Penghulu bulan dalam setahun adalah Ramadhan dan penghulu hari dalam sepekan adalah Jumat, maka penghulu waktu dalam sehari semalam adalah sepertiga malam terakhir | Republika

Hikmah

Sepertiga Malam Terakhir

Sungguh, sepertiga malam terakhir begitu agung untuk dilewatkan.

Oleh ALEXANDER ZULKARNAEN

Jika penghulu bulan dalam setahun adalah Ramadhan dan penghulu hari dalam sepekan adalah Jumat, maka penghulu waktu dalam sehari semalam adalah sepertiga malam terakhir.

Saat suasana hening senyap, saat sebagian insan tidur lelap diselimuti malam gelap. Saat lambung menempel rapat di kasur yang hangat.

Sebagian insan yang lain menunggu kedatangan sepertiga malam terakhir ini dengan rindu. Rindu kesyahduhan munajat kepada Zat Yang Maha Mengabulkan segala niat.

 
Sebagian insan yang lain menunggu kedatangan sepertiga malam terakhir ini dengan rindu. Rindu kesyahduhan munajat kepada Zat Yang Maha Mengabulkan segala niat.
 
 

Rindu “berduaan” dengan Zat Yang Maha Cinta, Allah Azza wa Jalla. Mereka rela berpisah dengan ranjang hangat, melawan kantuk berat.

Begitulah Allah menyifati sebagian manusia yang bangun di sepertiga malam terakhir sebagaimana tercantum dalam firman-Nya, “Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya dan mereka selalu berdoa kepada Rabbnya dengan penuh rasa takut dan harap...” (QS as-Sajadah: 16).

Sayyid Quthub dalam tafsirnya Fi Dzilalil Qur’an berkata, “Alquran menjelaskan bangun malam (qiyamullail) dengan gaya bahasa lain, yaitu lambung mereka jauh dari tempat tidur. Tergambarlah ranjang di malam hari menyuruh lambung untuk tidur. Tapi lambung tidak memenuhi ajakan itu, kendati harus mencurahkan segenap tenaga untuk melawan godaan ranjang yang menarik, sebab lambung sibuk dengan Tuhannya dan berdiri di depan-Nya.”

Bagaimana mungkin mereka tidak rindu sepertiga malam terakhir, sebab Allah Pencipta Alam Semesta turun ke langit dunia yang membuat perasaan semakin dekat dengan-Nya, menambah kelezatan bermunajat kepada-Nya, mengabulkan segala harap dan pinta.

Abu Hurairah meriwayatkan, Rasulullah SAW bersabda, “Rabb kita Tabaraka wa Ta’ala turun setiap malam ke langit dunia hingga tersisa sepertiga malam terakhir, lalu Dia berkata, ‘Siapa yang berdoa pada-Ku, Aku akan memperkenankan doanya. Siapa yang meminta pada-Ku, pasti akan Kuberi. Dan siapa yang meminta ampun pada-Ku, pasti akan Kuampuni’.” (HR Bukhari Muslim).

Bagaimana mereka tidak ingin segera berada di sepertiga malam terakhir, sementara di dalamnya ada jalan mengantarkan ke surga dengan aman. Rasulullah SAW memberikan kabar gembira ini melalui sabdanya, "Hai manusia,…shalatlah pada malam hari saat manusia sedang tidur, niscaya kalian masuk surga dengan aman.” (HR Tirmizi).

Bagaimana mereka tidak menunggu datangnya sepertiga malam terakhir, sebab Rasulullah SAW, sang teladan sepanjang zaman, melakukan ibadah di waktu ini sampai kedua kaki beliau bengkak sebagai manifestasi syukur beliau kepada Rabbul Izzati. (HR Bukhari Muslim).

 
Maka jangan heran jika kemudian para salafusshalih merasa sedih dan gundah gulana jika melewati sepertiga malam terakhir tanpa amal ibadah.
 
 

Maka jangan heran jika kemudian para salafusshalih merasa sedih dan gundah gulana jika melewati sepertiga malam terakhir tanpa amal ibadah. Seorang ulama tabi’in, Atha’ bin Rabah, menjuluki qiyamullail di sepertiga malam terakhir sebagai ibadah yang menghidupkan badan, menyinari hati, mencerahkan wajah, menguatkan pandangan dan organ tubuh.

Jika seseorang mengerjakannya, ia bahagia tiada tara esok harinya, dan jika tidak, ia sedih dan gundah gulana. Seperti ada sesuatu yang hilang dari dirinya dan sesuatu yang paling besar manfaatnya sirna darinya.

Imam Sufyan ats-Tsauri berkata, “Jika malam datang, aku senang. Jika siang menjelang, aku sedih.” Beliau pada pagi hari menjulurkan kedua kakinya ke tembok dan kepalanya ke tanah agar darahnya kembali ke tempat semula karena qiyamullail yang ia kerjakan.

Sungguh, sepertiga malam terakhir begitu agung untuk dilewatkan. Maka berbahagialah orang yang terbiasa bangun untuk kemudian beramal di dalamnya dan merugilah orang yang terlelap ketika sepertiga malam terakhir menyapanya.

Allahu musta’an.

Bersalaman Usai Shalat Itu Bid'ah, Benarkah?

Hukum saling berjabat tangan setelah shalat diperbolehkan dan memiliki landasan yang kuat.

SELENGKAPNYA

Sejarah Haji dari Zaman Nabi

Usai menegakkan Ka’bah, Nabi Ibrahim AS diperintahkan untuk menyeru manusia yang beriman agar berhaji.

SELENGKAPNYA

Selokan Mataram, Kanal Bersejarah Penyelamat Rakyat Yogyakarta

Banyak rakyat Yogyakarta yang bisa diselamatkan dari jeratan kerja paksa Jepang.

SELENGKAPNYA

Ikuti Berita Republika Lainnya