TV, memberikan teror dan melakukan pengeboman. Ternyata, itu bukanlah ajaran Islam. Hanya oknumnya yang salah dalam memahami Islam,'' tegasnya.

Ia pun mempelajari Alquran. Pelajaran yang didapatkannya adalah keterangan dalam Alquran yang menyatakan, "Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang beriman adalah orang Yahudi dan Musyrik. Dan sesungguhnya kamu dapati yang paling dekat persahabatannya dengan orang beriman adalah orang yang berkata, ''Sesungguhnya kami ini orang Nasrani.'' Yang demikian itu disebabkan di antara mereka itu terdapat pendeta-pendeta dan rahib-rahib, (juga) karena seungguhnya mereka tidak menyombongkan diri.'' (Al-Maidah ayat 82).

photo
Sebelum berislam, Idris Tawfiq sempat menjadi pastor dan kepala pendidikan keagamaan di beberapa sekolah di Inggris. - (dok facebook)

Ayat Alquran ini membuatnya berpikir keras. Baginya, Islam sangat baik, toleran. Justru, pihak lain yang memusuhinya. Inilah yang menjadi awal keislaman mantan pastor Inggris dan akhirnya menerima Islam.

Sepulang dari Mesir, Tawfiq masih menjadi penganut agama Katholik. Bahkan, ketika dia aktif mengajarkan pelajaran agama kepada para siswa di sebuah sekolah umum di Inggris, ia diminta mengajarkan pendidikan Studi agama.

''Saya mengajar tentang agama Kristen, Islam, Yudaisme, Buddha dan lain-lain. Jadi, setiap hari saya harus membaca tentang agama Islam untuk bisa saya ajarkan pada para siswa. Dan, di sana banyak terdapat siswa Muslim keturunan Arab. Mereka memberikan contoh pesahabatan yang baik, bersikap santun dengan teman lainnya. Dari sini, saya makin intens berhubungan dengan siswa Muslim,'' ujarnya.

Dan selama bulan Ramadhan, kata dia, dia menyaksikan umat Islam, termasuk para siswanya, berpuasa serta melaksanakan shalat tarawih bersama-sama. ''Hal itu saya saksikan hampir sebulan penuh. Dan, lama kelamaan saya belajar dengan mereka, kendati waktu itu saya belum menjadi Muslim,'' papar Tawfiq.

Dari sini kemudian Tawfiq mempelajari Alquran. Ia membaca ayat-ayat Alquran dari terjemahannya. Dan ketika membaca ayat 83 surah Al-Maidah, ia pun tertegun.

 
Ketika membaca ayat 83 surah Al-Maidah, ia pun tertegun.

''Dan apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan kepada Rasul (Muhammad), kamu lihat mata mereka mencucurkan air mata disebabkan kebenaran (Alquran).'' (Al-Maidah ayat 83).

Secara tiba-tiba, kata Tawfiq, ia pun merasakan apa yang disampaikan Alquran. Ia menangis. Namun, hal itu ia sembunyikan dari pandangan para siswanya. Ia merasa ada sesuatu di balik ayat tersebut.

Dari sini, Tawfiq makin intensif mempelajari Islam. Bahkan, ketika terjadi peristiwa 11 September 2001, dengan dibomnya dua menara kembar World Trade Center (WTC) di Amerika Serikat, dan ketika banyak orang menyematkan pelakunya kalangan Islam. Ia menjadi heran. Kendati masih memeluk Kristen Katholik, ia yakin, Islam tidak seperti itu.

''Awalnya saya sempat takut juga. Saya khawatir peristiwa serupa terulang di Inggris. Apalagi, orang barat telah mencap pelakunya adalah orang Islam. Mereka pun mengecamnya dengan sebutan teroris,'' kata Tawfiq.

Namun, Tawfiq yakin, Islam tidak seperti yang dituduhkan. Apalagi, pengalamannya sewaktu di Mesir, Islam sangat baik, dan penuh dengan toleransi. Ia pun bertanya-tanya. ''Mengapa Islam? Mengapa kita menyalahkan Islam sebagai agama teroris. Bagaimana bila kejadian itu dilakukan oleh orang Kristen? Apakah kemudian Kristen akan dicap sebagai pihak teroris pula?'' Karena itu, ia menilai hal tersebut hanyalah dilakukan oknum tertentu, bukan ajaran Islam.

photo
Salah satu buku karya Idris Tawfiq. Hingga akhir hayatnya, mualaf asal Inggris ini menekuni dunia dakwah. - (dok twitter)

Masuk Islam

Dari situ, ia pun mencari jawabannya. Ia berkunjung ke Masjid terbesar di London. Di sana berbicara dengan Yusuf Islam tentang Islam. Ia pun kemudian memberanikan diri bertanya pada Yusuf Islam. ''Apa yang akan kamu lakukan bila menjadi Muslim?''

Yusuf Islam menjawab. ''Seorang Muslim harus percaya pada satu Tuhan, shalat lima kali sehari, dan berpuasa selama bulan Ramadhan,'' ujar Yusuf.

Tawfiq berkata, ''Semua itu sudah pernah saya lakukan.''

Yusuf berkata, ''Lalu apa yang Anda tunggu?''

Saya katakan, ''Saya masih seorang pemeluk Kristiani.''

Pembicaraan terputus ketika akan dilaksanakan Shalat Zhuhur. Para jamaah bersiap-siap melaksanakan shalat. Dan, saat shalat mulai dilaksanakan, saya mundur ke belakang, dan menunggu hingga selesai shalat.

Namun, di situlah ia mendengar sebuah suara yang mempertanyakan sikapnya. ''Saya lalu berteriak, kendati dalam hati, 'Siapa yang bersuara itu? Apa mencoba bermain-main dengan saya?'"

Sumber suara itu tak ditemukannya. Akan tetapi, Tawfiq merasa, suara itu adalah sinyalemen baginya untuk mulai sungguh-sungguh menentukan pilihan.

Usai jamaah selesai melaksanakan shalat, Tawfiq pun mendatangi Yusuf Islam. Dan, ia menyatakan ingin menjadi seorang Muslim. Yusuf dimintanya untuk mengajarkan cara mengucap dua kalimat syahadat.

''Asyhadu an Laa Ilaha Illallah. Wa Asyhadu Anna Muhammadar Rasulullah. Saya bersaksi, tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Utusan Allah."

Jamaah pun menyambut dengan gembira. Ia kembali meneteskan air mata, bukan sedih, tapi bahagia.

Tawfiq mantap memilih agama yang dibawa Nabi Muhammad SAW ini. Dan, ia tidak menyesali telah menjadi pengikutnya. Berbagai gelar dan penghargaan yang diterimanya dari gereja, ia tanggalkan.

Untuk diketahui, Idris Tawfiq memperoleh gelar kesarjanaan dari University of Manchester dalam bidang sastra, dan gelar uskup dari University of Saint Thomas Aquinas di Roma. Dengan gelar tersebut, ia mengajarkan pandangan Katholik pada jemaatnya. Namun, akhirnya ia beralih mengajarkan Islam kepada masyarakatnya. Selama bertahun-tahun, Tawfiq mengepalai pusat studi keagamaan di berbagai sekolah di Inggris dan Wales, sebelum dia berislam.

 
Dahulu, saya senang menjadi imam (pastor--Red) untuk membantu masyarakat selama beberapa tahun lalu. Namun, saya merasa ada sesuatu yang tidak nyaman dan kurang tepat.
Idris Tawfiq
 

"Saya beruntung, Allah SWT memberikan hidayah pada saya sehingga saya semakin mantap dalam memilih Islam. Saya tidak menyesal meninggalkan tugas saya di gereja. Saya percaya, kejadian (Islamnya--Red) ini, lebih baik dibandingkan masa lalu saya,'' katanya.

Pada Februari 2016, Idris Tawfiq berpulang ke rahmatullah. Ia menghembuskan nafas terakhir saat dirawat di sebuah rumah sakit. Hingga kini, tulisan-tulisannya--baik yang tersebar di buku maupun artikel-artikelnya di berbagai platform digital--menjadi jejak kebaikan yang insya Allah mengalirkan pahala tak putus-putus.

 

Benarkah Muslimah Harus Melepas Cadar Saat Shalat?

Setiap laki-laki dan perempuan wajib menutup sebagian anggota badannya ketika shalat

SELENGKAPNYA

Tak Selamanya Minta Maaf Itu Perlu dan Bermakna

Ada situasi yang sejatinya tak mengharuskan kita untuk minta maaf.

SELENGKAPNYA

Ganjar Jadi 'Model' Azan Maghrib di TV, Bukan Politik Identitas?

Ganjar tampil dalam tayangan azan maghrib di TV milik Ketua Umum Perindo Hary Tanoe.

SELENGKAPNYA

Ikuti Berita Republika Lainnya