Ustaz Adi Hidayat (Kanan) | Muhammadiyah

Khazanah

Samai Sukarno, UAH Dapat Gelar Honoris Causa dari UMJ

UAH mendapatkan gelar tersebut bukan semata karena kader Muhammadiyah.

Oleh ZAHROTUL OKTAVIANI

JAKARTA -- Ustaz Adi Hidayat (UAH) mendapatkan gelar doctor honoris causa dari Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ). Sejauh ini, baru dua tokoh yang mendapatkan gelar kehormatan dari UMJ. Selain UAH, ada nama presiden pertama RI, yakni Ir Sukarno.

Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Prof Ma'mud Murod menjelaskan, kedua tokoh tersebut merupakan kader Muhammadiyah. "Memang kebetulan dua-duanya orang Muhammadiyah. Pak Karno adalah orang Muhammadiyah, sekarang UAH juga adalah orang Muhammadiyah," ujar dia dalam kegiatan Penganugerahan Gelar Doktor HC Ustadz Adi Hidayat, Lc, MA, Selasa (30/5/2023).

 
Dua-duanya orang Muhammadiyah. Pak Karno adalah orang Muhammadiyah, sekarang UAH juga adalah orang Muhammadiyah.

MA'MUD MUROD Rektor UMJ
 

Pemberian gelar doktor honoris causa (HC) oleh UMJ kepada Presiden Sukarno terjadi pada 3 Agustus 1965. Penghargaan tersebut masuk dalam bidang filsafat ilmu tauhid.

Rektor UMJ lantas menceritakan proses pengusulan gelar tersebut kepada UAH yang ternyata penuh dengan lika-liku. Pada mulanya, pihaknya tidak membaca detail aturan pemberian gelar ini.

UMJ berpikir syarat yang penting cukup sudah S-3 dengan akreditasi B. Ternyata, dalam proses perjalanannya, itu tidak cukup dan harus S-3 dengan akreditasi unggul.

"Maka, posisi doktor manajemen pendidikan Islam (MPI) yang pada waktu itu masih B, kami sempat agak down. Bahkan, beberapa saat kami tidak mampu menyapa UAH," lanjut dia.

Setelah melewati tantangan yang ada, pemberian gelar doktor HC kepada UAH pun berhasil dilaksanakan setelah proses reakreditasi program doktor MPI yang juga meraih akreditasi unggul. Ma'mun lantas menyebut bahwa menjadi sebuah kebahagiaan, kebanggaan, dan kehormatan bisa memberikan gelar kehormatan akademis itu kepada UAH.

Meski produk pendidikan Muhammadiyah dan lahir dari keluarga Muhammadiyah, UAH mendapatkan gelar bukan semata karena kader Muhammadiyah. Ia menyebut ada beberapa pertimbangan lain yang menjadi alasan, salah satunya kecerdasan yang dimiliki UAH.

Kecerdasan UAH dibuktikan dengan kemampuannya menghafal 30 juz dalam usia relatif muda. Selain membutuhkan kecerdasan, menghafal Alquran juga memerlukan sikap istiqamah dan kesabaran.

Kedua, UAH berhasil memperkenalkan satu metode menghafal Alquran yang disebut metode at-Taisir. Metode itu sangat memudahkan dalam menghafal Alquran dan membantu UAH mengetahui dengan mudah halaman berapa, baris keberapa, ayat keberapa, dan ayat dari surat tertentu dalam Alquran.

Terakhir, Ma'mun Murod menyebut UAH sebagai dai yang sangat alim, bahkan humoris, tetapi jarang tertawa. Sosoknya juga memiliki kemampuan retorika yang luar biasa sehingga wajar ceramahnya sangat dikenal dan familiar di masyarakat.

"Kalau di NU ada Gus Baha, kiai muda NU yang sangat alim dan ceramahnya diminati banyak kalangan, maka di Muhammadiyah ada namanya UAH. Kami, UMJ, sangat bangga UAH mendapat gelar doktor HC dari UMJ," kata dia.

Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof Haedar Nashir menyampaikan selamat atas penganugerahan gelar doktor honoris causa yang diberikan kepada Ustaz Adi Hidayat (UAH). Ia mengaku sangat mendukung pemikiran UAH dalam hal pendidikan Islami.

"Atas nama PP Muhammadiyah, saya menyampaikan selamat atas penganugerahan doktor honoris causa untuk Ustaz Adi Hidayat. Selamat juga bagi UMJ yang berhasil menghasilkan tambahan doktornya," kata dia dalam kegiatan Penganugerahan Gelar Doktor HC Ustadz Adi Hidayat, Lc, MA, Selasa (30/5/2023).

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Universitas Muhammadiyah Jakarta (@um.jakarta)

Sampai akhir Desember 2022, di seluruh perguruan tinggi Muhammadiyah tercatat ada 21.021 dosen, 2.889 doktor, dan 241 guru besar. Hari ini, Muhammadiyah mendapatkan tambahan satu orang lagi yang nilainya disebut sudah luar biasa.

Ia juga menyinggung perihal promotor yang dalam berbagai konsiderannya mengeluarkan kata-kata luar biasa dalam beberapa persyaratan atas gelar yang diterima UAH. Haedar Nashir pun yakin jika penerima doktor HC ini memang sosok kader Muhammadiyah yang luar biasa dalam berbagai aspek.

"Ini satu anugerah dari Allah SWT yang patut disyukuri. Kami percaya, setelah UAH memperoleh penghargaan yang tinggi ini, akan semakin tinggi ilmunya, makin tawadhu, dan pengkhidmatannya yang luar biasa untuk persyarikatan, umat, bangsa, dan kemanusiaan global," lanjut dia.

Haedar menyebutkan, UAH saat ini diberi kepercayaan di PP Muhammadiyah sebagai wakil Majelis Tabligh khusus untuk relasi global. Harapannya, ia dapat mengembangkan pemikiran-pemikiran dan rintisannya dalam pendidikan Islam yang transformatif.

Dia berharap UAH mampu mengimplementasikan pendidikan Islam yang ada pada era Nabi Muhammad SAW dan era kejayaan Islam sehingga dapat menularkan, menyebarluaskan, bahkan mengintegrasikannya dalam pengembangan pendidikan Muhammadiyah dan institusi-institusi Islam lainnya di Indonesia.

Bagi lembaga pendidikan Islam dan lembaga dakwah Islam di Tanah Air, ia menyebut ada tantangan yang tidak sederhana, yaitu bagaimana mengimplementasikan nilai-nilai dan kurikulum yang ada dalam praktik sebenarnya. Muhammadiyah telah mulai hal ini, dalam proses perjalanan satu abad lebih melalui lembaga pendidikan pertama, yaitu pendidikan Dirasah Islamiyah pada 1 Desember 1911 yang kemudian menjadi embrio dari Muhammadiyah.

"Bagaimana kita bisa menghasilkan lulusan-lulusan pendidikan Islam yang punya kemampuan holistik antara intelektual, spiritual, iman, ilmu, dan amal yang menghasilkan adab dan keadaban Islam, bahkan peradaban Islam yang khairu ummah," lanjut ketum PP Muhammadiyah ini.

Saat ini, manusia berada dalam realitas budaya dan ekosistem yang sering berbenturan dengan nilai-nilai Islam, sebagaimana yang dinormatifkan dan idealisasikan. Bahkan, tantangan besar lain yang harus dihadapi adalah pola perilaku yang membudaya, seperti korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, dan perilaku dusta, baik bersifat personal maupun kolektif dan sistematis, yang dilakukan oleh mereka yang beragama Islam.

"Ini artinya ada kesenjangan transformasi antara value, nilai-nilai utama, dengan realitas kehidupan yang selalu penuh dengan pesona. Saya yakin ini tugas pendidik dan lembaga pendidikan Islam," ucap dia.

Terakhir, ia merasa yakin UAH akan semakin diperlukan pemikiran dan pengkhibatannya, baik di Muhammadiyah maupun lembaga pendidikan Islam lainnya, untuk mengatasi tantangan tersebut.

Ia juga menilai ini adalah titik untuk menyambung mata rantai kepentingan pendidikan Islam transformatif yang holistik, modern, dan berkemajuan di tengah kehidupan dan ekosistem yang tidak selalu sejalan dengan nilai-nilai Islam.

Pendidikan Islam

Dalam orasi ilmiahnya, UAH menyebut pendidikan Islam adalah adab. "Pendidikan Islami secara singkat dulu disebut dengan adab. Adab ini bukan hanya akhlak, tapi gabungan antara spiritual atau moral yang baik, intelektual, dan mampu mengamalkan apa yang telah ia dapatkan," ujar dia dalam kegiatan Penganugerahan Gelar Doktor HC Ustadz Adi Hidayat, Lc, MA, Senin (30/5/2023).

Dalam paparannya, ia menyebut pendidikan Islam tidak hanya mengasah kemampuan intelektual saja, tetapi dimulai dari aspek spiritual. Hal ini akan melahirkan karakter moral, seperti kedisiplinan, kejujuran, kerendahan hati, dan kemuliaan.

Di sisi lain, intelektualitas bersifat netral. Otak disebut akan mengambil data, mengolahnya menjadi informasi, dan merumuskannya menjadi instruksi untuk kemudian diteruskan kepada fisik atau perilaku.

photo
Ustaz Adi Hidayat - (Edi Yusuf/Republika)

Instruksi itu, kata UAH, dijalankan oleh moral atau spiritual. Jika ada orang yang pintar, tapi moralnya bermasalah, maka kepintarannya itu cenderung hanya akan digunakan untuk sesuatu yang menyimpang. Jika seseorang intelektualnya rendah, tapi moralnya tinggi, ia berpeluang menjadi orang baik yang dihormati.

 
Kalau orang itu pintar tapi moralnya rendah dan acuannya nafsu, biasanya mencurinya lebih banyak dibandingkan orang yang intelektualnya rendah dan moralnya rendah.
USTAZ ADI HIDAYAT
 

"Tapi, kalau orang itu pintar tapi moralnya rendah dan acuannya nafsu, biasanya mencurinya lebih banyak dibandingkan orang yang intelektualnya rendah dan moralnya rendah," lanjut UAH.

Di dalam Alquran. Allah SWT juga disebut memberikan perhatian pada aspek intelektual. Ada sekitar 779 ayat di dalamnya yang berkaitan dengan peningkatan intelektual ini. Terakhir, aspek lain dari pendidikan Islami adalah karakter yang dihasilkan dari perintah moral atas kemampuan intelektual. Karakter ini dikenal pula sebagai kinerja atau akhlak.

Tiga bagian tersebut, yaitu moral, intelektual, dan akhlak, dikenal pula dengan iman, ilmu, dan amal. Bila ketiganya diintegrasikan, UAH menyebut orang dulu kerap menyebutnya dengan adab.

Beberapa tokoh Nusantara yang disebut mewarisi kurikulum pada masa lalu dan berhasil menyatukan ketaatan spiritual, kepintaran intelektual, dan kemampuan fisik luar biasa adalah KH Ahmad Dahlan, Buya Hamka, KH Agus Salim, Panglima Jenderal Sudirman, dan Muhammad Natsir.

"Kalau kita sekarang ingin melihat tokoh-tokoh yang demikian maka kita mesti kembali pada nilai-nilai yang mereka pelajari," ucap UAH.

Syahidnya Ibu yang Melahirkan

Melahirkan merupakan peristiwa di ambang hidup dan mati

SELENGKAPNYA

Terlelap di Antara Gemerlap Ibu Kota

Dulu saya sempat bekerja sebagai buruh di salah satu konveksi di Jakarta Barat, gara-gara pandemi saya di PHK, akhirnya saya mulung untuk menghidupi keluarga, dan saat ini saya tinggal di mana saja.

SELENGKAPNYA

Mahfud: Denny Indrayana Penuhi Syarat Dipolisikan

MK belum menggelar rapat, tapi informasinya sudah beredar.

SELENGKAPNYA

Ikuti Berita Republika Lainnya