Anwar Abbas/MUI | Darmawan/Republika

Hiwar

Terowongan Istiqlal Katedral Bukan Menyimbolkan Silaturahim

Terowongan Istiqlal Katedral harus memotivasi masyarakat untuk menjaga kerukunan dan menjaga keutuhan bangsa.

 

Rencana pemerintah melakukan pembangunan terowongan yang menghubungkan dua tempat ibadah berbeda—Masjid Istiqlal dengan Gereja Katedral—menuai reaksi masyarakat. Ada suara yang mendukung dan  menolak rencana tersebut. Untuk menelusuri  memahami lebih jauh polemik itu, wartawati Republika Imas Damayanti berkesempatan mewawancarai Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas, melalui sambungan telepon, Rabu (12/2).

 

 

Sejauh mana relasi sejarah antara Masjid Istiqlal dengan Gereja Katedral ini?

 

Yang jelas, hubungan keduanya sudah terjalin cukup lama dan mewarnai sejarah bangsa.  Adanya kedua tempat ibadah yang berbeda itu (sebenarnya) melambangkan persatuan kesatuan bangsa. Itu ada Masjid Istiqlal ada Gereja Katedral, bahkan ada Gereja Immanuel untuk umat Kristiani Protestan di dekat mereka. Nah, dari itu saja sebenarnya sudah bisa jadi simbol bahwa bangsa Indonesia ini meski beragam dalam keyakinan tapi bisa hidup rukun damai. Itu terjadi bukan kebetulan. Sama seperti di Taman Mini, itu gereja masjid dibangun berdekatan.

 

 

Apa nilai yang bisa dipetik dari kedekatan tempat ibadah yang berbeda itu?

 

Ya, selain bangunan itu punya nilai praktis sebagai tempat ibadah itu, tapi ada simbol karena mereka beredekatan jaraknya.

 

Apa yang diharapkan dengan kehadiran terowongan yang diberi nama Terowongan Silaturrahim itu?

Kalau bagi saya ya, harusnya tidak hanya punya makna simbolik tapi juga praktis. Yang perlu didahulukan itu makna praktisnya itu.  Antara Gereja Katedral dengan Masjid Istiqlal kan ada jalan raya yang mana frekuensi lalu lintas itu sangat banyak dan padat. Orang berlalu-lalang, menyeberang, dan kadang-kadang agak menyulitkan bagi pengguna jalan yang memang memiliki keterbatasan fisik. Seperti orang-orang tua, orang cacat, dan anak-anak mungkin. Karena bahaya sekali, padat lalu lintasnya.  Untuk itu rakyat perlu dilindungi oleh negara. Jangan sampai rakyatnya mati sia-sia akibat frekuensi lalu lintas yang makin ramai itu. Maka perlu dibuat sistem.

 

Sistem yang seperti apa? 

 

Menurut saya, bentuk tanggung jawab pemerintah dalam melindungi masyarakatnya di wilayah itu bisa ditempuh melalui pembangunan. Pembangunannya ini bisa pakai tiga skema. Yaitu bisa membangun zebra cross, JPU (jembatan penyebrangan orang), dan bisa pake underpass atau terowongan. Ketiga-tiganya bisa dibuat sebetulnya. Tapi yang paling memungkinkan itu sebetulnya terowongan. Sebab jika pakai zebra cross maka dikhawatirkan bakal nimbulin kepadatan di sekelilingnya, jadi enggak kondusif. Sedangkan pakai JPU, kasihan orang tua dan kaum disabilitas, karena tinggi harus naik tangga, kecuali disediakan lift.  Jadi yang paling mungkin itu ya pakai terowongan.

 

 

Jadi apa manfaat terowongan itu?

 

Manfaatnya menurut saya cukup besar.  Tapi, timbul sekarang pertanyaannya gini, ternyata Pak Jokowi menyetujui pembangunan terowongan itu. Lalu diberi nama, Terowongan Silaturrahmi, bagus juga nama itu sebetulnya. Tapi menurut saya terowongan itu bukan menyimbolkan silaturrahmi.

 

 

Mengapa demikian? 

 

Sebab jika mau menyimbolkan toleransi dan kerukunan beragama, enggak  perlu buat terowongan, parameter toleransi enggak bisa diukur oleh adanya bangunan fisik semacam itu. Kalau hanya ingin mendapatkan makna simbolik, itu sangat mahal.  Nah tapi kalau semangatnya untuk melindungi rakyat, itu sangat betul. 

 

Ada suara-suara yang kontra dengan pembangunan ini, bagaimana menurut Pak Anwar?

 

 Bukan saja ada yang kontra ya, tapi juga ada yang pro. Tapi bagaimana pun, kita harus mendukung apabila ada kebijakan dari pemerintah yang bagus dan menarik. Itu bisa kita terima. Hanya semangatnya saja yang keliru. Lebih dari itu, terowongan ini bisa juga nanti dijadikan objek wisata religi. Dan yang patut dicatat adalah, terowongan ini bukan hanya dikhususkan dipakai oleh orang-orang dari kedua agama tadi. Terowongan ini nantinya bisa dipakai umum, bahkan hewan seperti kucing saja bisa melintas. Atau nanti kalau Idul Adha, misalnya dibutuhkan hewan-hewan kurban itu melintas di sana supaya bisa menghemat mobilitas, bisa juga dipakai.

 

 

 

Ada imbauan kepada masyarakat baik yang pro maupun kontra?

 

 Kita perlu dukung pemerintah. Dan mudah-mudahan ada manfaat di balik pembangunan ini kepada masyarakat luas, bukan hanya manfaat untuk umat Muslim maupun Kristen.

 

 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat