
Fikih Muslimah
Saat Orang Tua Bercerai, Siapa yang Berhak Mengasuh Anak?
Ibu kandung pada dasarnya memang lebih didahulukan dalam mengasuh anak yang belum mumayiz.
Pendidikan terbaik bagi seorang anak tentu saja berada di bawah pengasuhan orang tua kandung. Secara fitrah naluriah, mereka akan membesarkannya dengan penuh cinta dan kasih sayang kepada sang buah hati. Pola asuh yang baik akan turut menentukan kesehatan jasmani, kecerdasan akal, keluhuran akhlak, dan kehalusan budi.
Hanya saja, muncul permasalahan jika pernikahan orang tua harus kandas di tengah jalan. Siapa yang paling berhak dan bertanggung jawab atas pengasuhan anak di dalam Islam? Seandainya kedua orang tua harus bercerai pemeliharaan anak yang belum mumayiz atau belum dapat membedakan baik dan buruk menjadi hak ibunya. Jika anak sudah dianggap mumayiz, dia dipersilakan me milih antara ikut dengan ibu atau ayahnya. Telah diriwayatkan dari Abdullah bin Amr bahwa seorang perempuan pernah mengadukan keadaannya kepada Rasulullah SAW.
...Engkau lebih berhak mengasuhnya daripada ayahnya selama engkau tidak menikah lagi dengan laki-laki lainHR AHMAD, ABU DAUD, ALHAKIM
"Ya Rasulullah, ini adalah anakku. Perut ku (pernah) menjadi tempat dia tumbuh; pangkuanku tempat dia duduk dan dadaku tempat dia minum. Kini ayahnya bersikeras untuk merebutnya dariku." Mendengar itu, Nabi SAW bersabda, "Engkau lebih berhak mengasuhnya daripada ayahnya selama engkau tidak menikah lagi dengan laki-laki lain." (HR Ahmad, Abu Daud, dan Al Hakim).

Dikutip dari buku Pandungan Lengkap Muamalah karya Muhammad Bagir, ibu kandung pada dasarnya memang lebih didahulukan dalam mengasuh anak yang belum mumayiz. Kecuali jika sang ibu tidak memenuhi persyaratan sebagai pengasuh. Hak tersebut akan jatuh kepada kerabat terdekat dari pihak ibu, yakni ibu dari ibu (nenek dari pihak ibu).
Selanjutnya, apabila nenek seperti ini tidak memenuhi persyaratan, hak mengasuh berpindah ke ibu dari ayah, kemudian ke saudara perempuan sekandung, kemudian ke saudara perempuan seibu, lantas ke saudara perempuan seayah, lalu ke saudara perempuan ibu yang sekandung, kemudian ke saudara perempuan ibu yang seibu saja. Jika tidak juga terpenuhi syaratnya, hak tersebut jatuh ke saudara perempuan ibu seayah dan seterusnya. Yakni, perempuan yang dianggap paling dekat dan paling menyayanginya dan disayang oleh anak.

Apabila tidak ada juga kerabat dekat ber jenis kelamin perempuan seperti itu, hak asuh berpindah ke ayah si anak, kemudian ayah dari ayah, lalu saudara laki-laki sekandung dari ayah, dan seturusnya seperti dalam urut-urutan para ahli waris. Urutan itu pun harus mempertimbangkan yang lebih meng un tungkan bagi anak.
Berakal waras, sudah baligh, cukup kemampuan untuk mengasuh, berperilaku baik, dapat dipercaya, dan bertanggung ja wab, sehingga layak menjadi teladan, ber aga ma Islam agar anak tetap berpegang te guh dalam akidahnya, dan jikalau diasuh oleh istri maka sang istri seharusnya tidak me nikah dengan lelaki lain (apabila anaknya belum mumayiz). Wallahua'lam.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Pemilik Nabidz Blak-Blakan, Minuman Beralkohol Bukan Jaminan Khamar
Saya enggak tahu reguler atau self declare. Saya hanya bilang ini prosesnya fermentasi.
SELENGKAPNYARapat Pleno MUI Putuskan KH Anwar Iskandar Jadi Ketua Umum Baru
KH Anwar Iskandar akan meneruskan masa pengabdian KH Miftachul Akhyar hingga 2025
SELENGKAPNYASekolah Tutup Akibat Kabut Asap Karhutla
Pontianak menerapkan sistem belajar daring hingga waktu yang belum ditentukan.
SELENGKAPNYA