Petugas beristirahat usai menguburkan jenazah pasien Covid-19 di TPU khusus Covid-19 Rorotan, Jakarta Utara, Selasa (13/7/2021). | Republika/Thoudy Badai

Kabar Utama

Kedaruratan Global Itu Akhirnya Berakhir

WHO mengumumkan babak baru dalam saga Covid-19 dunia.

Tiga tahun, lima bulan, dan satu pekan lalu; tepatnya pada 30 Januari 2020, Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan penyakit menular baru sebagai darurat kesehatan masyarakat yang menjadi perhatian internasional. Penyakit tersebut saat itu bahkan belum punya nama resmi, hanya disebut dengan sandi 2019-nCoV alias virus korona jenis baru. Ia dikira-kira merebak dari Wuhan di Provinsi Hubei, Cina sejak November 2019.

Mayoritas penyakit yang menyerang saluran pernapasan tersebut masih berpusat di Cina kala itu. Dalam rapat di WHO, perwakilan Kementerian Kesehatan RRC melaporkan ada 7711 kasus yang dikonfirmasi dan 12.167 kasus yang dicurigai di seluruh negeri. Dari kasus yang dikonfirmasi, 1.370 parah dan 170 orang meninggal. 124 orang telah pulih dan dipulangkan dari rumah sakit.

Di luar Cina, terdapat 83 kasus di 18 negara. Dari jumlah tersebut, hanya 7 yang tidak memiliki riwayat perjalanan di Cina. Telah terjadi penularan dari manusia ke manusia di 3 negara di luar Cina. Salah satu kasus ini parah meski belum ada kematian.

Lini masa awal Covid-19 - (Republika)  ​

Belum ada yang menyangka, penyakit yang kemudian dinamai Covid-19 dan dibawa virus SARS-Cov2 itu bakal mengobrak-abrik dunia, menegaskan betapa ringkihnya umat manusia. Dunia seakan berhenti, orang-orang tak boleh keluar rumah. Pusat perbelanjaan, kantor-kantor, rumah ibadah, kosong, tatanan dunia ditata ulang.

Tiga tahun setelah pengumuman WHO pada Januari 2020 itu, pada Mei 2023 merujuk Worldometer, total 687 juta manusia telah tertular virus tersebut. 6,9 juta diantaranya tak berhasil selamat. Angka ini membuat Covid-19 adalah salah satu penyakit pemusnah paling mematikan.

Di Cina, sehubungan kebijakan karantina ketat dan pelaporan yang tak bisa diandalkan, kini hanya tercatat 503.302 kasus dan 5.272 kematian. Negara-negara lain jauh lebih terdampak. Di Amerika Serikat, 106 juta tertular dan 1,2 juta meninggal. Disusul 45 juta kasus dan 531 ribu kematian di India.

photo
Keluarga berziarah di lokasi pemakaman jenazah dengan protokol Covid-19 di TPU Pondok Ranggon, Jakarta, Kamis (26/11/2021). - (Prayogi/Republika)

Dalam daftar atas, tercatat juga Prancis (40 juta kasus, 166 ribu kematian), kemudian Jerman (38 juta kasus dan 173 ribu kematian), Brazil (37 juta kasus dan 701 juta kematian), Jepang (33,8 juta kasus dan 75 ribu kematian), Korea Selatan (31,2 juta kasus dan 34 ribu kematian), Italia (25,8 juta kasus dan 189 ribu kematian), Kerajaan Serikat Inggris (24,6 kasus dan 224 ribu kematian), serta Rusia (22,9 juta kasus dan 398,5 kematian). Indonesia melacak kasus pertamanya pada Maret 2020. Sejak itu, tercatat 6.784.170 kasus dan 161,404 kematian.

Setelah sekian banyak nelangsa dan perjuangan manusia, WHO akhirnya menyatakan penyebaran Covid-19 bukan lagi darurat kesehatan masyarakat global (PHEIC). Hal ini dideklarasikan langsung oleh World Health Organization (WHO), pada Jumat (5/5/2023).

“Selama lebih dari satu tahun, pandemi berada dalam tren menurun dengan peningkatan kekebalan populasi dari vaksinasi dan infeksi, penurunan angka kematian, dan tekanan pada sistem kesehatan berkurang,” kata Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus pada konferensi pers di Jenewa, Swiss.

“Tren ini telah memungkinkan sebagian besar negara untuk hidup kembali normal seperti sebelum Covid-19,” kata Tedros. “Oleh karena itu, dengan harapan besar, saya menyatakan Covid-19 berakhir sebagai darurat kesehatan global,” kata dia menegaskan.

Menurut data resmi organisasi PBB, hampir 7 juta orang telah meninggal akibat Covid-19 di seluruh dunia sejak WHO pertama kali mengumumkan keadaan darurat pada 30 Januari 2020. Tedros mengatakan jumlah kematian sebenarnya setidaknya bisa 20 juta.

Tedros mengatakan masih ada risiko munculnya varian baru dan menyebabkan lonjakan kasus lainnya. Dia memperingatkan pemerintah nasional agar tidak membongkar sistem yang telah mereka bangun untuk melawan virus.

Komentar di awal pandemi - (Republika)  ​

“Virus ini akan tetap ada. Masih bisa membunuh dan masih bisa berubah,” kata Tedros lagi. Tetapi, kepala WHO mengatakan sudah tiba waktunya bagi negara-negara untuk beralih dari tanggap darurat ke penanganan Covid seperti penyakit menular lainnya.

