
Analisis
Ekonomi Pilpres
Efek persepsi tentang ekonomi lebih tinggi daripada efek faktor lain termasuk agama.
Oleh ADIWARMAN A KARIM
Preferensi pemilih dalam pilpres ditentukan oleh banyak faktor. Survei yang dilakukan CSIS tahun 2018, “Petahana, Patronase, dan Politik Uang di Jawa” menemukan dua hal penting.
Pertama, efek persepsi tentang ekonomi lebih tinggi daripada efek faktor lain termasuk agama. Kedua, ada korelasi yang kuat antara persepsi orang terhadap ekonomi dengan preferensi politiknya terhadap petahana.
Di antara calon pemilih yang percaya keadaan ekonomi telah membaik, jumlah yang akan memilih Jokowi, petahana, lebih banyak dibandingkan dengan yang akan memilih Prabowo. Sebaliknya, di antara yang percaya keadaan ekonomi memburuk, jumlah yang akan memilih Prabowo jauh lebih banyak.
Walter Bossert, Andrew Clark, Conchita D’Ambrosio, Anthony Lepinteur, dalam riset mereka “Economic insecurity and political preferences” meneliti di tiga negara, yaitu Amerika Serikat, Inggris, dan Jerman menemukan hal yang mirip.
Kecemasan ekonomi mendorong tingginya partisipasi pemilih dengan preferensi memilih penantang petahana. Ini terjadi pada 2016 ketika Donald Trump memenangkan pilpres. Kecemasan ekonomi juga mendorong pemilih memenangkan Brexit pada 2016.
Kecemasan ekonomi mendorong tingginya partisipasi pemilih dengan preferensi memilih penantang petahana. Ini terjadi pada 2016 ketika Donald Trump memenangkan pilpres. Kecemasan ekonomi juga mendorong pemilih memenangkan Brexit pada 2016.
Randall Holcombe, profesor Florida State University, dalam risetnya “Elite Influence on General Political Preferences” menambahkan, faktor pengaruh elite politik yang disebutnya sebagai konsep expressive preferences.
Ketika keadaan ekonomi memburuk yang menimbulkan kecemasan ekonomi, dan sosok penantang petahana dipersepsikan sebagai antitesanya, maka pemilih akan mengasosiasikan dirinya dengan identitas politik kandidat, partai, ideologi, atau pandangan politik tokoh tersebut yang akan dijadikan simbol kecenderungan atau anchor preferences.
Dalam konsep expressive preferences ini, para pendukung penantang petahana mempersepsikan perjuangan mereka sebagai perjuangan identitas, bukan sekadar pemilihan presiden. Inilah yang akan mendorong munculnya identitas "kami bukan mereka, mereka bukan kami". Inilah konsep eksklusivitas.
Keadaan bertambah rumit ketika petahana mengeklaim "Tidak ada mereka dan kami, yang ada adalah kita". Sampai di sini ungkapan ini terasa benar, terasa inklusif.
Parahnya, anak kalimat berikutnya adalah "Kita adalah fulan, fulan adalah kita". Inilah konsep monopoli inklusivitas. Definisi inklusif ditentukan sepihak. Yang tidak memenuhi kriteria inklusif menurut versi ini dikeluarkan dari "kita".
Dalam ilmu ekonomi mikro, hal ini merupakan bagian dari Teori Permainan atau Game Theory dengan berbagai skenarionya. Yang menarik adalah permainan "Kami, Mereka, Kita", baru mendapatkan momentum bila dua hal terpenuhi.
Pertama, memburuknya kondisi ekonomi yang menimbulkan kecemasan ekonomi. Kedua, penantang petahana yang dipersepsikan kuat sebagai anchor preferences atau simbol kecenderungan.
Bagi petahana dan yang dipersepsikan sebagai pelanjut petahana, permainan sesungguhnya ada dua hal. Pertama, menjaga kondisi ekonomi tetap baik. Kedua, menjaga tidak terjebak pada monopoli inklusivitas.
Oleh karena itu, bagi petahana dan yang dipersepsikan sebagai pelanjut petahana, permainan sesungguhnya ada dua hal. Pertama, menjaga kondisi ekonomi tetap baik. Kedua, menjaga tidak terjebak pada monopoli inklusivitas.
Dalam game theory, menjaga kondisi ekonomi tetap baik akan menihilkan argumen penantang sehingga berbagai argumen itu menjadi bualan kosong atau istilah kerennya empty threat.
Sebaliknya, kondisi ekonomi yang memburuk dipersepsikan kegagalan petahana dalam mengelola negara. Bill Clinton memanfaatkan memburuknya ekonomi AS ketika mengalahkan George Bush pada tahun 1992.
Padahal ketika Maret 1991, survei menunjukkan 90 persen rakyat AS mendukung Bush. Survei kemudian menunjukkan pada Agutus 1992 keadaan berbalik, 64 persen menilai kinerja Bush gagal karena resesi melanda AS.
James Carville, ahli strategi kampanye Clinton, mengangkat kecemasan ekonomi sebagai tema utama dengan ungkapan “It’s the economy, stupid”, di samping dua tema utama lainnya, yaitu “Change vs more of the same” dan “Don’t forget health care”.
Pertama, tunjukkan empati pada kecemasan ekonomi yang dirasakan rakyat. Kedua, tawarkan perubahan. Ketiga, janjikan rasa kenyamanan berupa jaminan kesehatan.
Hal yang mirip juga terjadi dalam peralihan Orde Lama ke Orde Baru. Pada 12 Januari 1966, tiga tema utama Tritura adalah pembubaran PKI beserta ormas-ormasnya, perombakan kabinet Dwikora, dan yang paling menyentuh hajat orang banyak adalah turunkan harga pangan.
Tuntutan pertama dan kedua telah diserukan lebih dulu, tapi tidak mendapatkan momentum. Baru ketika tuntutan ketiga, mendapatkan momentum. Peralihan dari Orde Baru ke Orde Reformasi juga mendapatkan momentum dengan memburuknya ekonomi yang diawali dengan krisis moneter.
Setelah cucu Rasulullah SAW, Hasan RA, menyatukan kembali umat Islam akibat pergolakan politik panjang, Muawiyah RA memfokuskan membangun ekonomi rakyat.
Pertama, transaksi ekonomi meningkat pesat dengan redanya pergolakan politik. Kedua, semakin luasnya wilayah Islam memberikan tambahan sumber daya dan peluang ekonomi yang sangat besar.
Semakin luasnya wilayah Islam memberikan tambahan sumber daya dan peluang ekonomi yang sangat besar.
Ketiga, pembebasan wilayah-wilayah yang tadinya dikuasai Persia dan Romawi meredam pergolakan politik domestik menjadi perjuangan menghadapi musuh bersama.
Dalam traktat damai Al Hasan RA dengan Muawiyah RA, syarat utamanya adalah Muawiyah RA harus bersikap adil kepada rakyat dan menjaga mereka tetap aman dan terlindungi. Bukan kekuasaan namanya bila tidak melenakan.
Keistimewaan politik dan ekonomi yang diberikan kepada keluarga Umayyah, diskriminasi antara Arab dan non-Arab, dan yang paling menyentuh hajat orang banyak adalah kecemasan ekonomi.
Populasi umat Islam di akhir zaman Umayah didominasi Muslim non-Arab karena perluasan wilayah pembebasan Persia dan Romawi. Di zaman Umar bin Khattab RA, mantan petinggi Persia, birokrat, dan teknokrat serta pebisnis banyak diberikan peran penting dalam mengembangkan Baitul Mal dan perekonomian.
Sebaliknya, di zaman Bani Umayyah, Muslim non-Arab tidak diberi peran penting. Bahkan untuk jabatan rendahan pun, gaji mereka lebih kecil dibandingkan jabatan yang sama oleh Muslim Arab.
Momentumnya terjadi ketika Muslim non-Arab yang saat itu telah menjadi mayoritas populasi, dikenakan jizyah walaupun mereka Muslim. Marwan II merupakan Khalifah Bani Umayyah terakhir yang berkuasa dari 744 M sampai 750 M di Damaskus.
Ketidakpuasan sosial politik yang dialami Muslim Arab non-Bani Umayyah mendapat momentum ketidakpuasan ekonomi mayoritas populasi. Lima butir traktat damai Hasan RA dan Muawiyah RA seakan hidup kembali dalam ingatan masyarakat dan semuanya telah lengkap dilanggar.
Pertama, keadilan sesuai dengan Kitab Allah, Sunnah Nabi, dan perilaku khalifah yang saleh. Kedua, keadilan kekuasan. Muawiyah RA tidak memiliki hak untuk mempercayakan kekuasaan kepada siapa pun setelahnya.
Ketiga, keadilan politik. Muawiyah RA juga tidak boleh mengutuk dan menyebut Ali bin Abi Thalib RA kecuali dengan cara yang baik.
Dunia ini pernah dikuasai orang Majusi tidak kurang dari 4.000 tahun karena mereka mempraktikkan kejujuran dan keadilan
Keempat, keadilan ekonomi termasuk kepada keluarga mereka yang terbunuh pada Pertempuran Unta dan Pertempuran Siffin.
Kelima, keadilan keamanan. Muawiyah harus memberikan keamanan kepada semua ras.
Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya di negeri Habasyah terdapat seorang raja yang tak seorang pun dizalimi di sisinya. Pergilah ke negerinya hingga Allah membukakan jalan keluar bagi kalian dan penyelesaian atas apa yang menimpa kalian.”
Kiai Miftahul Akhyar mengutip Imam Ghazali dalam kitab Tibrul Masbuk fi Nasihatil Muluk mengingatkan, “Dunia ini pernah dikuasai orang Majusi tidak kurang dari 4.000 tahun karena mereka mempraktikkan kejujuran dan keadilan."
Sejarah Haji dari Zaman Nabi
Usai menegakkan Ka’bah, Nabi Ibrahim AS diperintahkan untuk menyeru manusia yang beriman agar berhaji.
SELENGKAPNYAAzan Terakhir
Bilal bin Rabah mengumandangkan azan shalat Subuh dari atas rumah Sahl, wanita bani Najjar.
SELENGKAPNYAHak Spiritual Istri
Rasulullah tak hanya memenuhi kebutuhan lahir istri, namun juga memberi kebutuhan jiwa
SELENGKAPNYA