
Kabar Utama
Sindikat Perdagangan Orang Menggurita
Direktorat PPA dan TPPO Polri segera dibentuk.
JAKARTA -- Korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) kian hari kian bertambah. Sindikat kejahatan tersebut ditemukan sudah menggurita.
Pada Rabu (7/6/2023, jajaran Polda Jawa Tengah, kembali mengungkap kasus TPPO dengan modus perekrutan dan penempatan pekerja migran. Jumlah korban mencapai ratusan orang.
Setelah sebelumnya mengungkap di wilayah hukum (wilkum) Polres Brebes, Polres Grobogan, dan Polres Cilacap, kali ini jajaran Polda Jawa Tengah mengungkap kasus TPPO di wilkum Polres Pemalang.
Kasus TPPO yang sebelumnya telah diungkap rata-rata dilakukan oleh oknum perorangan dengan modus penipuan yang mengarah pada TPPO. Namun, di Pemalang, pelaku yang diungkap adalah korporasi atau perusahaan.

Kapolda Jawa Tengah Irjen Pol Ahmad Luthfi mengungkapkan, perkara TPPO yang diungkap di wilayah Pemalang ini bermula dari kejadian kecelakaan laut kapal berbendera Cina di Samudra Hindia pada 16 Mei 2023 lalu.
“Dalam laka laut ini ditemukan anak buah kapal (ABK) yang berkewarganegaraan Indonesia. Antara lain dari Brebes, Tegal, Tuban, dan Banjarnegara,” katanya saat menggelar konferensi pers di Mapolres Pemalang, jawa Tengah, Rabu (7/6).
Mengenai temuan tersebut, ujar Kapolda, selanjutnya jajaran Polres Pemalang melakukan langkah-langkah penyidikan dan penyelidikan terhadap para ABK yang berkewarganegaraan Indonesia tersebut.
Dalam proses pendalaman ini ditemukanlah petunjuk terkait peran perusahaan PT Sahabat Mitra Sejahtera (SMS) yang setelah dilakukan penyelidikan ternyata tidak memiliki izin pendirian perusahaan perekrut dan penyalur tenaga kerja migran. Pun demikian dengan sejumlah persyaratan administrasi lainnya, hingga kemudian kepolisian melakukan penyidikan terhadap perusahaan yang beralamat di Pemalang tersebut.

Setelah dilakukan penyidikan dari kurun waktu Mei 2021, perusahaan ini telah memberangkatkan sekurang-kurangnya 447 awak kapal dan sebanyak 114 orang belum diberangkatkan.
Terungkap perusahaan yang dimaksud memang tidak memiliki izin terkait dengan perekrutan tenaga kerja migran, khususnya di bidang pelayaran. “Jadi, surat izin perekrutan oleh perusahaan, seperti surat izin usaha perekrutan dan penempatan awak kapal (SIUPPAK) tidak ada sama sekali,” ungkap Kapolda Jawa Tengah kepada awak media.
Atas beberapa temuan tersebut, polisi menduga motif ini digunakan oleh perusahaan untuk mencari keuntungan dalam rangka memperkaya diri. Sebab, dari praktik ilegal itu, beberapa tersangka mendapatkan keuntungan hampir mencapai Rp 2,2 miliar.
“Sedangkan barang bukti yang diamankan antara lain berupa akta pendirian perusahaan, nomor induk berusaha (NIB), serta beberapa dokumen lain yang telah dilakukan penyitaan oleh penyidik,” ujar Ahmad Luthfi.

Kapolda menjelaskan, kasus pengungkapan TPPO di Cilacap, Grobogan, dan lainnya rata- rata ada peran broker yang mencari calon rekrutan. “Para broker ini datang ke kampung-kampung mencari orang yang mau bekerja di luar negeri dengan iming-iming gaji tinggi, kemudian setor uang dan kemudian ditempatkan (ditampung) di suatu tempat.”
Sehingga mereka yang menjadi korban ada yang protes karena tidak kunjung diberangkatkan dan ada pula yang protes karena tidak sesuai dengan harapan. Hal ini karena memang tidak ada surat perjanjian kerja (SPK). “Terhadap para broker ini tentu juga dilakukan penegakan hukum, seperti yang sudah ditindak di Cilacap, ada tersangka perempuan (ibu-ibu, Red),” ujarnya.
Kapolda menyampaikan, TPPO yang telah diungkap di Jawa Tengah sejauh ini semuanya memiliki jaringan dan mereka tidak berdiri sendiri. Hal itu terlihat dari cara-cara perekrutan di Brebes dan Tegal.
Ternyata mereka memiliki lembaga pendidikan keterampilan (LPK) di Indramayu, Jawa Barat, hingga kasus ini juga dikembangkan ke Indramayu. Tak hanya itu, korporasinya juga ada yang berkantor di Jakarta. “Jadi, begitu penyidik menemukan petunjuk dan bukti permulaan yang cukup maka langsung berangkat ke Jakarta untuk melengkapi bukti penyidikan,” katanya.

Pembentukan direktorat
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA) mendukung percepatan pembentukan Direktorat Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) dan TPPO. Nantinya Direktorat baru itu bakal berada di bawah Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri.
Dukungan yang sama diembuskan oleh Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam), Polri, dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB). Hal itu merupakan tindak lanjut dari arahan Presiden Joko Widodo dalam rapat terbatas pencegahan TPPO pada 30 Mei 2023.
"Kami sepakat Direktorat PPA dan TPPO perlu dikonsolidasikan karena 80 persen korban TPPO adalah perempuan. Oleh karena itu, akan menjadi perhatian yang sangat penting untuk mempertimbangkan unsur PPA dalam direktorat ini, sehingga secara kelembagaan akan lebih efektif dan efisien," kata Menteri PPPA Bintang Puspayoga dalam keterangannya pada Rabu (7/6/2023).
Semula, bagian baru di Polri ini direncanakan hanya bernama Direktorat PPA saja. Namun, masalah TPPO terus mencuat di Tanah Air sehingga TPPO ikut dicantumkan di dalam Direktorat itu. "Pembentukan direktorat yang awalnya Direktorat PPA ini merupakan perjuangan panjang yang kami lakukan bersama Kapolri," ujar Bintang.
Sementara itu, Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo menyebutkan, berdasarkan data tahun 2020-2023, korban TPPO didominasi oleh perempuan, yaitu 796 perempuan dewasa dan 475 anak perempuan. Sigit memaparkan beberapa modus yang dicatat oleh pihak kepolisian, yaitu pekerja migran Indonesia (PMI), pekerja seks komersial, pekerja rumah tangga (PRT), anak buah kapal (ABK), dan penipuan alias scamming.
"Angka ini masih di permukaan karena kasus TPPO masih ditangani oleh level subdirektorat sehingga inilah alasan mengapa jangkauan kita harus menjadi lebih luas dan membutuhkan satu direktorat khusus," ujar Sigit dalam rapat bersama Kementerian PPPA di Kemenko Polhukam.
Sigit mengusulkan Direktorat PPA dan TPPO akan menangani lima subdirektorat, yaitu kekerasan terhadap perempuan, kekerasan terhadap anak, TPPO dalam negeri, TPPO wilayah Asia Timur dan Tenggara, dan TPPO di luar wilayah Asia Timur dan Tenggara.
Berdasarkan data tahun 2020-2023, korban TPPO didominasi oleh perempuan.
"Dari jumlah personelnya saja, saat ini di Mabes Polri, isu TPPO ditangani oleh 38 personel, apabila dibentuk direktorat baru, minimal akan ada 126 personel yang mengawal," ucap Sigit.
Adapun Menko Polhukam Mahfud MD menegaskan, Pemerintah Indonesia akan menempuh jalan cepat dalam merumuskan rancangan pembentukan Direktorat PPA dan TPPO. Mahfud akan menangani irisan direktorat baru itu dengan direktorat lain di Polri.
"Untuk mempercepat proses ini, saya akan bicara dengan istana. Sementara itu, Kemenpan RB dengan Kemenko Polhukam akan merumuskan rancangan yang tepat," ujar Mahfud.
Minim Lapangan Kerja dan Darurat Perdagangan Orang
Kasus perdagangan orang di Indonesia dinilai masuk tahap darurat.
SELENGKAPNYAOECD dan Bank Dunia Kompak Naikkan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global
Meski proyeksi lebih baik, tingkat pertumbuhan belum akan setinggi sebelum pandemi.
SELENGKAPNYAKorban-Korban Perdagangan Orang Terus Dipulangkan
Seratusan WNI masih tertahan di Filipina.
SELENGKAPNYA