“Hal terburuk yang dapat dilakukan negara mana pun sekarang adalah menggunakan berita ini sebagai alasan untuk lengah, untuk membongkar sistem yang telah dibangunnya, atau untuk mengirim pesan kepada rakyatnya bahwa Cobid-19 tidak perlu dikhawatirkan,” kata Tedros.

Tedros mengatakan jika kematian atau infeksi akibat Covid-19 meningkat secara signifikan di masa mendatang, dia tidak akan ragu untuk mengadakan pertemuan darurat lagi dan menetapkan kembali status PHEIC.

photo
Seorang warga yang melanggar aturan PPKM Darurat melakukan sanksi sosial berupa menyapu jalanan usai mengikuti sidang Tindak Pidana Ringan (Tipiring) di kawasan Pasar Lama, Kota Tangerang, Banten, Jumat (9/7/2021). - (ANTARA FOTO/Fauzan)

Kementerian Kesehatan RI menyatakan tengah menyiapkan pedoman tata kelola Covid-19 jangka panjang dalam rangka menyikapi fase kedaruratan kesehatan global yang kini telah berakhir.

"Kami sedang menyiapkan tata kelola Covid-19 ke depan sesuai dengan strategi kesiapsiagaan dan respons Covid-19 2023--2025 yang telah disiapkan oleh WHO sebagai pedoman negara-negara dalam melakukan transisi ke manajemen Covid-19 jangka panjang," kata Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes RI Siti Nadia Tarmizi yang dikonfirmasi di Jakarta, Sabtu.

Menurut Nadia Pemerintah Indonesia turut memperhatikan hasil pertemuan Komite Kedaruratan International Health Regulation (IHR) yang merekomendasikan pencabutan status Public Health Emergency of International Concern (PHEIC) yang telah disetujui Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus.

Lini masa Covid-19 di RI - (Republika)  ​

"Kami juga telah berkonsultasi dengan Dirjen WHO dan Tim WHO baik di Jenewa dan Jakarta untuk Indonesia mempersiapkan transisi pandemi beberapa waktu lalu, bahkan sebelum pencabutan status PHIEC diumumkan kemarin," katanya.

Langkah langkah yang diambil pemerintah menyikapi situasi tersebut, kata Nadia, adalah memperkuat surveilans kesehatan di masyarakat, dan kesiapsiagaan fasilitas kesehatan dan obat-obatan, serta mempersiapkan kebijakan kesehatan lainnya.

Upaya tersebut penting untuk mewujudkan ketahanan kesehatan nasional dan kesiapsiagaan atas pandemi lain di masa depan, kata Nadia menambahkan.

photo
Petugas memakamkan jenazah pasien positif COVID-19 di lokasi pemakaman COVID-19 TPU Pasir Putih, Depok, Jawa Barat (21/6/2020). Prayogi/Republika. - (Prayogi/Republika.)

Meski status kedaruratan kesehatan global telah diakhiri, kata Nadia, tapi Covid-19 dipastikan tetap berada di tengah masyarakat hingga jangka waktu yang panjang.

"Ingat Covid-19 masih ada di sekitar kita, sehingga masyarakat harus tetap waspada. Kelompok lansia dan pasien dengan penyakit penyerta masih memiliki resiko paling tinggi, sehingga vaksinasi harus tetap dilakukan, termasuk prokes penggunaan masker bagi yang sakit maupun tempat tempat kerumunan," katanya.

Anggota Komisi IX DPR Rahmad Handoyo bersyukur karena WHO telah menarik status darurat terhadap Covid-19. Ia mengajak semua pihak untuk memetik hikmah dari pandemi yang sempat meluluh-lantahkan perekonomian global dan menewaskan lebih tujuh juta penduduk dunia.

photo
Tenaga kesehatan bersiap melakukan perawatan pasien Covid-19 di Rumah Sakit Darurat (RSD) Covid-19 Wisma Atlet, Jakarta, Jumat (22/1/2021). - (Republika/Thoudy Badai)

"Tentu kita bersyukur ya, tapi perlu diingat pencabutan status darurat bukan berarti ancaman Covid-19 sudah berakhir. Covid-19 masih bisa kembali, bahkan, ke depan penyakit sejenis bisa muncul kapan saja," ujar Rahmad lewat keterangannya, Sabtu (6/5/2023). "Jadi mari memikirkan langkah-langkah antisipasi agar kedepan kita lebih siap menghadapi penyakit menular seperti Covid-19," sambungnya.

Belajar dari pengalaman menghadapi Covid-19 sebelumnya, ada beberapa catatan yang layak jadi perhatian. Misalnya, terkait fasilitas kesehatan yang kurang memadai di rumah sakit, termasuk kesiapan para tenaga kesehatan dalam menghadapi pandemi.

"Ingat, rumah sakit kita pernah kewalahan menampung pasien dan obat-obatan sulit didapat. Karena itu fasilitas kesehatan ke depan harus dalam posisi lebih siap, karena kita kemungkinan akan menghadapi berbagai permasalahan kesehatan, mungkin virus di luar Covid-19," ujar Rahmad.

"Upaya pemerintah berkaitan dengan infrastruktur medis, termasuk tenaga kesehatan harus optimal di seluruh daerah," kata dia.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Sejarah Perang Uhud

Pertempuran yang terjadi pada bulan Syawal ini menjadi pelajaran berharga bagi Muslimin.

SELENGKAPNYA

Viral Gabriel Prince, Apakah Islam Membenarkan Lelaki Mencium Bibir Lelaki?

Apa hukum lelaki mencium mulut sesama lelaki di dalam Islam?

SELENGKAPNYA

Tiga Penguak Misteri Gunung Padang

Sejak temuan pada 1979, Gunung Padang tak lagi sama.

SELENGKAPNYA