Petugas kesehatan memeriksa gula darah warga saat peringatan Hari Diabetes Sedunia di Plaza Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Ahad (13/11/2022). Selain memberikan layanan kesehatan dan pemeriksaan diabetes gratis, Hari Diabetes Sedunia tersebut | REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA

Medika

Disfungsi Seksual pada Perempuan dengan Diabetes

Disfungsi seksual pada perempuan belum mendapat perhatian dokter daripada laki-laki.

Membicarakan disfungsi seksual masih dianggap tabu bagi sebagian perempuan di Indonesia. Latar belakang budaya ketimuran, rasa malu, dan anggapan bahwa hal tersebut merupakan ranah privat yang tak perlu diperbincangkan jadi beberapa alasannya.

Dokter spesialis penyakit dalam konsultan endokrin metabolik diabetes, Made Ratna Saraswati, menyampaikan, disfungsi seksual merupakan hal yang jarang dikeluhkan pasien diabetes berjenis kelamin perempuan.

Namun, bukan berarti gangguan itu tidak terjadi. Dalam acara "Perempuan Bicara Diabetes" yang diselenggarakan oleh Diabetes Initiative Indonesia (DIID), Ratna membahas mengenai topik tersebut.

Dia menyoroti, pemahaman tentang struktur dan fungsi genital perempuan selama ini lebih lengkap dibanding pengetahuan tentang hasrat perempuan. "Disfungsi seksual pada perempuan belum mendapat perhatian dokter jika dibandingkan dengan disfungsi seksual pada laki-laki. Keadaan ini juga sulit dinilai karena tidak ada instrumen diagnostik untuk menilai secara empiris dan praktis," ujar Ratna saat menjadi pembicara sesi diskusi di Prodia Tower, Jakarta Pusat, Ahad (4/6/2023).

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Made Ratna Saraswati (@ratnasrswt)

Endokrinologis yang praktik di RSUP Prof IGNG Ngoerah Denpasar, Bali, tersebut menjelaskan, siklus respons seksual terdiri atas hasrat, gairah, orgasme, dan resolusi. Disfungsi seksual bisa terjadi di setiap tahapan, baik disfungsi pada area hasrat, orgasme, maupun nyeri saat penetrasi.

Disebut disfungsi seksual apabila kondisi di mana respons seksual seseorang tidak berfungsi dengan baik berlangsung secara persisten atau terus berlanjut. Kondisi itu lantas menyebabkan stres dan berdampak negatif bagi suatu hubungan. "Kalau sesaat, bukan disfungsi namanya," ujar Ratna.

Pemeriksaan fungsi seksual selama ini bisa dilakukan secara objektif, termasuk pengukuran suhu dan pelebaran pembuluh darah serta subjektif, yakni dengan meminta pasien mengisi kuesioner indeks fungsi seksual perempuan.

Ratna mengakui penilaian disfungsi seksual perempuan amat rumit dan sukar dinilai. Namun, sejumlah studi telah mencoba mendalami topik disfungsi seksual, termasuk penelitian yang digagas oleh Ratna.

Secara terpisah, pada 2008 dan 2011 Ratna menggarap studi mengenai disfungsi seksual pasien diabetes laki-laki dan pasien diabetes perempuan. Dosen ilmu penyakit dalam di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Bali, itu menjabarkan lebih lanjut tentang studinya mengenai disfungsi seksual perempuan pengidap diabetes tipe dua.

Seksualitas perempuan yang dia tinjau dalam studi, yakni fungsi rekreasional, bukan reproduksi. Studi cross sectional tersebut melibatkan 97 perempuan pengidap diabetes tipe dua di poliklinik RSUP Sanglah, Denpasar, Bali.

Pengukuran menggunakan indeks fungsi seksual wanita (FSFI) dengan total 19 pertanyaan. Berdasarkan skor jawaban, disfungsi seksual perempuan terbagi dalam empat kategori. Ada gangguan hasrat, gangguan gairah, gangguan orgasme, dan gangguan nyeri seksual.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Diabetes Initiative (@diabetesinitiative)

Usia rata-rata peserta adalah 58,8 tahun, dengan rentang usia antara 34-80 tahun. Durasi rata-rata pasien mengidap diabetes adalah 8,6 tahun, berkisar antara nol hingga 30 tahun.

Hasilnya, indeks fungsi seksual perempuan pengidap diabetes tipe dua dalam studi itu terbilang rendah. Domain gairah tercatat memiliki skor terendah sebesar 2,13 atau 35,5 persen dari skor maksimal.

Domain lain juga memiliki skor rendah di bawah 50 persen, termasuk hasrat, lubrikasi, orgasme, dan nyeri. Hanya aspek kepuasan yang lebih dari 50 persen. Dengan kondisi itu, Ratna menyarankan tidak menyepelekan risiko disfungsi seksual perempuan pengidap diabetes.

Dia mencontohkan, pada permasalahan lubrikasi vagina, bisa memperbaiki siklus respons seksual sebelumnya, yakni membangun hasrat terlebih dahulu baru kemudian pasangan memberikan stimulasi mekanik. Aspek psikologis juga dinilainya penting.

Ratna menyarankan memperbaiki komunikasi dengan pasangan, dan menyamakan sudut pandang mengenai aktivitas seksual yang diinginkan. Begitu pula terkait penanganan diabetes. "Kalau diabetes dikendalikan dengan baik, kondisi itu bisa diatasi," ujar Ratna.

 

 
Penilaian disfungsi seksual perempuan amat rumit dan sukar dinilai.
MADE RATNA SARASWATI, Dokter spesialis penyakit dalam konsultan endokrin metabolik diabetes. 
 
 

Serba-serbi Diabetes pada Perempuan

Banyak perempuan pengidap diabetes berjuang mengatasi kondisinya.

SELENGKAPNYA

Tak Ada Siasat Aman Berhubungan Intim Saat Haid

Hubungan seksual saat menstruasi itu memiliki risiko besar karena bisa memunculkan penyakit.

SELENGKAPNYA

Jangan Merasa Aman dengan Fitur Sidik Jari untuk Mengunci Smartphone

Authenticator sidik jari pada ponsel pintar, ternyata tak benar-benar membutuhkan kecocokan 100 persen,

SELENGKAPNYA

Ikuti Berita Republika Lainnya