Ust Oni Syahroni | dok republika

Konsultasi Syariah

Fikih E-Wallet

 

Oleh: Ustaz Oni Syahroni

 

 

Assalamualaikum wr wb. Menggunakan e-wallet merupakan salah satu kemudahan dalam bertransaksi saat ini. Saya ragu ketentuan hukum e-wallet ini. Sebenarnya, apa rambu-rambu atau kriteria e-wallet syariah? Bagaimana cashback atau diskon yang diberikan oleh penerbit? Mohon penjelasan Ustaz.

 

Reza, Jakarta
 

Waalaikumussalam wr wb. Sederhananya, e-wallet adalah emoney dengan media server base yang diakses melalui aplikasi dan dapat digunakan untuk berbagai transaksi di merchant rekanan penerbit e-wallet. Beberapa pihak yang terkait ialah konsumen, penerbit, bank tempat menyimpan dana, dan merchant.

Misalnya, si A top-up Rp 100 ribu di rekening e-wallet untuk membeli barang dari toko C (seharga Rp 100 ribu) dengan diskon 30 persen dari penerbit dan menggunakan e-wallet sebagai alat pembayaran. Selanjutnya, penerbit membayar kepada merchant dengan harga penuh.

Sesungguhnya e-wallet adalah alat netral yang ketentuan hukumnya ber gantung pada substansi dan perun tuk annya. Jika dengan alat ini konsumen bisa memenuhi hajatnya yang halal dengan mudah maka ketentuannya juga sama, sebagaimana kaidah: "Sarana-sarana itu memiliki hukum yang sama dengan tujuannya." Seperti membeli barang tanpa harus menyediakan dana tunai di dompetnya atau tanpa datang ke merchant.

Kemudahan tersebut harus dibingkai rambu-rambu syariah agar maslahat dan terhindar dari efek merugikan, sebagaimana Fatwa No.116/DSN-MUI/IX/2017 tentang Uang Elektronik Syariah dan Standar AAOIFI No.38 tentang at-Ta'amulat al- Elektroniah, di antaranya berikut ini.

Pertama, bank syariah sebagai bank penampung, yaitu jumlah nominal e-wallet yang ada pada penerbit ditempatkan di bank syariah. Kedua, peruntukan yang halal. Ewallet digunakan sebagai alat bayar untuk membeli barang/jasa yang halal. Oleh karena itu, penerbit tidak bekerja sama dengan merchant yang menjual barang/jasa yang tidak halal.

Ketiga, cashback atau diskon (jika ada) itu tidak diperjanjikan oleh penerbit kepada konsumen saat transaksi yang dilakukan adalah pinjaman (qardh) atau titipan (wadiah) yang digunakan oleh penerbit (Dharir, Jawa'iz, Hauliyah Barakah, V, Oktober 2003). Karena, disimpulkan bahwa setiap dana pengguna di rekening ewallet- nya itu sebagai piutangnya kepada penerbit, baik akad yang digunakan adalah pinjaman atau titipan, karena titipan tersebut digunakan.

Sebagaimana penjelasan fatwa DSN, bahwa jika yang digunakan adalah pinjaman maka penerbit dapat menggunakan uang utang dengan cara yang halal dan legal, penerbit mengembalikan jumlah pokok sesuai kesepakatan. Atau, yang digunakan adalah titipan yang dapat diambil/digunakan oleh konsumen kapan saja maka tidak boleh digunakan penerbit kecuali atas izin konsumen. Jika digunakan maka berubah menjadi pinjaman. Dengan muncul judul pinjaman (qardh), maka memastikan cashback atau diskon tersebut diperjanjikan atau tidak menjadi penting.

Salah satu ciri diperjanjikan, konsumen top-up karena diskon dan penerbit memberikan diskon kepada setiap konsumen sehingga setiap pengguna mendapatkannya. Tetapi, jika penerbit tidak memberikannya kepada setiap pengguna maka itu tidak diperjanjikan.

Jika e-wallet yang ada belum memenuhi kaidah-kaidah tersebut, itu menjadi tugas industri e-wallet dan stakeholder untuk menerbitkan ewallet yang mendapatkan kesesuaian syariah dari DSN MUI dan perizinan dari otoritas terkait. Di antaranya dengan menyediakan sarana dan regulasi yang memudahkan tersedianya e-wallet sesuai syariah dan kompetitif di pasar, seperti kriteria bank penampung, cashback, diskon, ekosistem, dan lainnya.

Hingga hal itu terwujud, maka menggunakan e-wallet konvensional itu diperkenankan, menurut fikih, jika belum ada alternatif e-wallet syariah, untuk memenuhi hajat asasi (primer dan sekunder) konsumen dan bersifat temporal (beralih ke e-wallet syariah saat tersedia). Sebagaimana merujuk pada kriteria darurat dan semidarurat (Nadzoriyatu Darurah, Wahbah Zuhaili). Seperti berbelanja, bank syariah membuka fitur top up e-wallet, dan sejenisnya. Wallahu a'lam. n

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat