Foto double exposure Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman saat memimpin sidang putusan terkait gugatan sistem pemilu di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (15/6/2023). | Republika/Putra M. Akbar
Suasana sidang putusan terkait gugatan sistem pemilu di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (15/6/2023). | Republika/Putra M. Akbar
Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman saat memimpin sidang putusan terkait gugatan sistem pemilu di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (15/6/2023). | Republika/Putra M. Akbar
Mahkamah Konstitusi menolak permohonan uji materi UU Pemilu. Sehingga Pemilu 2024 tetap diselenggarakan menggunakan sistem proporsional terbuka. | Republika/Putra M. Akbar
Anggota DPR RI Supriansyah (kiri) bersama Habiburokhman (tengah) dan Arteria Dahlan (kanan) menyaksikan sidang putusan terkait gugatan sistem pemilu di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (15/6/2023). | Republika/Putra M. Akbar

Peristiwa

Mahkamah Konstitusi: Pemilu 2024 Tetap Proporsional Terbuka

MK menilai Konstitusi RIS 1949 dan UUDS 1950 tidak menentukan jenis sistem pemilu yang digunakan

JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menolak gugatan terhadap sistem pemilihan umum (Pemilu). Dengan demikian, sistem Pemilu 2024 tetap menggunakan proporsional terbuka.

Dalam konklusinya, MK menegaskan pokok permohonan mengenai sistem Pemilu tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya. Alhasil, gugatan bernomor 114/PUU-XX/2022 itu gagal menjadikan Pemilu sistem proporsional tertutup diberlakukan lagi.

"Mengadili, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang pembacaan putusan di gedung MK pada Kamis (14/6/2023).

Dalam pertimbangannya, MK menilai Konstitusi RIS 1949 dan UUDS 1950 tidak menentukan jenis sistem pemilihan umum yang digunakan untuk anggota legislatif. Sikap ini diambil MK setelah menimbang ketentuan- ketentuan dalam konstitusi yang mengatur ihwal pemilihan umum.

"UUD 1945 hasil perubahan pun tidak menentukan sistem pemilihan umum untuk memilih anggota DPR dan anggota DPRD. Dalam hal ini, misalnya, Pasal 19 ayat (1) UUD 1945 menyatakan anggota DPR dipilih melalui pemilihan umum," ucap hakim MK Suhartoyo.

MK lebih mendukung sistem proporsional terbuka karena lebih mendukung iklim demokrasi di Tanah Air. Hal ini berkebalikan kalau sistem proporsional tertutup yang diterapkan.

"Sistem proporsional dengan daftar terbuka dinilai lebih demokratis," ujar Suhartoyo.

MK menegaskan pertimbangan ini diambil setelah menyimak keterangan para pihak diantaranya DPR, Presiden, KPU, ahli, saksi dan mencermati fakta persidangan. ';