Olah raga pada anak | Republika

Opini

Tugas Perkembangan Anak

Hari ini, hanya sedikit orang tua ataupun orang dewasa yang memahami pentingnya keterampilan sosial emosional anak.


Oleh Sri Nurhidayah

Kepala Lembaga Beasiswa Baznas

Alumnus Program Pascasarjana Fakultas Psikologi Universitas Indonesia

Kasus Nadia pada awal tahun 2020, tepatnya 14 Januari lalu, menambah panjang kesedihan di dunia pendidikan. Belum berselang sebulan, dari kejadian 22 Desember 2019, pelajar sekolah menengah di Bengkulu juga melakukan bunuh diri di indekosnya.

Jakarta, Bengkulu, bahkan yang terbaru dua kasus perundungan terhadap siswa di sekolah di Jawa Tengah. Banyak pertanyaan, bagaimana kita memulai mendampingi anak-anak kita saat ini ketika lingkungan, bahkan sekolah, ternyata tidak lagi menjadi ruang yang ramah bagi kehidupan mereka.

Sejak masuk sekolah di pendidikan dasar, fokus kita lebih banyak mempersiapkan anak-anak pada sisi intelektual dan pertumbuhan fisik mereka. Sepert ibagaimana kesiapan mengikuti jenjang sekolah berikutnya atau mengamat, tinggi badan, berat badan, atau kesehatan panca inderanya.

Tugas perkembangan sering kali terabaikan. Entah karena ketidaktahuan terhadap tugas perkembangan atau karena kita lebih menyukai segala sesuatu yang terlihat kasat mata.

Padahal, perhatian terhadap tugas perkembangan menjadi penting. Penyelesaian tugas perkembangan di setiap periode kehidupan akan membantu anak memiliki kebahagiaan dalam hidupnya.

Setiap anak akan mengalami masa kanak-kanak, anak-anak dan masa remaja. Pada masa kanak-kanak, tugas perkembangan harus menjadi perhatian orang tua dan orang dewasa di sekitarnya.

Keterampilan sosial emosional terpenting yang harus dimiliki adalah kemampuan mengendalikan dorongan dan keinginan mendesak mereka. Tes marshmallow, penelitian klasik mengenai penundaan kepuasan menjadi salah satu rujukan pentingnya hal tersebut.

Pada penelitian ini, anak-anak prasekolah diberi pilihan untuk makan satu marsmallow saat itu juga atau makan dua marsmallow jika mereka menunggu beberapa menit, sementara peneliti meninggalkan ruangan (Mischel, Shoda, dan Rodriquez, 1989).

Belasan penelitian telah dilakukan, termasuk tindak lanjut pada apa yang terjadi pada anak-anak di percobaan pertama.

Hasilnya jelas, anak-anak yang mampu bertahan, menunda keinginan makan marshmallow lebih mampu mengembalikan emosi negatif, fokus terhadap tugas yang ia kerjakan, dan berprestasi baik di sekolah. 

Faktanya, kemampuan awal untuk menunda kepuasan berefek pada kesehatan, kesuksesan, dan kesejahteraan, yang dapat bertahan selama beberapa dekade (Casey, et.al., 2011; Eigsti, et.al., 2006; Ponitz, et.al., 2009 ).

Hari ini, hanya sedikit orang tua ataupun orang dewasa yang memahami pentingnya keterampilan sosial emosional ini. Saat mulai memasuki sekolah, hal lain yang sering terjadi adalah disiplin tak konsisten, membuat anak tidak yakin apa yang sebaiknya dilakukan.

Perilaku lain yang perlu disikapi adalah menganggap dukungan teman-teman terhadap tindakan yang salah begitu memuaskan sehingga perilaku itu menjadi kebiasaan. Ini menjadi catatan penting dalam banyak kasus perundungan di sekolah.

Ketidakpedulian orang tua untuk cepat memperbaiki perilaku pada masa anak-anak akan berdampak pada remaja mereka. Padahal, pendidikan di sekolah bertujuan  membantu anak-anak menjadi orang dewasa, mandiri dalam kehidupan bermasyarakat.

Maka itu, kerja sama sekolah dan orang tua jelas dibutuhkan bukan hanya yang berfokus pada pengetahuan. Saat ini, perhatian pada masalah pengetahuan mengambil porsi perhatian terbesar melalui bimbingan belajar, les, atau kursus.

Saat remaja, kompleksitas masalah yang dihadapi bertambah. Masa remaja sendiri berlangsung kira-kira dari 13 sampai 16 atau 17 tahun, dan akhir masa remaja bermula dari 16 atau 17 sampai 18 tahun, yaitu usia matang secara hukum (Hurlock, 1991).

Pada masa remaja, salah satu tugas perkembangan penting yang harus dikuasai adalah mempelajari apa yang diharapkan oleh kelompok darinya dan membentuk perilakunya agar sesuai dengan harapan sosial tanpa terus dibimbing, diawasi, didorong, dan diancam hukuman seperti yang dialami waktu anak-anak.

Kenyataannya, kematangan perkembangan moral ini bagi remaja menjadi lebih sulit dari yang seharusnya. Ada sejumlah penyebab. Pertama, kurangnya bimbingan dari orang dewasa. Orang dewasa sering kali merasa perlu memberikan pendidikan moral lebih lanjut hanya di bidang baru dalam perilaku, seperti masalah hubungan lawan jenis.

Kedua, terkait jenis disiplin yang diterapkan di lingkungan. Orang tua dan guru sering kali mengasumsikan bahwa remaja pasti mengetahui apa yang benar.

Karena itu, penekanan disiplin hanya terletak pada pemberian hukuman pada perilaku salah yang dianggap sengaja dilakukan. Penjelasan mengenai alasan salah-tidaknya suatu perilaku jarang ditekankan, bahkan jarang memberi ganjaran bagi remaja yang berperilaku benar.

Saat ini tidak mudah bagi anak-anak kita melalui masa kanak-kanak dan remajanya. Iklim yang kondusif bagi perkembangan moral mereka akan membantu untuk menghindari perilaku-perilaku negatif.

Penciptaan kondisi yang memungkinkan dilakukan dialog terbuka perlu kita desain. Pengalaman menghadapi kontradiksi masalah disertai pendampingan yang tepat oleh orang tua, akan membantu anak-anak mencapai tingkat penalaran yang lebih tinggi.

Sikap dalam menghadapi tantangan persoalan akan memastikan kualitas karakter anak-anak kita terbangun. Ini tugas kita bersama, orang dewasa, tidak sekadar berkata-kata tetapi berikan teladan terbaik.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat