
Khazanah
Satu Pesantren TKP Kasus Pelecehan Santri Punya Izin Kemenag
Kemenag mempertimbangkan soal pencabutan izin bagi pesantren tersebut.
MATARAM -- Kasus pelecehan seksual yang terjadi di dua pesantren di Lombok Timur mendapatkan atensi dari Kantor Wilayah Kementerian Agama Nusa Tenggara Barat (NTB). Kepala Kantor Wilayah Kemenag NTB Zamrani Aziz mengaku sudah menurunkan tim.
Menurut dia, satu dari dua pesantren yang menjadi tempat kejahatan asusila tersebut berlangsung sudah memiliki izin sebagai pesantren. "Untuk ponpes di Sikur, sudah ada izin. Sedangkan yang di Kotaraja belum terdata di Kementerian Agama,"ujar Zamrani di Mataram, NTB, Jumat (26/5/2023).
Menurut dia, apabila sebuah lembaga pendidikan memiliki kiai atau tuan guru, ada santri yang bermukim atau menginap, ada lembaga pendidikan formal seperti SMA, SMK, dan MA, maka bisa disebut pesantren.
Menurut Zamrani, proses pemberian izin untuk pesantren terbilang panjang. "Kalau kemarin itu ada satu pondok yang terdata dan satu lagi tidak ada data. Minta izin operasional saja ke Kemenag Lombok Timur tidak ada," kata Zamrani.

Terkait temuan di lapangan, pihaknya akan mengambil sikap yang keputusannya ada di Kementerian Agama (Kemenag) RI sebagai pihak berwenang. Dia menjelaskan, keputusan tersebut bisa merupakan sanksi mencabut izin hingga menghentikan sementara operasional ponpes.
Dia menjelaskan, ada beberapa lembaga pendidikan yang berada di bawah naungan pesantren tersebut. Karena itu, dia menjelaskan, Kemenag masih pertimbangan untuk mencabut izin ponpes tersebut. "Kita akan koordinasi dengan Kemenag RI karena yang akan mencabut atau menghentikan sementara itu Kemenag RI. Yang jelas, kami bekerja sesuai dengan SOP dan ketentuan yang ada," kata dia.
Zamroni menyampaikan permintaan maaf atas dugaan pelecehan seksual yang terjadi di lingkungan ponpes di Lombok Timur tersebut. Namun, ditegaskannya bahwa perbuatan tersebut dilakukan oleh oknum. Selain itu, dia mengimbau kepada masyarakat NTB untuk tidak pernah ragu mendidik anaknya di ponpes karena masih banyak ponpes lain.
"Karena yang lain masih punya niat yang baik, iktikad baik untuk memberikan layanan terbaik, mendidik anak-anak sebagai penerus agama, bangsa, dan negara. NTB, terutama Lombok, ini adalah lumbungnya ponpes. Jangan pernah ponpes lain dicederai segelintir yang mengatasnamakan ponpes dan saya kira itu oknum. Dan kita tunggu apa hasilnya sesuai hukum yang berlaku," kata dia.
Kepala Bidang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan Islam (Pakis) Kanwil Kemenag NTB Ali Fikri menambahkan, kantor wilayah sudah mempunyai prosedur atau SOP, yaitu putusan Irjen Kemenag RI Nomor 16 Tahun 2023 dan Putusan Mahkamah Agung (PMA) Nomor 83 Tahun 2023 tentang teknis pelaksanaan Kemenag terhadap tindak kekerasan.
"Ketika kemarin kita dengar di media, perlu dibedakan antara lembaga dengan pondok pesantren. Intinya adalah kita serahkan ke aparat penegak hukum (APH). Kami di Kemenag ada SOP standarnya untuk itu," ujarnya.
Ia menegaskan, pesantren merupakan muruah yang dibanggakan di NTB. Untuk ponpes, karena masih praduga selama belum ada keputusan inkrah dari pengadilan, maka oknum tersebut belum bisa dinyatakan bersalah atau tidak. Saat ini, pihaknya masih menunggu keputusan.
"Harapan kam,i binaan-binaan kita memang sudah maksimal kita lakukan (kepada ponpes). Kita membinanya dalam arti kurikulum, infrastrukturnya, termasuk juga kemandirian ponpes kita perhatikan. Hal-hal yang kaitannya dengan keamanan dan sebagainya, kami di Kemenag juga tidak bisa mengawasi secara menyeluruh," katanya.
Satreskrim Polres Lombok Timur telah menetapkan dua tersangka dugaan pelecehan seksual terhadap santri, yaitu inisial LMI (43 tahun) dan HSN (50). Jumlah korban di tempat kejadian perkara (TKP) Ponpes di Desa Kotaraja sebanyak dua orang, sedangkan di Ponpes Desa Sikur sebanyak satu orang.
Majelis Masyayikh Pesantren Indonesia mendorong Kementerian Agama RI untuk menindak tegas dua pimpinan pesantren di Lombok yang diduga melakukan kekerasan seksual terhadap 41 santriwati. Keduanya yakni LMI (43 tahun) dan HSN (50) adalah pimpinan pesantren di Kecamatan Sikur, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB).
"Majelis Masyayikh mendorong kementerian agama untuk bertindak tegas dan, bilamana perlu, membekukan atau bahkan menutup pesantren. Tentu dengan memikirkan pendidikan para santri yang terdampak pembekuan," ujar Ketua Majelis Masyayikh KH Abdul Ghaffar Rozin (Gus Rozin) kepada Republika, Jumat (26/5/2023).
Dia menegaskan bahwa Majelis Masyayikh mengutuk keras segala bentuk kekerasan, terutama kekerasan seksual di pesantren. Karena itu, Gus Rozin juga mendorong kepada penegak hukum agar menindak tegas para pelaku.
"Majelis Masyayikh mendorong aparat hukum untuk tidak ragu melakukan penegakan hukum kepada para pelaku. Tindakan kekerasan ini merugikan bangsa," ucap Pengasuh Pondok Pesantren Maslakul Huda (PMH) Kajen Pati ini.
Agar kejadian serupa tidak terulang lagi, Gus Rozin juga mendorong kepada seluruh pesantren di Indonesia untuk melakukan upaya pencegahan. Dia berharap tidak ada lagi kasus kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan pesantren. "Majelis Masyayikh mendorong pesantren untuk melakukan upaya pencegahan atas risiko kekerasan terhadap santri. Tidak ada pesantren yang bebas risiko," kata Gus Rozin.
Kedua pelaku, LMI dan HSN, diduga telah melakukan kekerasan seksual terhadap 41 santri tersebut dalam jangka waktu hingga tahun 2023. Tiga orang korban telah membuat laporan polisi atas perbuatan bejat kedua pimpinan ponpes. "Saat ini, pelaku telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan oleh Polres Lombok Timur," kata Deputi Perlindungan Khusus Anak Kementerian PPPA, Nahar, dalam keterangannya, Kamis (25/5/2023).
Nahar menegaskan kasus ini terjadi dengan modus “janji masuk surga” melalui “pengajian seks”. Tindakan itu merupakan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan yang tidak dapat ditoleransi dan patut dihukum berat. Terduga pelaku dengan keji melakukan kekerasan seksual persetubuhan dengan korban yang berusia 16-17 tahun.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Kisah Hijrah Eks LGBT, Berjuang Kembali ke Fitrah
Karim juga memutus seluruh komunikasinya dengan teman-temannya sesama gay.
SELENGKAPNYAMenembus Hujan dan Petir demi Berjamaah di Masjid Nabawi
Pentingnya memperhatikan kondisi dan kesehatan diri selama pelaksanaan ibadah haji.
SELENGKAPNYARudal Balistik Iran Bisa Capai Israel
Rudal dapat membawa hulu ledak seberat 1.500 kilogram.
SELENGKAPNYA