Massa yang tergabung dalam Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) melakukan aksi berjalan kaki menuju Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (30/1). Dalam aksinya, Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) bersama Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) men | Thoudy Badai/Republika

Tajuk

Narasi Kepentingan Omnibus Law

Publik pun tidak mendapat gambaran utuh apa keuntungan mendasar kalau Omnibus law ini berhasil gol di DPR.

Omnibus law alias undang-undang sapu jagat bikin ramai wacana publik sepekan terakhir. Berbagai pihak mulai dari buruh, pemerintah daerah, pers, dan lainnya mengkritisi draf RUU Cipta Kerja (tadinya bernama RUU Cipta Lapangan Kerja, tapi karena disingkat Cilaka menjadi negatif maka diganti). Sejumlah poin pasal perubahan yang diusulkan pemerintah mulai menuai bantahan, keluhan, hingga keberatan.

Ini tentu saja wajar. Partisipasi publik amat dibutuhkan untuk undang-undang penting macam ini. Apalagi, Omnibus law ini adalah hal pertama kali dilakukan pemerintah. Ada seribu lebih pasal yang diusulkan untuk diubah atau direvisi atau dihilangkan. Tim penyusunnya gado-gado, dari kelompok pebisnis, pemerintah daerah, publik terkait, dan lainnya. Tujuannya utamanya adalah untuk meningkatkan roda perekonomian, daya saing ekonomi, dan kualitas sumber daya manusia.

Karena itu, menyisir satu demi satu pasal, membandingkannya dengan aturan sebelumnya yang akan diubah menjadi sangat penting. Perang opini dan kepentingan akan menguar di media massa ataupun media sosial. Yang terpenting bagi kita, publik, adalah menyikapi pembahasan ini dengan kritis, jernih, cermat, dan bijak, serta mengetahui pemetaan kepentingan bangsa.

Jadwal pembahasan resmi undang-undang sapu jagat ini belum keluar. Masih butuh beberapa kali rapat di DPR untuk menentukan jadwalnya. Mau dibahas cepat pun tak mungkin, karena DPR pekan depan sudah masuk jadwal reses. Reses memakan waktu sebulan. Paling cepat Omnibus law tiba di ruang rapat DPR pada akhir Maret. Itu pun masih harus diputuskan, apakah bentuk pembahasannya oleh panitia khusus, panitia kerja, komisi, atau yang lainnya. Singkat kata: Secara teknis pembahasan belum jelas.

Namun, melihat respons publik dalam sepekan ini yang begitu menyoroti sejumlah pasal dalam Omnibus law cukup memberikan gambaran. Ada beberapa poin yang disorot sejauh ini, misal masalah dampak lingkungan, insentif pertambangan, pesangon buruh, hak-hak buruh, investasi asing, peraturan daerah yang tidak ramah investor, aturan pers, aturan produk halal, prosedur pembatalan peraturan, dan lain-lain.

Pemerintah dalam menggiring wacana Omnibus law ini, sejak awal usai pelantikan Presiden-Wapres tahun lalu, terasa memilih mengarahkan kepada hal-hal yang besar: pertumbuhan ekonomi, perpajakan, industri, investor asing, peraturan daerah, tenaga kerja, kualitas, produksi, sektor manufaktur, dan lainnya. Pun pemerintah saat itu tidak terlihat untuk berupaya menjabarkan dan memaparkan perinci apa-apa saja yang akan diubah serta alasan, mengapa harus diubah dalam Omnibus law tersebut.

Alhasil sejak awal, undang-undang sapu jagat ini bergulir, publik diajak untuk menebak-tebak apa saja yang akan berubah. Publik pun tidak mendapat gambaran utuh apa keuntungan mendasar kalau Omnibus law ini berhasil gol di DPR. Keuntungan mendasar dalam arti apa yang akan dinikmati rakyat secara langsung dari Omnibus law ini tidak disentuh. Apakah Omnibus law akan berdampak pada harga barang pokok, apakah Omnibus law berdampak pada kenaikan upah, apakah Omnibus law akan membuka lapangan kerja di luar Jawa, apakah Omnibus law memberikan jaminan penghasilan, apakah Omnibus law berdampak pada kesejahteraan hari tua pekerja, dan lain sebagainya.

Dalam komunikasi publiknya pun pemerintah memilih tidak menggunakan diksi yang lebih merakyat, sederhana, menyentuh kepentingan publik secara langsung. Misalnya, nasib buruh, nasib tenaga kerja, upah buruh, pesangon buruh, kebutuhan buruh, dan sejenisnya. Apakah penting? Jelas! Salah satu porsi terbesar dalam Omnibus law adalah soal investasi dan ketenagakerjaan. Nama RUU-nya saja Cipta Kerja. Namun, dalam diksi pemerintah terasa betul berat sebelah.

Di sinilah kritik utama kita layangkan kepada pemerintah. Untuk kepentingan siapa sejatinya Omnibus law ini? Benarkah seluruhnya untuk kepentingan rakyat atau pekerja? Atau ada porsi untuk kepentingan rakyat dan ada porsi untuk kepentingan kelompok atau segelintir orang. Ini yang justru kita wanti-wanti tidak terwujud nanti di DPR. Kita tegaskan sekarang, Omnibus law harus untuk kepentingan bangsa.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat