
Ekonomi
Tren Dedolarisasi Untungkan Rupiah
Ketidakpastian kurs saat ini berasal dari kebijakan the Fed yang masih agresif.
JAKARTA -- Tren dedolarisasi yang belakangan dilakukan beberapa negara dinilai dapat memberikan dampak positif bagi penguatan nilai tukar rupiah. Apalagi, sejumlah negara sudah mulai berupaya meninggalkan dolar AS dalam melakukan transaksi perdagangan internasional.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, makin gencar tren dedolarisasi maka fluktuasi rupiah bisa lebih terjaga. Dia menjelaskan, ketidakpastian kurs saat ini berasal dari kebijakan the Fed yang masih agresif. Begitu juga dengan adanya krisis plafon utang yang saat ini tengah dialami Amerika Serikat (AS).
"Ketidakpastian kurs juga berasal dari inflasi di AS yang tinggi hingga stabilitas politik di Amerika Serikat," kata Bhima, Kamis (2/6/2023).

Untuk itu, Bhima menegaskan, selama rupiah bergantung pada dolar AS, khususnya dalam perdagangan internasional dan arus modal masuk, rupiah akan konsisten melemah. Hal itu bisa juga terjadi dalam jangka panjang.
Bhima menjelaskan, tren dedolarisasi sudah mulai ramai, terutama dalam inisiasi blok negara-negara berkembang yang terdiri atas Brasil, Rusia, India, Cina, dan Afrika Selatan atau BRICS dan negara negara di ASEAN dengan model local currency settlement (LCS).
Bhima menilai salah satu manfaat penerapan LCS adalah mendorong devisa hasil ekspor (DHE) agar dikonversi ke mata uang lokal. "Ini mendorong jasa logistik ekspor menerima pembayaran dengan rupiah. Selama ini, tantangan ada di jasa perkapalan ekspor yang didominasi kapal berbendera asing sehingga hanya terima dolar AS," ujar Bhima.
Saat ini, sejumlah negara mulai menyiapkan antisipasi apabila ada perubahan soal arah mata uang. Menteri Keuangan Sri Mulyani sebelumnya mengakui, banyak negara mulai meninggalkan dolar AS
"Dengan adanya fragmentasi, dominasi dolar AS menjadi juga terpengaruh," ucap Sri Mulyani Indrawati saat rapat dengan Badan Anggaran DPR, Selasa (30/5/2023).

Bank Indonesia (BI) mencatat transaksi penggunaan mata uang lokal atau local currency transaction (LCT) terus meningkat pada 2022. Saat ini, upaya sejumlah negara meninggalkan dolar AS dalam transaksi perdagangan atau dedolarisasi mulai ramai dilakukan.
Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Dody Budi Waluyo mengatakan, total nilai transaksi penggunaan LCT dengan negara mitra, yakni Thailand, Malaysia, Jepang, dan Cina, pada 2022 senilai 3,8 miliar dolar AS. Angka tersebut meningkat 52 persen dari realisasi 2021.
"Kenaikannya memang mungkin tidak signifikan, tetapi artinya pada masa pandemi ada penguatan LCT," kata Dody dalam konferensi pers RDG Bulanan BI pada Januari 2023.
Dody menjelaskan, BI akan menggunakan berbagai program untuk akselerasi peningkatan penggunaan LCT. Khususnya dalam memfasilitasi perdagangan dan investasi dengan negara mitra dan memperkuat sinergi dengan otoritas terkait lainnya.
Adapun skema LCT merupakan inovasi pengembangan LCS dengan memperluas cakupan kerja sama untuk mengakomodasi transaksi sistem pembayaran lintas negara. Upaya tersebut dilakukan untuk mendorong penguatan konektivitas pembayaran melalui kemudahan penyelesaian transaksi antara negara ASEAN-5 dalam mata uang lokal masing masing negara sehingga mendukung perdagangan dan investasi lintas negara di kawasan.
Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto menuturkan, penggunaan LCS atau LCT perlu terus digencarkan. "Penggunaan untuk pebisnis ekspor dan impor harus terus disosialisasikan, pastikan mereka terlibat," kata Eko kepada Republika, Jumat (2/6/2023).

Eko menegaskan, negara yang sudah menjalin kerja sama LCT bisa segera merealisasikan untuk transaksi ritel. Salah satunya dengan penggunaan kerja sama Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS).
"Realisasi QRIS ini tidak hanya di ibu kota negara lain. Lalu, kerja sama juga diharapkan lebih banyak negara perlu dilakukan agar ada pilihan alternatif," tutur Eko.
Penasihat senior dari Quincy Institute, Eli Clifton, mengungkapkan dedolarisasi akan menjadi tren yang tak terbendung. "Pendorong utama adalah upaya Washington dalam menjadikan mata uangnya sebagai senjata melalui sanksi yang mencakup 29 persen ekonomi global dan 40 persen cadangan minyak global," kata Eli dikutip dari China Daily, Selasa (30/5/2023).
Negara-negara, khususnya di kawasan selatan dunia mulai mengurangi cadangan dolar AS. Sejumlah negara mulai menjajaki pembentukan mekanisme pembayaran multilateral baru.
Yuan Cina muncul sebagai penantang kuat terhadap dominasi dolar AS. Dolar AS telah menjadi mata uang cadangan dunia sejak perang dunia kedua, memainkan peran yang sangat besar dalam perdagangan dunia.
Namun, negara-negara secara global sekarang menyiapkan mata uang cadangan untuk perdagangan. Hal tersebut karena sanksi terhadap Rusia atas invasinya ke Ukraina menyebabkan beberapa pemimpin dunia dan tokoh bisnis terkemuka mengeluarkan peringatan atas kekuatan yang dimiliki Washington.
KTT ASEAN Hasilkan Tiga Kesepakatan Utama
Pemimpin ASEAN memberikan perhatian penuh terhadap kepentingan rakyat di kawasan.
SELENGKAPNYAJokowi: Apakah ASEAN Hanya akan Jadi Penonton!?
Asia Tenggara memiliki bonus demografi dan kestabilan kawasan yang terjaga.
SELENGKAPNYAKeketuaan ASEAN Momentum Indonesia Perluas 'Dedolarisasi'
Penggunaan mata uang lokal merupakan opsi terbaik yang bisa diterapkan di ASEAN.
SELENGKAPNYA