Hikmah
Merawat Kunci-Kunci Surga
Kita mesti merawat kunci-kunci surga tersebut dengan baik.
Oleh HASAN BASRI TANJUNG
Dahulu, ada seorang Rahib Yahudi berpengaruh di Kota Madinah bernama Hushain bin Salam yang turut menyambut kedatangan Nabi Muhammad SAW ketika hijrah dari Makkah. Ia sudah tahu sejak lama berita kedatangan nabi akhir zaman dari keturunan Nabi Ismail AS, sebab nama dan ciri-cirinya disebutkan dalam Kitab Taurat dan Injil.
Manakala berjumpa, ia mengamati dengan saksama setiap ucapan dan sikap Nabi SAW. Kemudian hari ia pun masuk Islam dan namanya diganti menjadi Abdullah bin Salam.
Ia pernah menceritakan kesan yang tak terlupakan kala bertemu Nabi SAW. “Saat aku melihat dengan jelas wajahnya, aku tahu beliau bukan pendusta. Perkara pertama yang aku dengar dari ucapan beliau adalah sebarkan salam, berilah makanan, sambunglah tali kekerabatan, shalatlah di saat orang-orang ketiduran, niscaya kalian masuk surga dengan selamat.” (HR Ahmad).
Ia pernah menceritakan kesan yang tak terlupakan kala bertemu Nabi SAW.
Ketika kaum Yahudi mendengar bahwa ia telah masuk Islam, mereka pun menuduhnya pendusta dan pengkhianat. Walau demikian, ia tetap teguh dengan keimanannya. Kejujuran dan ketegasan sikap sebagai Muslim itulah yang disanjung oleh Alquran (QS al-Ahqaf [46]: 10).
Dalam Tafsir Ringkas Kementerian Agama RI dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan “seorang saksi dari Bani Israil” adalah Abdullah bin Salam. Sebab, dia menyatakan keimanan setelah memperhatikan adanya kesesuaian antara ajaran Alquran dan Taurat, seperti tauhid, janji dan ancaman, kerasulan Nabi Muhammad SAW, kehidupan akhirat, dan sebagainya.
Dengan demikian, dapat dipahami bawah orang-orang Yahudi dan Nasrani yang benar-benar mengikuti dan meyakini Taurat dan Injil pasti akan sampai pada kesimpulan bahwa Alquran itu benar-benar dari Allah SWT dan Muhammad SAW itu utusan-Nya.
Guru kehidupan kita, Prof KH Didin Hafidhuddin, dalam buku Membangun Kemandirian Umat (hal 432) menjelaskan betapa hidup ber-Islam itu akan terasa nikmat dan indah ketika kita mampu menggabungkan dalam kehidupan keseharian dua hal, yaitu penguatan hubungan vertikal dengan Allah SWT dan hubungan horisontal dengan sesama manusia.
Demikian halnya pesan Nabi SAW yang diceritakan Abdullah b in Salam di atas. Tiga di antaranya dalam aspek hablum min an-nas (hubungan dengan manusia atau kesalehan sosial), dan satu berkaitan dengan hablum min Allah (hubungan dengan Allah SWT atau kesalehan ritual).
Adapun keempat kunci surga tersebut, pertama, afsyus-salaam (tebarlah kedamaian). Kata “salam” bermakna keselamatan atau kedamaian, baik berupa ucapan “assalamu’alaikum wa rahmatullah wa barakatuh”, tulisan (termasuk status atau komentar di akun media sosial) yang mencerahkan, maupun tindakan yang menenteramkan kehidupan masyarakat.
Ketika berhadapan dengan orang-orang bodoh pun termasuk buzzer politik yang mencari makan dari fitnah, seorang hamba yang dikasihi tetap berkata dan bersikap damai (QS al-Furqan [25]: 63).
Nabi SAW pernah ditanya, “Islam manakah yang paling baik?” Beliau menjawab, “Kamu memberi makan dan mengucapkan salam kepada orang yang engkau kenal atau yang tidak dikenal” (HR Bukhari).
Kedua, ath’imuth-th’aam (berilah makan orang kelaparan). Kualitas keislaman dapat terlihat dari sikap simpati dan empati terhadap kaum tak berdaya. Mereka memberi makanan yang disukai (bukan sisa) kepada orang miskin, yatim, dan tertawan semata mencari ridha Allah SWT, dan tidak mengharap balasan walau hanya ucapan terima kasih (QS al-Insan [76]: 8-9).
Nabi SAW menyebutkan bahwa amal yang paling utama (afdhalul fadhaail) adalah memberi makan kepada orang yang tidak pernah memberi (HR Ahmad). Kedermawanan teruji ketika memberi kepada orang-orang yang kecil kemungkinan akan membalasnya, yakni kaum dhuafa dan anak yatim.
Kedermawanan teruji ketika memberi kepada orang-orang yang kecil kemungkinan akan membalasnya, yakni kaum dhuafa dan anak yatim.
Oleh karena itu pula, Nabi SAW memberi kabar gembira kepada siapa saja yang melalui jalan kemuliaan tersebut dengan duduk berdampingan kelak di surga (HR Bukhari).
Bahkan, orang yang saleh ritual pun dinilai pendusta agama ketika mereka tidak punya rasa kepedulian (QS al-Ma’un [107]: 1-7).
Ketiga, shilul arhaam (sambunglah tali kasih sayang). Menyambung tali kasih sayang atau kekerabatan (silaturrahim) adalah pintu keberkahan dan kedamaian. Siapa saja yang memutuskannya, apalagi kepada kedua orang tua, maka akan tertutup pula pintu rezekinya dan kelak tidak masuk surga (HR Bukhari).
Kita diperintahkan menyambung yang putus, mencairkan hubungan yang beku, dan mengurai benang kekeluargaan yang kusut. Pesan Nabi SAW, “Shil man qatha’aka”, sambunglah tali kasih sayang dengan orang yang memutuskan denganmu (HR Ahmad).
Momentum Idul Fitri dan halal bi halal untuk merajut kembali tali kasih yang beku, kusut dan putus tersebut. Silaturahim akan memanjangkan umur dan melapangkan rezeki (HR Ahmad).
Keempat, shalluu wan naasu niyaam (shalatlah ketika orang lelap tidur). Shalat sunnah yang paling tinggi nilainya (sunnah muakkadah) adalah tahajud (QS al-Isra' [17]: 79).
Demikian pula hamba-hamba yang dikasihi (‘ibadurrahman), selain menjaga ucapan dan sikap damai, juga mengisi waktu malam untuk ibadah (QS an-Nur [25]: 63).
Ketika bulan Ramadhan dipaksa bangun di pengujung malam untuk sahur dan tahajud agar menjadi kebiasaan. Shalat malam adalah kebiasaan orang-orang saleh sejak dahulu sampai akhir zaman.
Ketika itu, seorang hamba berbisik dalam sujudnya di bumi, tapi terdengar keras di langit. Jika tidak tidak mampu 11 rakaat, setidaknya dua rakaat plus witir agar menjadi kebutuhan dan kenikmatan.
Akhirnya, hidup di dunia adalah kesempatan menanam bibit kebajikan sebagai bekal kembali ke kampung akhirat yang abadi. Visi hidup Muslim yakni bahagia di dunia dan masuk surga di akhirat (QS al-Baqarah [2]: 201).
Untuk itu, kita mesti merawat kunci-kunci surga tersebut dengan baik agar kelak memasukinya bersama orang tua, guru, anak-anak, dan kaum kerabat tercinta.
Allahu a’lam bish-shawab.
Hima, Kawasan Konservasi Alam di Zaman Nabi
Hima menjadi tempat yang mewujudkan perlindungan kelestarian binatang dan tumbuhan.
SELENGKAPNYAKH Abdul Gaffar Ismail, Dai dan Pejuang Kemerdekaan Indonesia
KH Abdul Gaffar Ismail pernah memimpin misi rahasia untuk mendukung perlengkapan bagi tentara RI.
SELENGKAPNYA