Stiker QRIS untuk transaksi pembayaran terpampang pada salah satu kios di Pasar Santa, Kebayoran Baru, Jakarta, Senin (3/7/2023). | Republika/Putra M. Akbar

Ekonomi

QRIS tak Lagi Gratis, Pedagang Kembali ke Uang Tunai

Praktik di lapangan terdapat pedagang yang membebankan biaya QRIS kepada konsumen.

JAKARTA -- Penerapan tarif QRIS yang diberlakukan sejak awal Juli turut berdampak pada konsumen. Pedagang yang tak mau terkena potongan biaya membebankan tarif QRIS kepada konsumen. Di sisi lain, ada juga pedagang yang akhirnya lebih memilih kembali ke uang tunai.

Bank Indonesia (BI) telah memberlakukan biaya atau merchant discount rate (MDR) QRIS sebesar 0,3 persen untuk usaha mikro dan transaksi lainnya 0,7 persen mulai 1 Juli 2023. BI melarang pedagang untuk membebankan biaya tersebut kepada konsumen.

Fakta di lapangan terdapat para pedagang yang membebankan tarif QRIS kepada pembeli. Berdasarkan pantauan Republika di kantin fakultas MIPA Universitas Indonesia, sejumlah pedagang membebankan tarif 0,3 persen kepada para pembelinya. "Tambahin Rp 300 dari harga, ya," tulis keterangan di depan kedai milik pedagang.

photo
Biaya QRIS - (Republika)

Salah satu konsumen, Ghina Nanda (29 tahun), mengaku keberatan jika biaya transaksi QRIS dibebankan kepada pembeli. Menurut dia, pedagang semestinya merasa terbantu apabila konsumen bertransaksi menggunakan pembayaran digital.

Dengan pembayaran nontunai, pedagang tidak perlu menyiapkan uang kembalian. Pedagang juga bisa merasa nyaman karena uang hasil penjualannya tersimpan dengan aman. "Enggak setuju (dikenakan biaya QRIS). Lebih baik transaksi pakai m-banking saja kalau begitu," kata Ghina kepada Republika, Jumat (14/7/2023).

Moh Ashari, seorang pegawai swasta di Jakarta, menjadi salah satu konsumen yang kecewa dengan adanya kebijakan baru QRIS. Dia mengungkapkan, beberapa pedagang malah membebankan biaya transaksi QRIS ke konsumen. 

"Saya tadinya termasuk orang yang cukup sering bertransaksi dengan QRIS, tapi setelah ada biaya admin atau layanan, jadi kecewa juga," kata Ashari kepada Republika, Jumat (14/7/2023).

Ashari biasa bertransaksi dengan QRIS untuk pembayaran makanan hingga belanja kebutuhan sehari-hari. Dalam satu hari, dia bisa melakukan dua atau tiga transaksi melalui QRIS. Artinya, biaya tambahan yang harus dikeluarkan pun lumayan jika pedagang membebankannya ke konsumen. "Bayangkan kalau dalam sebulan ada berapa kali transaksi, dan kalau diakumulasikan dalam sebulan bisa menambah cost," kata Ashari.

Bagi konsumen kelas menengah ke atas, jelas dia, biaya admin mungkin tidak akan terlalu berdampak. Namun, bagi konsumen kelas menengah ke bawah, biaya tambahan untuk pembayaran QRIS cukup memberatkan.

Untuk menyiasatinya, Ashari kini mulai mengurangi pembayaran menggunakan QRIS. "Kalau bisa cash, mending cash. Jadi, pembayaran QRIS hanya salah satu opsi, enggak bisa cashless seutuhnya," kata dia.

Sejumlah konsumen di Bandung khawatir dengan kebijakan tarif QRIS sebesar 0,3 persen. Sebab, tarif tersebut diperkirakan akan dibebankan kepada konsumen.

photo
Warga melakukan transaksi digital menggunakan QRIS di salah satu kios di Pasar Kosambi, Kota Bandung, Jawa Barat, Senin (10/7/2023). - (ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA)

Salah satu pegawai swasta Nasir Abdurachman mengaku kebijakan tarif QRIS untuk penjual dinilai akan berdampak kepada konsumen. Sebab, penjual akan menaikkan harga dan akhirnya memberatkan konsumen.

"Katanya dibebankan ke penjual, tapi tetap penjual akan naikkan harga dan ujungnya pembeli yang bayar," kata Nasir Abdurachman, pegawai swasta.

Dalam sehari, ia mengaku sering menggunakan layanan QRIS dua hingga tiga kali. Dengan kebijakan tarif tersebut, Nasir mengaku akan mempertimbangkan untuk memakai layanan lain. "Mending pilih yang lain," kata dia.

Sejauh ini, saat menggunakan QRIS, ia mengaku belum terjadi perbedaan harga saat membeli makanan atau minuman. Namun, apabila terjadi perbedaan, ia akan mempertimbangkan metode pembayaran lain.

Kembali ke uang tunai

Di Kota Solo, salah seorang pedagang nasi liwet bernama Lasmi (50) lebih memilih menerima uang tunai setelah QRIS tak lagi gratis. Pedagang di shelter Manahan, Solo, itu merasa keberatan dengan adanya pengenaan tarif dan potongan lainnya.

"Kalau ada yang cash, aku sekarang lebih pilih cash. Baru kalau ada kembalian, mau gak mau pakai QRIS," kata Lasmi, Jumat (14/7/2023). 

Ia mengatakan, transaksi yang menggunakan QRIS di warungnya lumayan banyak. "Aku lumayan transaksi per harinya, aku kurang setuju kalau dipotong. Tapi, mau bagaimana lagi?" katanya.

 
Kalau ada yang cash, aku sekarang lebih pilih cash
LASMI, pedagang nasi liwet di Kota Solo.
 

Menurut dia, tarif 0,3 persen menambah beban pedagang kecil. Sebab, pedagang juga masih harus menanggung biaya admin. "Ini ada potongan Rp 6.500 katanya admin. Lha ini mau dipotong lagi?" kata dia.

photo
QRIS - (Republika)

Bank Indonesia sebelumnya telah mengungkapkan alasan biaya QRIS atau MDR tak lagi gratis. Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono mengatakan, biaya MDR, terutama dengan besaran yang dikenakan kepada pedagang ultramikro lebih dimaksudkan untuk mengganti investasi dan biaya operasional yang telah dikeluarkan pihak-pihak yang terlibat di dalam penyelenggaraan transaksi QRIS.

Dia menjelaskan, pihak-pihak yang terlibat tersebut yaitu penyedia jasa pembayaran (PJP), penyedia jasa pembayaran lembaga switching, lembaga servis, dan lembaga standar. Hal tersebut dilakukan untuk menjaga kualitas dan sustainabilitas penyelenggaraan layanan QRIS. "Bank Indonesia tidak memperoleh porsi pendapatan dari MDR QRIS," kata Erwin.

Dia menuturkan, MDR merupakan biaya yang dikenakan kepada pedagang oleh penyedia jasa pembayaran (PJP). Penetapan tarif tersebut bertujuan untuk menjaga keberlanjutan penyelenggaraan layanan transaksi pembayaran untuk masyarakat, khususnya utk meng-kover biaya yg timbul.

"Penyesuaian MDR untuk pedagang usaha mikro (UMI) ini juga dilakukan dalam rangka meningkatkan kualitas layanan kepada pedagang dan pengguna," ungkap Erwin.

Berdasarkan data BI hingga Februari 2023, jumlah pedagang yang menjadi merchant QRIS mencapai 24,9 juta dengan total jumlah pengguna QRIS sebanyak 30,87 juta. Nominal transaksi QRIS hingga Februari 2023 tercatat sebesar Rp 12,28 triliun dengan volume transaksi sebesar 121,8 juta.

 

 

 

 

 

 

 

 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Peran Indonesia di Tengah Meningkatnya Tantangan

ASEAN, di bawah kepemimpinan Indonesia, harus bermanuver melalui permadani geopolitik yang kompleks.

SELENGKAPNYA

Islamofobia Tiada Ujung

Barat hanya memahami Islam dan Muslim lewat lensa kekuatan dan dominasi.

SELENGKAPNYA

Belasan Juta Petani Kecil Terancam Aturan EUDR

Indonesia telah menerapkan RSPO untuk produk sawit dan turunannya.

SELENGKAPNYA