Sejumlah orang mendinginkan diri di air mancur Piazza Castello di tengah suhu tinggi di Turin, Italia, Selasa (11/7/2023) waktu setempat. Delapan kota besar di Itali berstatus siaga satu menghadapi ancaman gelombang panas yang diperkirakan mencapai suhu d | EPA-EFE/Tino Romano

Sains

Juli 2023, yang Terpanas dalam Ribuan Tahun

Demam berdarah adalah penyakit tropis dengan penyebaran tercepat di dunia.

Juli 2023 tercatat sebagai waktu terpanas dalam ratusan tahun, bahkan bisa jadi selama ribuan tahun. Kondisi itu terutama akibat gelombang panas yang melanda sebagian negara di Eropa, yang dijuluki gelombang panas Cerberus dan Charon.

Dikutip dari laman Daily Mail, Ahad (23/7/2023), suhu di Turki, Yunani, Italia, Siprus, dan Spanyol telah mencapai 40 derajat Celsius. Pihak berwenang sejumlah negara di Eropa telah mendesak warganya tetap berdiam di rumah guna menghindari gelombang panas.

Sementara, petugas pemadam kebakaran bergulat dengan kebakaran hutan besar di Athena dan California. Ahli iklim Gavin Schmidt menekankan bahwa Bumi saat ini sedang menghadapi perubahan besar yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Itu terlihat dari banyaknya negara mencapai suhu yang memecahkan rekor, termasuk Eropa, Amerika Serikat, dan Cina. Schmidt percaya ada peluang 50-50 bahwa 2023 akan menjadi tahun terpanas dalam catatan sejarah, sementara ada ilmuwan lain yang mengeklaim peluangnya setinggi 80 persen.

photo
Sejumlah orang mendinginkan diri di air mancur Piazza Castello di tengah suhu tinggi di Turin, Italia, Selasa (11/7/2023) waktu setempat. Delapan kota besar di Itali berstatus siaga satu menghadapi ancaman gelombang panas yang diperkirakan mencapai suhu di atas 40 derajat Celsius. - (EPA-EFE/Tino Romano)

Prediksi tersebut didasarkan pada data iklim yang dihimpun Uni Eropa dan Universitas Maine di AS, yang menunjukkan bahwa Juli 2023 mencatatkan suhu harian amat tinggi. Data didapat menggunakan kombinasi data darat dan satelit, yang juga mengungkap lonjakan panas yang ekstrem.

Schmidt mengeklaim, efek ini tidak dapat semata-mata dikaitkan dengan fenomena cuaca El Nino, yang baru saja muncul. El Nino mengacu pada pemanasan air permukaan Samudra Pasifik yang dapat memiliki pengaruh besar pada pola cuaca di seluruh dunia.

Direktur Institut Studi Luar Angkasa NASA Goddard di New York itu yakin temuan akan segera tecermin dalam laporan bulanan yang lebih kuat yang dikeluarkan kemudian oleh badan-badan AS lainnya. "Kami telah melihat suhu permukaan laut yang memecahkan rekor, bahkan di luar daerah tropis, selama berbulan-bulan sekarang," kata Schmidt.

photo
Seorang wanita menutupi wajahnya dengan buku di tengah hari yang panas di Kuala Lumpur, Malaysia, (27/4/2023). Malaysia diperkirakan akan mengalami cuaca panas berkepanjangan hingga Agustus, menyusul musim peralihan monsun, menurut pernyataan Menteri Energi dan Sumber Daya Alam Nik Ahmad. - (EPA-EFE/FAZRY ISMAIL)

Pada 11 Juli 2023, suhu permukaan tanah di beberapa wilayah komunitas otonom di Spanyol melebihi 60 derajat Celsius. Hal serupa diantisipasi akan terus berlanjut, apalagi warga Bumi terus memasukkan gas rumah kaca ke atmosfer lewat berbagai tindakan.

Meski demikian, ada juga negara di Eropa yang tidak terpapar gelombang panas, salah satunya adalah Inggris. Dosen perubahan iklim di University of Sussex, Melissa Lazenby, menjelaskan alasan Inggris tidak dilanda suhu tinggi, padahal sebagian besar negara di Benua Eropa mengalaminya.

Lazenby mengatakan, alasannya yakni posisi sistem tekanan tinggi yang tidak mencakup Inggris dan terletak lebih jauh ke selatan. Itu memberikan kondisi atmosfer yang stabil sehingga tidak meningkatkan pemanasan dan menghasilkan gelombang panas.

Namun, dia mengantisipasi bahwa 2024 akan menjadi tahun yang lebih hangat di Inggris. "Akan dimulai dengan fenomena El Nino yang sedang berkembang sekarang dan diprediksi mencapai puncaknya menjelang akhir tahun ini," ujar Lazenby.

 

Demam Berdarah karena Pemanasan Global 

photo
Petugas melakukan pengasapan (fogging) di kawasan Pabaton, Kota Bogor, Jawa Barat Kamis (8/12/2022). Pengasapan di permukiman penduduk tersebut untuk mengantisipasi penyakit demam berdarah dengue (DBD) yang berasal dari nyamuk Aedes Aegypti pada musim hujan. Republika/Putra M. Akbar - (Republika/Putra M. Akbar)

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan, kasus demam berdarah dapat mencapai rekor tertinggi tahun ini. Karena pemanasan global menguntungkan nyamuk yang menyebarkan penyakit tersebut.


Tingkat demam berdarah meningkat secara global. Kasus yang dilaporkan sejak tahun 2000 naik delapan kali lipat menjadi 4,2 juta pada 2022. Penyakit demam berdarah ditemukan di ibu kota Sudan, Khartoum, untuk pertama kalinya dalam catatan Kementerian Kesehatan.

Sementara, Eropa melaporkan lonjakan kasus dan Peru menyatakan keadaan darurat demam berdarah di sebagian besar wilayah. Pada Januari, WHO memperingatkan bahwa demam berdarah adalah penyakit tropis dengan penyebaran tercepat di dunia dan merupakan ancaman pandemi.

Spesialis di Departemen Pengendalian Penyakit Tropis WHO, Dr Raman Velayudhan mengatakan, sekitar setengah dari populasi dunia sekarang berisiko terkena demam berdarah. "Kasus yang dilaporkan ke WHO mencapai rekor tertinggi sepanjang masa pada 2019 dengan 5,2 juta kasus di 129 negara," kata Velayudhan.


Tahun ini dunia berada di jalur kasua untuk empat juta lebih, sebagian besar bergantung pada musim monsun Asia. Hampir 3 juta kasus telah dilaporkan di Amerika. Velayudhan menambahkan, ada kekhawatiran tentang penyebaran selatan ke Bolivia, Paraguay, dan Peru. Argentina, yang menghadapi salah satu wabah demam berdarah terburuk dalam beberapa tahun terakhir, mensterilkan nyamuk menggunakan radiasi yang mengubah DNA mereka sebelum melepaskannya ke alam liar.

photo
Petugas Dinas Kesehatan melakukan pengasapan (fogging) untuk membasmi nyamuk Aedes aegypti penyebab demam berdarah dengue (DBD) di Banda Aceh, Aceh, Rabu (5/10/2022). Kementerian Kesehatan menyebutkan pada periode Januari hingga akhir September 2022 tercatat sebanyak 87.501 kasus DBD termasuk 816 kasus meninggal dunia telah terjadi di 64 kabupaten dan kota. - (ANTARA FOTO / Irwansyah Putra)


“Wilayah Amerika tentu menunjukkan hal itu buruk dan kami berharap kawasan Asia dapat mengendalikannya,” kata Velayudhan. WHO mengatakan, kasus penyakit demam berdarah yang dilaporkan hanya mewakili sebagian kecil dari jumlah total infeksi global karena sebagian besar kasus tidak menunjukkan gejala.

Hal ini berakibat fatal pada kurang dari satu persen orang. Iklim yang lebih hangat dianggap membantu nyamuk berkembang biak lebih cepat dan memungkinkan virus berkembang biak di dalam tubuh mereka.

Velayudhan mengutip peningkatan pergerakan barang dan orang serta urbanisasi dan masalah yang terkait dengan sanitasi sebagai faktor lain di balik peningkatan kasus demam berdarah. Ketika ditanya bagaimana gelombang panas yang mempengaruhi belahan bumi utara akan mempengaruhi penyebaran penyakit, Velayudhan mengatakan, terlalu dini untuk mengatakannya.

Menurutnya, suhu di atas 45 derajat Celsius seharusnya membunuh nyamuk. Tetapi, nyamuk adalah serangga yang sangat pintar dan dapat berkembang biak di wadah penyimpanan air yang suhunya tidak naik setinggi itu," kata Velayudhan. 

 

 
Kasus demam berdarah yang dilaporkan hanya mewakili sebagian kecil dari jumlah total infeksi global. 
 
 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat