Pengelolaan Sampah Di TPA Galuga Menuai Kritik | Republika

Jawa Barat

Pengelolaan Sampah di TPA Galuga Menuai Kritik

Zona inkubator bisnis akan dibangun seluas 6 hektare.

BOGOR - Pengamat kebijakan publik sekaligus Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partner ship (DEEP), Yusfitriadi, mengkritik zona pengelolaan bisnis pemanfaatan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Galuga, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Yusfitriadi menilai pengelolaan tersebut hanya menimbulkan masalah baru. "Ketika akan membuat zona bisnis pengelolaan sampah di TPA (Tempat Pembuangan Akhir) Galuga. Itu malah punya tiga problem. Ini tidak boleh terjadi," kata Yusfitriadi kepada Republika, Kamis (30/1).

Pertama, dia menjelaskan, pembuatan zona pengelolaan bisnis sampah di TPA Galuga membuat pergerakan atau pemindahan sampah. Karena itu, dia menilai upaya tersebut hanya sia-sia. Kedua, TPA Galuga menjadi tempat pembuangan sampah di Kota dan Kabupaten Bogor. Dalam jangka panjang, Yusfitriadi melanjutkan, lahan di TPA Galuga akan dipenuhi dengan sampah.

Ketiga, zona pengelolaan bisnis sampah tetap mengakibatkan dampak lingkungan. Pasalnya, meskipun pengelolaan bisnis sampah bukan tempat pembuangan sampah, akan terjadi pemrosesan sampah yang mengakibatkan bau tak sedap. "Masyarakat sekitar saya pikir tidak mau ditambahin lagi sampah. Karena baunya sampai menembus berkilo-kilo meter," ujar dia.

Yusfitriadi memperkirakan zona pengelolaan tersebut akan berubah fungsi menjadi tempat pembuangan sampah. Pasalnya, penanganan sampah sering kali tak konsisten. Belum lagi, dia menambahkan, alat pengang kut yang harus dipersiapkan Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor. "Itu akan bermasalah pada jumlah alat angkut. Maka, kemudian masalahnya adalah menguras anggaran dari tahun ke tahun," kata dia.

Dia menyatakan, upaya Pemkot Bogor dalam memanfaatkan sampah menjadi sesuatu yang bernilai ekonomi tak akan pernah sukses jika tidak diselsaikan dari hilir. Artinya, kata dia, Pemkot Bogor harus melakukan penyelesaian dari tingkat terbawah atau perorangan. "Saran saya, itu tata dari hulu. Misalnya, tiap RT/RW belikan mesin sampah. Itu sektor bisnisanya dikelola masayakat sehingga selesai di tingkat masyarakat dan pasar," kata dia.

Di negara-negara maju, dia melanjutkan, tak ada lagi pergerakan sampah. Pasalnya, persolan sampah diselesaikan di tingkat hunian atau desa. Karena itu, dia berharap Pemkot Bogor dapat memberikan terobosan penyelesaian sampah di tingkat terbawah atau penghasil sampah. "Jangan ada pembuangan baru atau tempat sampah baru untuk pengelolaan. Sama saja bohong," ujar dia menegaskan.

Ketua DPRD Kota Bogor Atang Trisnanto mengatakan, dewan belum dilibatkan dalam pembahasan pembangunan pengolahan sampah tersebut. Jika Pemkot Bogor memiliki program strategis, Atang meminta rencana tersebut terlebih dahulu dibahas dengan dewan sebelum bergulir di tengah masyarakat. "DPRD meminta pemerintah kota ketika ada rencana strategis yang terkait dengan apa pun, termasuk zona bisnis di TPA Galuga. Harus direncakan di tingkat DPRD," kata Atang. Atang menyatakan, Pemkot Bogor harus merencanakan secara matang sebelum mewacanakan sesuatu. Dengan demikian, program yang akan dijalankan tak lagi memiliki kendala. "Jadi, perlu ada perencanaan yang lebih kuat lagi dari Pemkot Bogor," ujar dia.

Wakil Wali Kota Bogor Dedie A Rachim menyatakan akan segera membangun zona bisnis untuk pengelolaan sampah di TPA Galuga, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Pembangunan tersebut direncanakan akan dilakukan pada tahun 2020. "Dalam jangka pendek, kita akan bangun zona inkubator kawasan bisnis pengelolaan di TPA Galuga. Jadi, kebutuhan para pihak ketiga atau userakan terpisah di situ," kata Dedie.

Dedie menjelaskan, Pemkot Bogor memiliki lahan seluas 36 hektare di TPA Galuga, sedangkan yang terpakai baru sekitar 13 hektare untuk TPA. Oleh karena itu, Dedie menyatakan akan memanfaatkan setidak nya 6 hektare untuk membuat zona in kubator kawasan bisnis pengelolaan. Dia menegaskan, zona tersebut bukan untuk melebarkan penampungan sampah yang sudah ada. Perluasan tersebut ditujukan untuk zona pengelolaan sampah. "Jadi, bukan menambah tempat pembuangan sampahnya, tapi untuk bisnis pengelolaannya. Jadi, tidak memiliki dampak lingkungan seperti pembuangan," ujar Dedie.

Pemkot Bogor memberikan persetujuan terhadap rencana investasi pembangunan pabrik pengolahan limbah plastik men jadi bahan bakar mesin diesel oleh perusahaan asal Inggris di Galuga, Bogor.

Jadi solar

Wali Kota Bogor Bogor Bima Arya Sugiarto di Balai Kota Bogor, Rabu (29/1), mengatakan, pihaknya sudah menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan Plastic Energy Limited untuk pengolahan limbah plastik di TPA Galuga, Kabupaten Bogor.

Menurut Bima, dirinya memberikan persetujuan pengolahan limbah plastik di TPA Galuga dengan pertimbangan Pemerintah Kota Bogor memiliki program "Botak", yakni Bogor tanpa kantong plastik. Dengan program itu, Bogor meminimalisasi penggunaan kemasan plastik. Program ini sudah dikuatkan dengan landasan hukum Peraturan Wali Kota Bogor Nomor 61 Tahun 2018 tentang Pengurangan Penggunaan Kantong Plastik. "Itu artinya, rencana investasi dari Plastic Energy Limited sejalan dengan program Pemerintah Kota Bogor," kata Bima.

Sebelumnya, Bima menerima perwakilan dari perusahaan Plastic Energy Limited asal Inggris di Balai Kota Bogor, Selasa (28/1). Perwakilan Plastic Energy Limited, Kirk Evans, mengatakan, perusahaan tersebut memiliki teknologi untuk mengubah produk plastik satu kali pakai menjadi solar diesel melalui proses pirolisis. Jika ada pabrik pengolahan limbah plastik di Galuga maka Pemerintah Kabupaten Bogor dan Kota Bogor tidak perlu repot melakukan pemusnahan sampah, kata Kirk.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat