Percakapan Ihwal Malam | Dok Republika

Sastra

Percakapan Ihwal Malam

Puisi Isbedy Stiawan ZS

Oleh ISBEDY STIAWAN ZS

 

Percakapan Ihwal Malam

tak ada bulan di kursikursi ini, kecuali matahari

yang kauselipkan di saku, kausiapkan jika

ada orang lain duduk di depanmu. lalu

membuka percakapan ihwal malam, jalan,

akau dan perempuan-perempuan datang 

                               kemudian menghilang

dibawa mobil ke entah

menyisakan langkah 

mungkin juga bekas resah


di kursi-kursi itu masih tersisa aroma peluh,

patahan lipstik, puntung rokok menthol

berwarna merah karena kenyutan bibir

                         : begitu anyir


selebihnya hanya sisa matahari di dalam

sakumu. mungkin akan kau bawa pulang

tapi kau ingin menunggu bulan datang

lalu duduk di depanmu. kursi yang lengang


                 barangkali tak bisa kautulis jadi

                 cerita. di bawah langit tanpa bulan

                 di kursikursi warnawarni

                 begitu sepi. sangat sunyi

                         dalam hati...


#lamban-rumahku, 4 Maret 2017 

 

 ***

 

Tentang Perempuan yang Menyerahkan Puisi

 

aku akan bercerita padamu, suatu malam 

seorang perempuan menemui penyair yang dikagumi

di sebuah kafe yang riuh namun agak remang. ia ingin 

banyak belajar tentang puisi; 

cara menulis sampai ilmu menafsir. mula-mula

ia serahkan puisinya, sudah telanjang. ia 

berpikir dengan begitu sang penyair pujaan dapat 

menjalar ke tiap sudut yang mungkin masih 

rahasia. penyair itu amat takjub! tiada lagi rahasia

di sana; bulan dan lautan telah menyatu, 

lalu diajaknya perempuan itu berlayar. tiada

latar waktu maupun tempat. di dalam puisi 

kita adalah mempelai; dara dan saudara, raja dan 

permaisuri. mari saling merayu


       di dalam puisi itu, cuaca tiba-tiba dingin

salju turun, kabut luruh, hutan-hutan mekar,

gunung layaknya pulau untuk lelap. dan 

laut sangat menggoda. "mari berenang

di sana."


puisi adalah…


seorang perempuan, setiap malam bertemu penyair 

pujaan, di kafe yang riuh dan agak remang. sejak 

di bangku kedai itu telah diserahkan puisinya 

untuk dipandangi dan dinikmati. sampai 

tiada lagi rahasia


puisi yang cantik, ia bisa bercakap-cakap 

5 Juni 2017

 

***

 

Perempuan Pertama di Halaman Pembuka

sebelum dikutuk untuk mencari kekasihnya

dari hati yang terluka, dialah yang melontarkan kisah itu, di halaman pembuka. lalu dia adalah tokoh: sebagai perempuan pertama di bumi ini. tentu ia menyesal, maka dia buru kekasihnya. dia ingin mendapati hatinya yang terbelah

                                         seperti bilah

sampai bumi ini direngkuh. setelah pertemuan di bukit keramat itu. langit cahaya,

amat terang. matanya bersinar-sinar karena percikan matahari di air matanya 


dia menangis karena haru dan sesal

dia gembira lantaran separuh hatinya bisa ditemui dan kekasihnya memaafkan. dia peluk 

kekasihnya, dia dipeluk amat erat  "mulai saat ini

kita sepasang di bumi ini, bukan lagi sebagai burung."

"kita manusia, sepasang di rumah mahaluas ini," balas kekasihnya 

kelak hingga bumi ini tiada, keduanya jadi guru;

baik dan buruk, suka dan duka, dan…


dan dia tetap menjadi perempuan pertama di halaman pembuka 

sejarah ini


2019

 

***

Puisi Puasa

selepas ramadan

syawal datang

jauhkan aku

dari makanan

yang bertaburan

: aku puasa,

puasakan keinginan

meramut hidangan


ini puasa syawalku

enam hari banyaknya

lalu diakhiri lebaran

ketupat; tapi beri aku

sabar melahap semua

memakan yang berlimpah

jaga pula hatiku,

di sana nafsu

tak terkira

“cukuplah wajah-Mu

sebab yang kurindu

kelak bertemu

dalam meja hidangan,”

doaku pada hari ke enam

puasa syawal ini


seperti di Madura

lebaran ketupat


pada hari ke delapan

aku juga girang-girangkan

di mejaku ada ketupat

dan lauk daging; “aku

persembahkan bagi

cintaku pada-Mu

pada setahun kemudian

yang dihapus segala dosa!”


ya Allah, jaga hati

dan nafsuku. kuingin

selalu puasa dari

nafsu tamak

dan mengambil

hak anak yatim

dan fakir miskin


jaga diriku

dengan puasa

demi puasa

karena-Mu semata


jaga tanganku

agar selalu puasa

dari jamah

yang bukan punya-Mu


2022

 

***

 

Jembatan Siti Nurbaya

   : Hermawan, Andria, Boyke 

Nurbaya, dari jembatan ini 

ke mana kau kemudian: 

Bataviakah, atau ke dada

Maringgih lalu membiarkan

Syamsul Bahri merana?


kapal-kapal telah lapuk 

bersandar di tepi muara 

pulau karam jauh di sana

apatah lagi Mentawai

hanya melambai-lambai 


     dan Nurbaya ingin 

ke Batavia; ke Teluk Bayur 

Teluk Bayur

     segala mau gugur


26 Februari 2023

 

***

 

Perjanjian 

aku pulang padamu

karena janji itu 

kita tandatangani

kelak aku kembali 

setelah jauhku pergi


dalam perjanjian itu 

aku sepakati setiap 

kau ikrarkan; bagaimana

mungkin kutepis 

sedangkan aku masih 

mengemis padamu?


setiap detik;


       aku selalu melihatlihat 

perjanjian itu. kelak 

aku tunaikan...

 

**

 

Kepada Perempuan Pencari Kayu 

pagi,

aku disergap kabut 

bukan matahari 

biasanya setia

menerangkan mataku


dan, aduhai lirih 

sekali musik itu 

"perempuan pencari 

kayu, ke mana ingin 

melangkah di dalam

guyuran dingin ini?


perempuan pembawa 

kayu bakar, telah tercatat

dalam kitab; sejarah

ingkar -- kufur hingga 

kubur -- sebagai ajar 

bagiku kini.” 


ya, saatnya kini 

aku perhitungkan

tiada guna ingkar 

jika nanti memintaminta 

ke surga juga?


Agam, Sumbar, Februari 2023

 

Isbedy Stiawan ZS kelahiran Tanjungkarang (Lampung) dan sampai kini masih menetap di kota itu. Menulis puisi, cerpen, esai, karya jurnalistik. Buku puisi terbarunya, Masuk ke Tubuh Anak-Anak (Pustaka Jaya, 2022), Ketika Aku Pulang, Nuwo Badik (Siger Publisher, 2022), dan Biografi Kota dan Kita (basabasi, 2023).

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat