Hutan Ditulis Ulang | Daan Yahya/Republika

Sastra

Hutan Ditulis Ulang

Puisi-puisi Rudiana Ade Ginanjar.

Oleh RUDIANA ADE GINANJAR

Ke dalam Warna Kebangkitan, 1

Amboi! Jalan sudah bertahun kutempuh!
Perahu yang bersama ‘kan merapuh!
(Chairil Anwar)

Aku ingat jalan lebih jauh,
dari penempuhan seseorang.
Dia jatuh.
Dia mengerang di bawah bintang.

Akan kusurut langkah,
berharap sebuah tanda
dipecah dari batu.

Lorong-lorong ini,
buah tangan pemuliaan hati.

Aku ingat jalan lebih jauh,
sebuah titik dibelah tujuh.
Dia merunut keraguan,
seperti persimpangan
dalam lampu tak bertuan.

Bau nyinyir,
udara menebar getir.

Tinggal dalam lumpur,
hanya seutas tali
dan perasaan-perasaan tepi.

Coba dikenakan padanya selembar pakaian,
yang tidak lagi robek
oleh angin desas-desus.

Dia akan mendengar,
laju lebih ringan
hari-hari.
Dia ingin
mendengar satu saja bunyi lonceng
dari menara;
di padang segala merunduk
bagai semak takluk.
Dan hijau menjelma perapian
tempaan,
puing-puing bertemu reruntuhan waktu.

Dataran pernah memanggil
sebagai pengelana,
dan hutan merintis jalan
dalam embara.

Dia ingin menyaksikan satu saja gema lonceng
menggetarkan ujung-ujung celana,
dan matahari berdiri
seolah tak ingin tumbang
menghela persada.

2022

***  

Hutan Ditulis Ulang

Hari telah tinggi.
Sebuah jembatan pucat,
dan sungai meliku.

“Hidup adalah jembatan,” katamu.
Adalah warna pucat kabut
di biru langit.

Satwa-satwa berkolom dalam awan.
Mata kita yang lembam,
seperti telah menerima
pukulan matahari,
tinggi,
tapi langkah yang keliru.

Sambil membilang nama-nama,
lekas kausisihkan catatan:
sunyi semakin jauh.
Seluruh pohon terguyur,
sungai kian teguh
mengirim bisikan dari gunung
dan danau-danau.

Hilir mudik,
warna terberi. Kautulis kembali,
setetes air pecah
ranum dengan kebeningan.

Pada mulanya hanya kenangan.
Sesuatu telah terjadi di pukul tiga sore:
hujan, petrikor dari sisa
senyum perempuan.

Tinggi, kabut, dan berliku.
Hutan ditulis ulang
dengan sukacita.
Di pedusunan mekar cahaya.
Kelopak dari sekuntum urban.

Aku makin diam
suara lembam. Meja dan papan
tempat kapur meluncur,
silau bulan dan siul bulbul.

2022

***

Arah Langkah

Angin telah memutih,
serangkum angin dari Timur.
Jam-jam di masa kita sekarang
terbentang jarak dan malam.

Dengan hati kita membaca
sebuah huruf jatuh dari bibir
hening. Taklimat telah
tersebar,
duhai, pengiring langkah-langkah
di mana waktu mesti mematah
lonceng menara?
Agar segenap tanya,
diukir tetap. Hidup bukan lagi buah bibir
jadwal dan muasal gerak,
bukan lagi kabar angin
samar menampar-nampar.

Kita berbicara dengan burung
di ujung melambung,
berbicara kebebasan:
dan apakah mesti menari
tangan dari jiwa terpasung?

Dan segenap keteraturan,
jadwal dan muasal tindak.

2022

***

Tepukan Lembut

Bingkai yang menutup wajah,
wajah dari selubung malam:
kemuliaan terperam dalam kabut.
Tanganmu riuh,
kiranya sungai membersit dan bebatuan
menerima tempaan hujan.
Hari orang beruluk salam,
dan jabat dari musim sebelum itu
menjadi bukti, penghargaan
doa yang ditatah keringatnya.
Dia memeluk kemenangan,
bagai sukacita dari kuntum pertama
bunga waru,
kain yang digoyang angin
jam-jam menyerpih, sebuah tanda koma

dari baris kasmaran.

2021

***

Mataram Memorial

Hanya engkau, kini segera menjelma jauh.
Buah tangan asing, beranda-beranda kuno berdompak
asing. Wajah Majapahit dan seruduk gading,
tinggi, sebuah perisai bunga
pedang yang tiba-tiba menjelma pena.

Di hilir, sungai-sungai berubah jadi seorang
gadis Tiongkok.
Dan alun-alun dengan empat arah cinta,
berdiri hening sepanjang tengah hari.

Memandang lurus, belokan-belokan
tempat pejalan merapat ke muasal.

Dan sejarah dibingkai sepasang taring gergasi.
Rindu semerbak bagai harum tetabuhan,
perdagangan cincin dan pecatur tua,
tapak jejak kunang-kunang.

2021

Rudiana Ade Ginanjar, penyair, lahir di Cilacap, 21 Maret 1985. Sejumlah karyanya tersebar di surat kabar, buku antologi bersama, dan media daring. Selain puisi, juga menulis esai dan terjemahan. Bergabung di Komunitas Sastra Kutub, Yogyakarta.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat