Seorang pria memegang bendera Turki di depan Hagia Sophia di Istanbul, Turki, 10 Juli 2020. Presiden Recep Tayyp Erdogan mengubah bangunan itu kembali menjadi masjid seperti yang dilakukan Dinasti Ottoman setelah menaklukkan Konstantinopel. | EPA-EFE/ERDEM SAHIN

Internasional

Kemenangan Erdogan dan Penaklukan Konstantinopel

Tanggal pengumuman kemenangan Erdogan bertepatan dengan penaklukan Konstantinopel.

Oleh HASANUL RIZQA

Hari ini, Pemilihan Umum (Pemilu) Republik Turki 2023 mencapai titik akhir. Kemenangan salah seorang kandidat yang juga pejawat, Recep Tayyip Erdogan, menjadi jelas. Sejumlah pemimpin dunia bahkan telah mengucapkan selamat kepada sosok dari Partai AKP itu.

Menurut data tak resmi, seperti dilansir media pemerintah setempat, Anadolu Agency, penghitungan suara mencapai 97 persen Erdogan terpilih kembali menjadi presiden. Ia memperoleh 52,1 persen, sedangkan pesaingnya, Kemal Kilicdaroglu, memperoleh 47,9 persen.

Komisi pemilu Turki memang belum memberikan hasil resmi. Bagaimanapun, dengan kemenangan di depan mata, Erdogan akan melanjutkan lagi kepemimpinan yang telah ia jalani selama 20 tahun. Kemenangan ini seakan menjawab harapan-harapan pendukung Erdogan sebelumnya.

Salah satunya, harapan bahwa suami Emine itu akan kembali berkuasa, tepat dengan momen peringatan penaklukan Turki Utsmaniyah atas Konstantinopel, yang terjadi 570 tahun silam. Bukan rahasia. Erdogan sejak berkuasa juga punya kecenderungan ingin mengembalikan kejayaan Turki Utsmaniyah.

photo
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan (tengah) berpose di Hagia Sophia menyusul keputusan Turki bahwa situs Warisan Dunia UNESCO berusia 1.500 tahun Hagia Sophia dapat diubah menjadi masjid, di Istanbul, Turki, 19 Juli 2020. - (EPA-EFE/TURKISH PRESIDENT OFFICE )

Pada 29 Mei 1453 Masehi, atau 21 Jumadil Awal 857 Hijriyah, ibu kota Imperium Romawi Timur (Bizantium) dapat dikuasai umat Islam. Peristiwa tersebut telah diramal oleh Rasulullah SAW, berabad-abad sebelumnya.

"Sebaik-baik amir (pemimpin) pada saat itu adalah amir yang memimpin penaklukannya. Sebaik-baik tentara ketika itu adalah tentara yang menaklukkannya,” begitu sabda Nabi Muhammad SAW.

Sejarah mencatat, amir yang dimaksud dalam hadis itu adalah Muhammad (Mehmed) II. Sesudah menguasai Bizantium, sultan Turki Utsmaniyah tersebut mengambil gelar al-Fatih yang berarti 'sang penakluk'.

Ketika memimpin pasukannya pada 857 H/1453 M, putra Murad II itu masih berumur 21 tahun. Dalam usia muda, dirinya telah menorehkan prestasi yang luar biasa.

Orang tua adalah faktor utama yang membentuk pribadi Mehmed II hingga dirinya menjadi pemimpin besar. Seperti para pendahulunya, Murad II pun memiliki impian untuk merebut Konstantinopel. Ia mendambakan terwujudnya ramalan Rasul SAW mengenai jatuhnya pusat kekuasaan Bizantium.

Turki Utsmaniyah pada masa pemerintahan Murad II mengalami perkembangan yang siginifikan. Wilayah kerajaan Islam itu kian meluas hingga mencapai Thrace, yakni kawasan Semenanjung Balkan yang berbatasan langsung dengan Konstantinopel.

Negeri ini sangat makmur dan disegani. Murad II —seandainya mau— bisa saja mengerahkan seluruh sumber daya yang dimilikinya untuk mencaplok seluruh Eropa pada masa itu. Demikian pengamatan dari seorang pengelana asal Prancis, Bertrandon de La Broquiere, pada 1432 M.

photo
Lukisan Pengepungan Konstantinopel (1453) oleh Jean Le Tavernier yang dibuat pada 1455. - (Wikimedia Commons)

Pada 1422 M, putra sulung Mehmed I itu memulai misi pengepungan terhadap benteng Konstantinopel. Selama beberapa pekan, kota yang berada di perbatasan dua benua itu bagaikan telur di ujung tanduk. Pasukan Utsmaniyah terus menembaki tembok benteng kota itu. Bizantium seperti menghadapi saat-saat terakhirnya.

Namun, situasi politik dalam negeri Utsmaniyah kembali memanas. Mustafa mengadakan kudeta. Upaya kup yang dipimpin anak-kedua Mehmed I itu telah membahayakan ibu kota kesultanan, Edirne. Murad II pun kembali pulang dan terpaksa membatalkan serangan atas Konstantinopel pada akhir Agustus 1422.

Pada 30 Maret 1432, ratu Huma Hatun melahirkan seorang bayi laki-laki. Murad II menamakan putranya itu sesuai dengan nama ayahandanya, Mehmed I. Anaknya itu pun dipersiapkannya untuk menjadi penerus kejayaan Utsmaniyah di masa depan.

Beberapa tahun sebelum kelahiran Mehmed II, Murad II sempat menerima kedatangan Haji Bayram Veli. Pendiri Tarekat Bayramiyah itu kemudian menyampaikan isyarat, kelak seorang putranya akan menjadi penakluk Konstantinopel. Sufi tersebut juga meminta kepada sultan agar muridnya, Aksemseddin, dijadikan sebagai guru bagi anak itu.

photo
Lukisan modern Mehmed II dan Tentara Ottoman mendekati Konstantinopel dengan pengeboman raksasa, oleh Fausto Zonaro. - (Wikimedia Commons)

Haji Bayram meninggal pada 1430. Sesuai dengan permintaan almarhum, Murad II pun menjadikan Aksemseddin sebagai pembimbing spiritual putranya. Cendekiawan yang bernama asli Muhammad Syamsuddin bin Hamzah itu adalah keturunan seorang sahabat Nabi SAW, Abu Bakar ash-Shiddiq.

Di bawah bimbingan Aksemseddin, Mehmed II belajar banyak ilmu dan hikmah. Pengikut Haji Bayram itu juga sering menuturkan kisah-kisah kepahlawanan Nabi Muhammad SAW dan para sahabat. Begitu pula dengan hadis tentang penaklukan Konstantinopel. Sang pangeran muda pun kian bersemangat untuk mewujudkan nubuat Rasul SAW.

Dalam usia belasan tahun, Mehmed II fasih berbicara dalam tujuh bahasa. Ia pun mempelajari ilmu-ilmu agama dan umum, termasuk sejarah dan pendidikan kemiliteran secara teori maupun praktis. Murad II meminta para ulama dari berbagai disiplin keilmuan untuk mengajari anaknya itu.

Murad II senang membawa putranya itu ke puncak menara istana tertinggi. Kemudian, ia akan menunjuk ke arah cakrawala. “Lihatlah, putraku! Jauh di sana, terbentang Konstantinopel, yang saat ini menjadi pusat Romawi Timur. Seperti diramalkan Rasulullah SAW, kota itu akan jatuh ke dalam kekuasaan Islam. Dan engkaulah, insya Allah, yang akan menaklukkannya!” ujar sang sultan kepada anak lelakinya itu.

 
photo
Sultan Murad II yang dilukis oleh Konstantin. - (Wikimedia Commons)

Pada 3 Februari 1451, Murad II berpulang ke rahmatullah. Mehmed II pun naik menjadi raja baru. Ketika menerima titel sultan Turki Utsmaniyah, dirinya berusia 19 tahun. Walaupun umurnya belia, ia sudah menunjukkan karakteristik seorang pemimpin yang dewasa dan berwibawa. Di bawah pemerintahannya, stabilitas dalam negeri kian membaik.

Dengan kekuasaan di tangannya, Sultan Mehmed II tidak mengubah rutinitasnya yang sudah terbentuk sejak dirinya masih anak-anak. Ia terus konsisten mengamalkan shalat malam. Seperti diajarkan guru utamanya, Aksemseddin, qiyamul lail adalah kesempatan yang besar untuk memohon kepada Allah SWT. Dalam momen sepertiga malam, seorang insan dapat lebih menyerap energi positif dengan meningkatkan taqarrub, mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala.

Menyusun rencana

Sultan Mehmed II mempelajari sungguh-sungguh pelbagai upaya yang pernah dilakukan para pendahulunya dalam merebut Konstantinopel. Mereka umumnya menemui kegagalan karena berbagai macam faktor. Namun, ia menemukan, variabel yang cenderung selalu muncul adalah keandalan angkatan laut Bizantium dalam menghadapi kekuatan Turki Utsmaniyah.

Karena itu, dalam menyusun rencana strategis Mehmed II juga berfokus pada penguatan armada tempur. Kabar baiknya, ia tidak memulai dari nol. Setidaknya sejak medio abad ke-14 M, kerajaan Islam ini telah mengembangkan angkatan laut.

Orhan Ghazi, putra pendiri Dinasti Utsmaniyah, berhasil membangun pangkalan maritim di Semenanjung Gallipoli pada 1354. Hasilnya, armada daulah Islam ini dapat merebut berbagai wilayah pesisir. Thessaloniki mulai berada dalam kendali Utsmaniyah sejak tahun 1430.

 

 
Secara geografis, ibu kota Bizantium itu merupakan sebuah kota pesisir yang dikelilingi tiga perairan sekaligus.
 
 

 

Kota pelabuhan yang populer dengan nama Salonika itu dihuni orang-orang Venesia. Kebanyakan mereka ahli dalam membuat kapal. Walaupun tidak beragama Islam, kelompok etnis yang berasal dari Italia itu memiliki kesamaan pandangan dengan Utsmaniyah, yakni menganggap Bizantium sebagai ancaman bersama.

Sejak era Murad II, orang-orang Venesia di Salonika telah terlibat dalam konstruksi kapal-kapal besar di bawah bendera Utsmaniyah. Pada masa Sultan Mehmed II, mereka masih dapat diandalkan. Ia pun merasa cukup lega. Sebab, mengepung Konstantinopel tanpa mempersiapkan armada perang adalah sebuah kemuskilan.

Secara geografis, ibu kota Bizantium itu merupakan sebuah kota pesisir yang dikelilingi tiga perairan sekaligus, yakni Selat Bosphorus, Laut Marmara, dan Selat Tanduk Emas (Golden Horn).

Mustahil mengepungnya kecuali dengan mengerahkan kapal-kapal laut yang tangguh. Untuk misi jihad di lautan, Mehmed II menyiapkan sekitar 400 unit kapal perang. Suleiman Baltoghlu ditunjuknya sebagai laksamana.

Selanjutnya, sang raja Utsmaniyah berfokus pada penguatan benteng-benteng di Thrace, yakni kawasan negerinya yang berbatasan darat dengan Konstantinopel. Pada 1452, Mehmed II membangun Benteng Rumelihisari di pesisir Selat Bosphorus. Bangunan itu memiliki fungsi krusial dalam operasi pengepungan Bizantium.

Sang sultan pun meningkatkan jumlah pasukannya hingga 250 ribu orang. Seluruh prajuritnya tidak hanya dibekali kemampuan tempur, tetapi juga penguatan rohani. Mereka dibina oleh para dai dan sufi agar selalu disiplin dalam mendirikan shalat, membaca Alquran, dan ibadah-ibadah lainnya.

photo
Lukisan yang menggambarkan penerapan strategi Sultan Mehmed II, yang memindahkan puluhan kapal tempurnya melalui jalur darat, alih-alih laut, untuk menembus blokade Bizantium di Golden Horn. - (Facebook Mustafa Armagan)

Tentunya, Mehmed II memikirkan aspek persenjataan untuk penguatan militer negerinya. Meriam dipandangnya sebagai senjata andalan. Utsmaniyah ketika itu memiliki seorang perancang meriam yang brilian, yakni Orban. Lelaki berdarah Hongaria itu sangat piawai dalam menjalankan tugasnya. Meriam-meriam buatannya mampu melontarkan peluru berbobot hingga ratusan ton.

Pada hari Jumat tanggal 6 April 1453, Mehmed II melancarkan serangan. Ia memimpin lebih dari 130 ribu pasukan. Selain itu, misi Utsmaniyah ini juga dilengkapi kelompok-kelompok janissari, para pemanah, dan infantri. Masing-masing terdiri atas sekira 40 ribu personel. Mereka semua kemudian mengambil posisi di Bukit Maltape.

Sementara itu, Konstantinopel dijaga sekitar 10 ribu pasukan Bizantium. Bala tentara ini dikomandoi Kaisar Konstantin XI. Merekalah yang mempertahankan dinding benteng kota sepanjang 20 mil itu.

Begitu tiba di sekitar tembok luar Konstantinopel, pasukan Mehmed II mendirikan tenda-tenda kerucut. Orang-orang Kristen yang bertahan dalam kota itu hanya bisa mengamati aktivitas mereka dari kejauhan. Matahari mulai tenggelam. Sayup-sayup, terdengar suara azan di berbagai titik perkemahan bangsa Utsmaniyah itu.

photo
Lukisan Sultan Mehmed II, 1480, oleh Gentile Bellini (1429–1507) - (Wikimedia Commons)

Inilah awal dari momen pengepungan yang berlangsung selama 53 hari. Pasukan Muslimin di daratan terus mengepung sisi barat benteng Konstantinopel. Mereka dilengkapi dengan deretan meriam yang terus disiagakan.

Pada saat yang sama, kapal-kapal perang Turki menyebar dari arah timur dan selatan di perairan yang mengitari ibu kota Bizantium itu.

Bagaimanapun, pergerakan armada ini tidak bisa sampai ke Golden Horn. Sebab, mereka terhalang rantai-rantai besar yang dipasang pasukan Bizantium di antara Gallata dan ujung timur pantai Konstantinopel. 

Berlayar di Daratan

Adanya rantai-rantai besar yang dipasang pihak Romawi Timur (Bizantium) menghalangi pergerakan kapal-kapal perang Turki Utsmaniyah pada akhir April 1453 M. Armada pasukan Muslimin itu tidak dapat mencapai area Golden Horn. Alhasil, upaya menyerang benteng Kota Konstantinopel dari pelbagai penjuru pun terkendala.

Sementara itu, bantuan terus berdatangan untuk Bizantium. Armada yang dikirim para penguasa Kristen Eropa bahkan dapat menghantam sejumlah kapal Utsmaniyah. Sultan Mehmed II langsung memecat laksamananya, Suleiman Baltoghlu.

photo
Sultan Mehmed II pun dapat belajar dari kesalahan-kesalahan masa lampau para pendahulunya. Ia menerapkan taktik brilian untuk dapat menembus dinding benteng Kota Konstantinopel. - (Wikimedia Commons)

Sesudah merenung, raja yang masih berusia 21 tahun itu mendapatkan ilham. Idenya adalah memindahkan kapal-kapal perang dari pangkalan Utsmaniyah di Bayskatasy, Selat Bosphorus, ke pesisir Golden Horn via jalur darat. Jadi, armadanya dapat menghindari rantai-rantai besar yang ditambatkan Bizantium itu.

Jalur darat yang dimaksud membentang sepanjang tiga mil, dengan kontur perbukitan. Rute yang dipilih pun bukan sebuah garis lurus karena pihaknya mesti menjauh dari Gallata, salah satu basis pasukan musuh.

Mehmed II menginstruksikan pasukannya untuk mengeluarkan kapal-kapal dari perairan Bayskatasy. Semua kapal itu lantas dinaikkan ke atas gelondongan kayu-kayu yang telah dilicinkan. Selanjutnya, para prajurit mulai menarik kapal-kapal itu hingga area Golden Horn.

Malam itu, Utsmaniyah sukses menarik lebih dari 70 unit kapal. Hal itu dilakukan di tengah kelengahan pihak Bizantium. Kapal-kapal yang “berlayar” di daratan, itulah strategi unik yang diterapkan Mehmed II.

photo
Lukisan oleh Fausto Zonaro menggambarkan Turki Ottoman mengangkut armada mereka melalui darat ke Tanduk Emas. - (Wikimedia Commons)

Keesokan paginya, penduduk Konstantinopel terperangah. Mereka dikejutkan oleh pekik takbir bersahut-sahutan. Gemanya terdengar semakin keras. Ternyata, kapal-kapal Utsmaniyah telah menguasai Golden Horn. Sia-sia saja strategi rantai besi.

Sejak itu, pengepungan semakin intens. Pada 29 Mei 1453, Konstantinopel akhirnya dapat direbut Mehmed II. Raja yang bergelar al-Fatih tersebut lantas memimpin shalat Jumat perdana di bekas pusat pemerintahan Bizantium itu.

Inilah hari yang telah dinubuatkan Nabi Muhammad SAW pada ratusan tahun silam. Mulai saat itu, daerah tersebut menjadi ibu kota Kesultanan Turki Utsmaniyah hingga berabad-abad kemudian.

Apakah kemudian pelaksanaan putaran kedua pilpres Turki dicocokkan dengan tanggal penaklukkan? Jawabannya bisa iya, bisa tidak. Pemilu Turki 2023 sebenarnya dijadwalkan pada 18 Mei 2023.

Namun, berdalih bakal ada kesibukan ibadah haji, ujian perguruan tinggi dan liburan musim panas, tanggalnya dimajukan pada 14 Mei 2023. Dimajukannya jadwal pemilu itu, diikuti dengan jadwal putaran kedua, membuat hari kemenangan Erdogan diumumkan bertepatan dengan penaklukan Konstantinopel. 

Pertaruhan Islam dan Sekulerisme di Pemilu Turki?

Peluang Kilicdaroglu membalikkan perolehan suara tampak tipis.

SELENGKAPNYA

Erdogan Belum Tumbang, Barat Curigai Pemilu Turki

Lembaga pengawas Uni Eropa menuduh pemilu Turki tak transparan.

SELENGKAPNYA

Hijab dan Pemilu Turki

Terik menarik Islam dan sekularisme kembali warnai politik Turki.

SELENGKAPNYA

Ikuti Berita Republika Lainnya