Orang tua calon siswa melakukan konsultasi saat PPDB 2023 di SMA Negeri 1 Bandung, Selasa (6/6/2023). | ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA

Kabar Utama

Enggak Usah Takut Mengubah PPDB’

Pemerintah diminta tidak menutup diri untuk mengevaluasi atau bahkan mengganti dengan sistem baru.

JAKARTA — Banyaknya persoalan di lapangan menguatkan desakan untuk mengevaluasi sistem penerimaan peserta didik baru (PPDB) berbasis zonasi. Pemerintah diminta tidak menutup diri untuk mengevaluasi atau bahkan mengganti dengan sistem baru jika memang diperlukan.

Wakil Ketua Komisi X DPR Dede Yusuf mengatakan, setiap tahun semakin banyak keluhan pelaksanaan PPDB yang terdengar. Menurut dia, Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) tidak perlu takut untuk mengubah kebijakan PPDB yang ada saat ini jika memang kebijakan tersebut dinilai tidak layak untuk dilanjutkan dan memerlukan kebijakan yang lebih baik.

Enggak usah takut untuk mengubah PPDB. Karena PPDB ini kan sebenarnya adalah sebuah konsep pada era 2017. (Tahun) 2023 mestinya konsep tersebut boleh berubah. Artinya, ketika kebijakan itu sudah tidak layak lagi, boleh kita ganti. Saya usul saja, tolong Kemendikbudristek membuat sebuah konsep baru untuk dilakukan di 2024,” ujar Dede dalam rapat Komisi X dengan Kemendikbudristek, kemarin.

Sengkarut PPDB - (Republika)

Dia mengatakan, Kemendikbudristek semestinya sudah mempunyai hasil evaluasi dari pelaksanaan PPDB zonasi selama lima tahun terakhir, apakah itu sudah berjalan baik atau masih banyak ditemukan persoalan. Berdasarkan rapat-rapat di DPR terkait PPDB, kata Dede, yang ada justru makin banyak keluhan mengenai hal tersebut. Bahkan, makin banyak pula kasus penyimpangan dalam proses PPDB.

“Ini sepertinya ada masalah terhadap kebijakan ini. Saya khawatirnya, ketika beberapa kepala daerah sudah mengatakan terjadi penyimpangan, maka APH (aparat penegak hukum, Red) masuk. Kalau APH masuk, berapa banyak orang tua siswa, guru, harus berurusan dengan APH hanya karena anaknya ingin sekolah? Ini enggak bener. Menurut saya, yang paling baik saat ini adalah evaluasi kembali kebijakan ini,” kata dia.

Wakil Ketua Komisi X DPR Abdul Fikri Faqih menilai kebijakan PPDB zonasi yang tak kunjung mencapai tujuan awalnya pada 2017 lalu layak untuk dievaluasi. Tujuan awal pemberlakukan zonasi dalam sistem PPDB adalah menghilangkan ketimpangan kualitas pendidikan lewat penghapusan status sekolah-sekolah favorit.

“Menurut saya, evaluasi total sistem zonasi ini. Karena berarti tujuan utamanya untuk menghilangkan sekolah favorit dan pemerataan pendidikan belum berhasil. Paling tidak sampai sekarang,” ujar Fikri.

photo
Sejumlah orang tua calon peserta didik mendatangi SMAN 1 Bogor pada Selasa (11/7/2023) karena kecewa dengan hasil pengumuman PPDB zonasi. - (Republika/Shabrina Zakaria)

Dia menjelaskan, sistem zonasi salah satunya ditujukan untuk menghilangkan ketimpangan kualitas pendidikan melalui penghapusan status sekolah-sekolah negeri favorit. Tapi, kata dia, ternyata masih ada saja yang berlomba untuk mendapatkan sekolah-sekolah tertentu dengan berbagai macam cara yang tidak sesuai dengan ketentuan yang sudah ditetapkan.

“Kalau masih ada yang berlomba mendapatkan sekolah-sekolah ini dengan berbagai macam cara, surat keterangan palsu atau apa gitu, berarti masih ada favorit dong? Artinya sistem ini tidak berhasil. Layak untuk dievaluasi kalau sistem zonasi ini seperti itu,” ujar dia.

Seharusnya, kata Fikri, perkembangan dari tujuan awal PPDB zonasi diberlakukan sudah terlihat saat ini, kurang lebih sudah lima tahun berjalan sejak 2017. Persoalan-persoalan klasik, seperti pejabat membuat rekomendasi agar seorang anak dapat bersekolah di sekolah tertentu dan pungutan liar hingga jutaan, membuktikan masih adanya sekolah favorit.

