Sejumlah anak didampingi orang tua mengikuti pelatihan kerajinan daur ulang pada Teduh Festival di Taman Hutan Raya Ir H Djuanda (Tahura), Cimenyan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Ahad (30/7/2023). Festival yang mengusung konsep berkelanjutan (Sustainable | ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA

Gaya Hidup

Pikir Dulu Seribu Kali Sebelum Memukul Anak

Pukulan dan hukuman fisik membuat hubungan orang tua dan anak rusak secara permanen.

Tidak sedikit orang tua yang menerapkan pola asuh yang mengandalkan pukulan atau hukuman fisik untuk mendisiplinkan anak. Hal demikian tidak dianjurkan oleh pakar sebab berbagai penelitian telah mengungkapkan dampak buruknya.

Pakar pengasuhan anak Australia, Gen Muir, mengatakan bahwa pukulan dan hukuman fisik membuat hubungan orang tua dan anak rusak secara permanen. Anak cenderung tidak dapat memercayai orang tua untuk bercerita mengenai masalah yang dialami.

"Jika Anda memukul dan menakut-nakuti anak, Anda mungkin mendapatkan rasa hormat atau apa pun yang tampak seperti rasa hormat, tetapi pada akhirnya, anak Anda tidak belajar bagaimana mengatasi emosi mereka dengan pengaturan bersama yang diberikan orang tua," kata Muir, dikutip dari laman Daily Mail, Kamis (3/8/2023).

photo
Warga bermain di Alun-alun Sangkala Buana, Cirebon, Jawa Barat, Ahad (30/7/2023). Alun-alun Sangkala Buana menjadi salah satu alternatif wisata yang berdekatan dengan kawasan Keraton Kasepuhan dan Masjid Agung Cipta Rasa Kota Cirebon, Jawa Barat. Selain itu, kawasan tersebut juga menyediakan beragam hiburan, seperti wahana bermain anak, penyewaan sepeda listrik, dan rental mini trail dan ATV yang dapat dimanfaatkan warga untuk berlibur di akhir pekan bersama keluarga. - (Republika/Thoudy Badai)

Dalam jangka panjang, anak akan memilih untuk menyembunyikan sebagian dari hidup mereka dan secara emosional menjauhkan diri dari keluarga. Dengan demikian, menjadi mustahil bagi orang tua untuk membantu anak ketika berada dalam kesulitan.

Pekerja sosial kebidanan dan edukator pengasuhan asal Sydney itu telah bekerja dengan lebih dari 40.000 orang tua selama kariernya. Sebagai ibu empat anak, Muir memahami tantangan yang dihadapi orang tua modern saat membesarkan anak-anak mereka.

Muir sering mendengar anggapan awam bahwa anak tidak akan belajar jika tidak ada konsekuensi yang keras. Atau, anggapan orang dewasa bahwa mereka memukul anak tidak dengan cara serius sehingga anak masih terlihat baik-baik saja tanpa terluka.

photo
Anak-anak menaiki sepeda listrik di kawasan Jatinegara, Jakarta, Selasa (1/8/2023). Sepeda listrik mulai banyak dijumpai seperti di kampung-kampung dan area kompleks. Sebagian besar sepeda listrik dinaiki oleh anak-anak karena tidak sedikit orang tua menganggapnya sebagai mainan.Tak jarang, mereka mengendarainya sambil ngebut, bahkan masuk ke jalan umum. Berdasarkan dalam Peraturan Menteri Perhubungan No 45 Tahun 2020 tentang Kendaraan Tertentu dengan Menggunakan Penggerak Motor Listrik, sebenarnya sudah diatur jika usia minimal pengendara sepeda listrik adalah 12 tahun. Untuk pengendara usia 12-15 tahun, tetap harus didampingi oleh orang dewasa. - (Republika/Prayogi)

Disampaikan Muir, efeknya memang tidak terlihat secara langsung. Berbagai bukti mengarah pada kondisi bahwa anak yang semasa kecilnya dipukul tidak akan datang kepada orang tua saat pada masa remaja atau dewasanya mereka punya masalah.

Muir menyadari pula bahwa kebiasaan memukul dan memberikan hukuman fisik bisa berasal dari generasi sebelumnya. Seseorang yang dipukul ketika masih kecil bisa memberikan hukuman yang sama kepada anaknya saat dirinya dewasa. Muir mengatakan, mungkin sulit memutuskan rantai tindakan itu, tapi penting demi memiliki relasi yang baik dengan anak. Dia menyarankan untuk memahami konteks sosial dari perilaku anak.


Semua itu dibagikan Muir lewat akun Tiktoknya, yang langsung mendapat beragam komentar. Seorang ibu menyampaikan bahwa apa yang disampaikan Muir sangat benar. Dia berurusan dengan trauma dan penyembuhan sambil berusaha untuk tidak mengulangi kesalahan orang tuanya.

Warganet lain berbagi tentang relasinya dengan orang tua, yang selaras dengan penjelasan dari Muir. "Ibu saya tidak pernah bisa mengerti mengapa kami tidak dekat, sementara saya tidak pernah diizinkan memiliki suara saya sendiri," ujar warganet tersebut.

 

 
Kebiasaan memukul dan memberikan hukuman fisik bisa berasal dari generasi sebelumnya.
 
 

 

Agar Anak Terhindar dari Kekerasan

photo
Orang tua mengawasi anaknya saat bermain di wahana mandi bola di Alun-alun Sangkala Buana, Cirebon, Jawa Barat, Ahad (30/7/2023). Alun-Alun Sangkala Buana menjadi salah satu alternatif wisata yang berdekatan dengan kawasan Keraton Kasepuhan dan Masjid Agung Cipta Rasa Kota Cirebon, Jawa Barat. Selain itu, kawasan tersebut juga menyediakan beragam hiburan, seperti wahana bermain anak, penyewaan sepeda listrik dan rental mini trail dan ATV yang dapat dimanfaatkan warga untuk berlibur di akhir pekan bersama keluarga. - (Republika/Thoudy Badai)

Selama beberapa waktu terakhir muncul berbagai kasus kejahatan yang menyerang anak. Hal ini meningkatkan ketakutan para orang tua terkait keselamatan anak-anak mereka. Situasi ini juga membuat Moh Wahyu Kurniawan selaku dosen Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) angkat bicara.

Hal ini terutama terkait apa saja yang harus diterapkan dan dilakukan untuk menekan angka kejahatan yang menyasar anak sebagai korban. Dosen jurusan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan itu menegaskan, sudah ada undang-undang (UU) di Indonesia yang mengatur keselamatan dan kesejahteraan anak.

Di dalamnya dikatakan bahwa perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan. "Serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi,” katanya.

Menurut dia, kekerasan akan berdampak besar bagi anak, baik itu secara mental, psikis dan kepercayaan diri yang akan cenderung lemah. Jika kekerasan tersebut masuk di ranah kekerasan fisik, hal tersebut dapat dikenakan tindak pidana. Sebab itu, pemerintah, masyarakat, keluarga, atau bahkan sekolah harus hati-hati dan dilarang untuk melakukan kekerasan yang ditujukan ke anak-anak.

photo
Warga bermain di Alun-alun Sangkala Buana, Cirebon, Jawa Barat, Ahad (30/7/2023). Alun-alun Sangkala Buana menjadi salah satu alternatif wisata yang berdekatan dengan kawasan Keraton Kasepuhan dan Masjid Agung Cipta Rasa Kota Cirebon, Jawa Barat. Selain itu, kawasan tersebut juga menyediakan beragam hiburan seperti wahana bermain anak, penyewaan sepeda listrik dan rental mini trail dan ATV yang dapat dimanfaatkan warga untuk berlibur di akhir pekan bersama keluarga. - (Republika/Thoudy Badai)

Jika di pendidikan, sekolah dapat menjalankan pola sistem pendidikan yang humanis yang mengacu pada tripusat. Ketiganya adalah lingkungan keluarga, sekolah dan lingkungan masyarakat. Sinergitas ketiganya memiliki peran dan tanggung jawab dalam mengembangkan pendidikan untuk anak agar terbebaskan akan tindak perundungan.

Selain itu, setiap sekolah juga perlu memiliki pendidikan yang humanistik yakni memanusiakan manusia. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menghormati dan menghargai kekurangan serta kelebihan pada anak. Tidak memaksakan kehendak sesuai dengan bidang yang diminati tenaga pendidik.

"Karena pada dasarnya, setiap anak memiliki potensi mereka masing-masing. Sehingga pendidik harus mampu mengembangkan ini. Bukan malah memaksa mereka untuk menguasai yang lain," katanya dalam pesan resmi yang diterima Republika.

Selain itu, Wahyu berpesan bahwa atmosfer yang mampu mengembangkan kompetensi anak merupakan aspek penting dalam upaya mengurangi kejahatan kepada anak. Bukan hanya di sekolah, tetapi juga lingkungan di mana ia tinggal.

Hal yang pasti, kata dia, pengawasan juga tidak hanya dibebankan pada pihak sekolah. Orang tua dan keluarga juga harus berperan aktif untuk melindungi anak-anaknya dari kejahatan yang belakangan menyasar anak-anak.

 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat