
Fatwa
Diyat Bagi Keluarga Korban Kecelakaan
Kadar diyat pada zaman Rasulullah adalah 800 dinar atau 8.000 dirham.
Kecelakaan lalu lintas tak jarang menimbulkan korban jiwa. Terlebih, jika almarhum merupakan penanggung nafkah utama bagi keluarga yang ditinggalkan. Bagi wanita yang kehilangan tulang punggung keluarga karena menjadi korban kecelakaan, apakah hak dia sebagai kompensasi untuk meneruskan kehidupan ekonomi keluarga akibat dari nyawa suami yang hilang?
Dalam Islam ada yang disebut dengan diyat, yakni harta yang wajib dibayarkan akibat tindakan menghilangkan nyawa orang lain. Dasar kewajiban ini adalah firman Allah, “Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh mukmin (yang lain) kecuali karena tersalah (tidak sengaja) dan barang siapa membunuh seorang mukmin karena tersalah hendaknya ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diyat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah” (QS an-Nisa [4]: 92).

Allah SWT tidak menetapkan kadar tertentu bagi besarnya diyat ini. Dalam Alquran, penjelasan mengenai kewajiban diyat hanya bersifat umum. Namun, penjelasan itu seperti dikutip dari fatwa Dar al-Ifta, Mesir, didapatkan dari sunah. Para ulama juga telah berijma' mengenai kewajiban ini.
Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW menulis sebuah surat kepada penduduk Yaman. Isi surat tersebut, “Bahwa barang siapa yang membunuh seorang mukmin tanpa alasan maka hukumnya adalah dibunuh pula. Kecuali jika para wali korban yang terbunuh merelakannya. Di dalam pembunuhan terdapat diyat, yakni 100 ekor unta” (HR Nasa'i). Dalam riwayat lain disebutkan, “Diyat atas pemilik emas adalah 1.000 dinar.”

Abu Dawud meriwayatkan dari Ikrimah dari Ibnu Abbas RA, ia berkata, “Seorang dari bani Ady terbunuh, maka Rasulullah SAW menetapkan jumlah diyat untuknya sebesar 12 ribu.” Abu Dawud juga meriwayatkan dari 'Amr bin Syu'ain dari ayahnya dari kakeknya, dia berkata, “Kadar diyat pada zaman Rasulullah SAW adalah 800 dinar atau 8.000 dirham. Ketika itu, diyat ahlul kitab adalah setengah dari diyat kaum Muslimin.” Syariat Islam juga menetapkan diyat wanita adalah setengah dari diyat laki-laki.
Dalam diyat karena pembunuhan tidak sengaja, pihak yang bertanggung jawab atas pembayaran diyat adalah keluarga pelaku. Alasannya, jika hanya ditimpakan kepada pelaku saja dikhawatirkan hartanya akan habis. Padahal, bisa jadi ada kemungkinan seseorang melakukan kesalahan berulang-ulang.
Diyat boleh dicicil oleh keluarga pelaku selama tiga tahunDARUL AL IFTA
Dar al-Ifta Mesir berpendapat, diyat boleh dicicil oleh keluarga pelaku selama tiga tahun. Hal ini diputuskan oleh Umar bin Khattab RA dan Ali bin Abi Thalib RA. Pada zaman Nabi SAW diyat dilakukan secara tunai. Alasannya, menurut Ibnu Arabi, karena diyat digunakan sebagai uang damai dan untuk menenangkan para keluarga korban. Saat Islam meluas terutama pada era Umar, sistem diyat cicilan diberlakukan.
Mengenai jumlahnya saat ini, Dar al-Ifta Mesir berpendapat, besarnya disesuaikan dengan jenis terendah dari jenis-jenis diyat. Nilai terendah tersebut dihitung dalam jenis perak. Maka, kewajiban diyat sebesar 12 ribu dirham dihitung dengan nilai tukar satu dirham setara 2,975 gram perak. Kewajiban diyatnya kurang lebih senilai 30,7 kg perak. Jika diuangkan, nilainya disesuaikan dengan harga perak saat ini.
Jika ada uang asuransi yang diberikan maka dihitung sebagai kewajiban diyat yang dibebankan kepada pelaku. Maka, kewajiban diyat dipotong jumlah asuransi yang dibayarkan kepada keluarga korban.
Dalam diyat, usia pelaku pembunuhan tidak diperhitungkan sehingga hukumnya sama, baik itu pelaku anak kecil maupun orang dewasa. Sebab, yang wajib membayar diyat adalah keluarga pelaku, bukan pelaku sendiri.
Meski ada kewajiban diyat, memilih jalan damai dan memaafkan serta menerima diyat dengan nilai terendah adalah perbuatan yang disyariatkan. Makna ayat, “... kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah” dalam surah an-Nisa ayat 92 adalah keluarga korban memaafkan perbuatan pelaku.

Dalam surah lain, Allah berfirman, “Maka barang siapa yang mendapatkan suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar diyat kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik pula” (QS al-Baqarah [2]: 178).
Jika keluarga pelaku tidak mampu membayar diyat maka diambilkan dari harta pelaku itu sendiri. Jika masih tidak mencukupi, boleh diambil dari sumber harta orang lain, seperti dari zakat atau baitul mal.
Kecelakaan Lalu Lintas
Mengategorikan kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan kematian dalam bentuk pembunuhan tidak sengaja dapat dibenarkan dalam beberapa kasus saja. Harus ada pembuktian dari data, olah TKP, saksi, dan bukti-bukti eksternal. Menabrak seseorang karena memacu kendaraan dalam kecepatan tinggi dikategorikan sebagai pembunuhan serupa sengaja (al-qatl syibh al-'amd).
Jika kecelakaan lalu lintas dibarengi kesalahan besar, seperti pelanggaran lalu lintas, melampaui kecepatan, berjalan pada jalur yang dilarang, kendaraan tidak dilengkapi fasilitas yang memadai, pengendara dalam keadaan mabuk, atau mengonsumsi narkoba, maka ada tambahan selain diyat. Keluarga korban berhak mendapatkan materi ganti rugi selain uang diyat sesuai dengan kondisi. Penetapan ganti rugi ini diserahkan kepada hakim dengan mempertimbangkan fakta dan data di lapangan.
Di Afrika, Tuan Guru Lawan Pemurtadan Belanda dengan Alquran
Kitab suci ini sudah tiga kali coba dicuri tetapi berhasil digagalkan.
SELENGKAPNYAKemunduran Turki Utsmaniyah Hingga Munculnya 'Era Tulip'
Berbagai tanda-tanda kemunduran di Turki Utsmaniyah sesudah sultan Suleiman I wafat menjadi awal datangnya Era Tulip.
SELENGKAPNYAHeboh Nabidz, BPJPH Diminta Hentikan Self-Declare
BPJPH tidak boleh hanya menyalahkan pelaku usaha dan pendamping proses halal self-declare dalam kasus Nabidz
SELENGKAPNYA