“Mestinya ada progres. Misalnya yang tadinya diincar cuma satu, selanjutnya yang diincar ada tiga atau lima. Ada perubahan begitu,” tutur politikus PKS itu.

photo
Carut-marut sistem zonasi PPDB. - (Republika)

Ketua Fraksi PDIP DPRD Kota Depok Ikravany Hilman menyebut isu adanya dugaan calo dan jual beli kursi di PPDB Depok terjadi karena kelangkaan sekolah negeri dan sebarannya yang tidak merata. Masalah-masalah itu sebenarnya selalu muncul setiap tahun, terutama di PPDB SMP negeri.

"Problem PPDB ini adalah komposisi rasio antara jumlah siswa sama jumlah sekolah sangat jomplang, tiap tahun pasti bermasalah. Bahwa ada, misalnya, laporan soal nyogok segala macam, itu kan ekses dari daya tawar calo jadi tinggi karena kelangkaan sekolah dan persebaran," ujar Ikravany Hilman.

Menurut dia, masalah-masalah yang muncul saat masa PPDB, terutama SMP negeri, akan terus terjadi selama pemerintah kota tidak agresif membangun sekolah.  Jikapun membangun atau menambah sekolah negeri dalam beberapa tahun ini, prioritasnya justru bukan ke wilayah-wilayah yang kekurangan sekolah negeri.

photo
Tiga murid mengikuti kegiatan belajar di SDN 23 Lolong Padang, Sumatra Barat, Kamis (13/7/2023). Awal tahun ajaran baru, murid kelas 1 di sekolah tersebut hanya berjumlah tiga orang, meliputi dua murid baru dan satu murid tinggal kelas. Minimnya jumlah siswa akibat adanya kebijakan sistem zonasi pada PPDB karena di sana terdapat SDN lain yang berdekatan dan lokasi sekolah yang dekat dengan pantai. - (Antara/Iggoy el Fitra)

Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) kecewa dengan forum rapat dengar pendapat (RDP) mengenai PPDB antara Komisi X DPR RI dan Kemendikbudristek. Salah satu kekecewaannya adalah karena Komisi X DPR RI gagal membahas dan mengidentifikasi masalah utama dalam sengkarut PPDB 2023.

“RDP terkuras untuk mendiskusikan hal-hal yang remeh-temeh terkait kesalahan teknis dan urusan lokal yang bersifat malaadministrasi. Ini masalah klasik yang akan terus terjadi jika sumber utama tidak dibenahi,” ujar Koordinator Nasional JPPI Ubaid Matraji.

Ubaid mengatakan, masalah utama PPDB 2023 adalah tingkat kemampuan pemerintah untuk membuat sistem PPDB yang berkeadilan bagi semua, bukan "sistem seleksi" yang pasti akan menggugurkan mayoritas calon peserta didik yang mendaftar di sekolah negeri. Itu terjadi, kata Ubaid, karena kurangnya daya tampung sekolah negeri.

 
Pangkal masalah ini bersifat sistemik dan letaknya ada di pemerintah pusat
 
 

Ia juga kecewa karena Kemendikbudristek terkesan cuci tangan dan mengarahkan tudingan kisruh PPDB 2023 kepada pemerintah daerah (pemda). Konsistensi tudingan itu sebelumnya juga dilakukan oleh Inspektur Jenderal Kemendikbudristek Chatarina Muliana Girsang. “Padahal, menurut kami, pangkal masalah ini bersifat sistemik dan letaknya ada di pemerintah pusat, Kemendikbudristek, bukan di level pemda,” ujar dia.

Kemendikbudristek melihat pengawasan yang dilakukan oleh inspektorat daerah dalam pelaksanaan PPDB masih kurang berjalan dengan baik. Salah satunya terlihat saat Kemendikbudristek turun ke lapangan, inspektorat daerah kurang memahami sistem zonasi dalam PPDB. “Jadi, ketika ada permasalahan, ketika kami turun, inspektorat daerahnya juga tidak tahu bahwa PPDB yang diatur dengan Permendikbud Zonasi ada empat jalur,” ujar Irjen Kemendikbudristek Chatarina Muliana Girsang.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Erna tak Tahu KK-nya Disisipi Pendaftar PPDB Zonasi

Rumah Erna berdekatan dengan dua sekolah favorit di Kota Bogor.

SELENGKAPNYA

Golden Buzzer dan Kemajuan Karier Gen Z

Gen Z di Indonesia memiliki karakter yang realistis dan mencari keamanan serta stabilitas.

SELENGKAPNYA