ILUSTRASI Aspek keadilan selalu diutamakan Umar bin Khattab sebagai amirul mukminin. | DOK FLICKR

Kisah

Kisah Umar Menolak Hadiah dari Pasukan

Bagi Umar, tidak pantas seorang amirul mukminin menerima hadiah dari pasukan di medan pertempuran.

Dalam masa kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab, umat Islam merasakan betul makna penerapan prinsip-prinsip keadilan. Setiap malam, Umar selalu berjaga-jaga, menapaki jalan dari rumah ke rumah di Kota Madinah. Tujuannya, memastikan keadaan rakyat. Al-Faruq—demikian julukannya—akan sangat khawatir bila ada satu saja warga yang dalam kondisi kelaparan atau ketakutan.

Namun, pada suatu malam justru hati Umar dilanda gundah. Ia sedang berpikir dengan hati-hati, siapa di antara para panglima Muslimin yang paling pantas memimpin penaklukan Ahwaz. Wilayah yang dimaksud terbentang di sisi barat Persia. Misi ini penting, khususnya dalam ikhtiar membuka jalan Islamisasi ke timur.

Menjelang pagi, dalam benak Khalifah Umar muncul satu nama: Salamah bin Qais al-Asyja'i. Sosok ini termasuk sahabat Nabi Muhammad SAW yang gagah berani dalam berbagai pertempuran musyrikin. Kegelisahan pun lenyap dari diri al-Faruq.

Kemudian, Umar menjadi imam shalat subuh di masjid seperti biasanya. Usai shalat, sang khalifah memanggil Salamah bin Qais al-Asyja'i agar maju ke hadapannya.

 
Engkaulah yang kuangkat menjadi penglima pasukan Muslimin yang akan kukirim ke Ahwaz. Pergilah engkau dan pasukanmu ke medan juang.
Perintah Umar kepada Salamah
 

Selanjutnya, sang Amirul mukminin juga berpesan kepadanya. Di Ahwaz nanti, bila bertemu dengan kaum musyrikin, maka Salamah mesti mengajak mereka kepada Islam. Bila mereka menerima, ajukanlah dua pilihan, yakni mereka tetap tinggal di desa setempat atau menyertai pasukan Salamah untuk memerangi kaum kafir di Persia.

Jika memilih tinggal di kampung, mereka wajib membayar zakat serta tidak berhak menerima harta rampasan perang. “Jika mereka memilih turut berperang bersamamu, mereka mempunyai hak dan kewajiban yang sama seperti tentaramu yang lain,” ujar Umar.

Bagaimana bila para pemuka Ahwaz menolak Islam? Khalifah Umar berpesan agar mereka lantas diwajibkan membayar pajak kepada pasukan Muslim sebagai jaminan diri. Mereka dibebaskan menganut kepercayaan masing-masing.

Dengan pajak tersebut maka pasukan Muslim wajib melindungi mereka dari dari musuh-musuh, utamanya rezim Persia. Sang khalifah mengatakan, jangan sampai Salamah selaku pimpinan pasukan membebani kaum Ahwaz melampaui kemampuan mereka.

“Jika mereka malah mengangkat senjata, barulah engkau perangi mereka,” ucap Khalifah Umar.

“Saya siap dan sanggup, wahai Amirul mukminin,” jawab Salamah.

Sesudah itu, perasaan Umar pun jadi lega. Ia lantas berdoa, semoga Allah memberikan kemenangan atas pihak Muslimin.

 
Setelah melalui rute yang sangat berat, sampailah pasukan Muslimin di daerah Ahwaz.
   

Singkat kata, setelah melalui rute yang sangat berat, sampailah pasukan Muslimin di daerah Ahwaz. Selaku komandan, Salamah melaksanakan apa-apa yang telah diamanatkan oleh Khalifah Umar.

Salamah menyeru kepada penduduk Ahwaz agar masuk Islam. Namun, seruan itu segera mendapatkan penentangan. Para pemuka dan penduduk Ahwaz menolak Islam. Mereka pun tidak mau membayar pajak sebagai jaminan perlindungan dari pasukan Muslim. Para pemuka Ahwaz tampil dengan congkak di hadapan pasukan Muslimin.

Jalan perang

Dengan begitu, tidak ada pilihan bagi Salamah dan pasukan Muslim. Perang pun terjadi. Baku tempur ini berlangsung dalam beberapa waktu. Akhirnya, bala tentara Islam berhasil meredam perlawanan musuh.

Salamah bin Qais sebagai panglima membagi-bagikan harta rampasan perang kepada para prajuritnya. Ternyata, di antara harta tersebut, ada sebuah perhiasan yang sangat indah dan bernilai mahal. Ia pun berencana mempersembahkan perhiasan tersebut khusus kepada Khalifah Umar.

 
Ia (Salamah) pun berencana mempersembahkan perhiasan tersebut khusus kepada Khalifah Umar.
   

Mengetahui rencana itu, para prajurit menyepakatinya. Selain itu, ada perasaan bangga dari mereka karena akan dianggap memberikan persembahan terbaik ke Madinah.

Salamah lantas memerintahkan dua orang prajuritnya berangkat menuju Madinah guna mengabarkan kemenangan pasukan atas kaum musyrik Ahwaz. Selain itu, para utusan itu juga hendak mempersembahkan sekotak perhiasan indah yang sudah diniatkan untuk Khalifah Umar.

Usai mengarungi perjalanan, tibalah kedua utusan Salamah ini di Madinah. Tatkala ditemui, Khalifah Umar sedang membagi-bagikan langsung kebutuhan makan kaum fakir miskin.

Saat melihat dua orang utusan Salamah, Khalifah Umar beranjak dari tempatnya berdiri. Ia menyalami dan mempersilakan keduanya untuk menuju ke kediamannya. Rumah sang Amirul mukminin tidak berbeda daripada kebanyakan rumah penduduk Madinah.

“Seperti yang kita harapkan, alhamdulillah, pasukan Muslimin menghadapi kaum Ahwaz, yang ternyata menolak Islam dan mengancam dengan senjata. Pertempuran terjadi, dan berhasil kita menangkan,” jawab seorang utusan.

photo
ILUSTRASI Ahwaz berhasil ditaklukkan Muslimin sebelum penaklukan besar-besaran daulah Islam atas Persia. - (DOK WIKIPEDIA)

Setelah itu, seorang duta yang lain mengeluarkan kotak yang berisi perhiasan hasil rampasan perang di Ahwaz. Dengan sopan, ia menyerahkan benda itu kepada sang khalifah.

“Di antara harta rampasan perang, kami menemukan sebuah perhiasan yang sangat indah. Ini untuk Tuan,” katanya kepada Umar.

“Salamah bin Qais menyuruh kami berdua untuk mengantarkan ini kepada Amirul mukminin. Bila perhiasan ini dibagikan kepada seluruh prajurit, tidak akan mencukupi karena jumlahnya hanya satu. Sudilah kiranya Tuan menerimanya,” tutur salah satu utusan kepada Khalifah.

Begitu kotak tersebut dibuka, tampak sebuah perhiasan nan indah. Benda yang terbuat dari emas murni itu terlihat cerah dan memantulkan cahaya berkilauan.

Bersikap tegas

Namun, Khalifah Umar sama sekali gusar melihatnya. Ia kemudian bangkit berdiri dan segera membanting kotak beserta isinya itu ke tanah. Wajahnya merah padam menahan gejolak amarah dari dalam dadanya.

“Apa kalian ingin menjerumuskanku ke dalam neraka jahanam dengan benda ini? Segera bawa ini kembali ke Ahwaz agar dibagikan kepada seluruh prajurit!” seru Khalifah Umar dengan nada tinggi.

“Ingatlah kata-kata saya. Bila sampai para prajurit bubar sebelum engkau berdua dan Salamah bin Qais membagikannya maka aku akan menghukum kalian!” sambung Amirul mukminin kemudian.

Segera, kedua utusan Salamah itu memohon diri meninggalkan kediaman sang khalifah. Mereka tidak pernah mengira bahwa Umar akan murka lantaran diberikan rampasan perang terbaik sebagai tanda perhormatan.

 
Khalifah tidak mengharapkan apa-apa dari kemenangan pasukan Muslim selain kebaikan untuk syiar Islam.
   

Mengertilah mereka bahwa Khalifah tidak mengharapkan apa-apa dari kemenangan pasukan Muslim selain kebaikan untuk syiar Islam dan rakyat yang dipimpinnya. Tidak ada kepentingan pribadi sang pemimpin.

Maka, sesampainya dua utusan itu di Ahwaz, Salamah bin Qais mendapatkan jawaban Umar. Karena itu, Salamah segera membagi-bagikan perhiasan tersebut kepada seluruh pasukannya sebagai harta rampasan.

Tanpa War dan Bot, Tiket Coldplay di Jepang Pakai Sistem Lotre

Sistem undian dianggap lebih adil dibandingkan war tiket yang kerap gunakan bot.

SELENGKAPNYA

Babi yang Dianggap Ade Armando tak Selalu Haram

Tidak ada satu pun dalil baik Alquran maupun hadis yang memberikan pengecualian.

SELENGKAPNYA

Ketegasan Umar pada Gubernur yang Sok Mewah

Amirul mukminin, Umar bin Khattab, menyuruh gubernur ini jadi gembala kambing.

SELENGKAPNYA

Ikuti Berita Republika Lainnya