
Ekonomi
Pemanfaatan EBT Digenjot untuk Tekan Emisi Karbon
Indonesia memiliki beragam sumber EBT yang bisa dimanfaatkan.
JAKARTA -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menargetkan penurunan emisi karbon sebesar 231 juta ton pada 2025 dengan penggunaan energi baru terbarukan (EBT). Target tersebut merupakan bagian dari upaya Indonesia menuju era karbon netral tahun 2060.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Dadan Kusdiana menyampaikan, untuk mengejar target tersebut, diperlukan keseimbangan antara suplai energi baru terbarukan dengan tingkat permintaan. Hal itu agar proses transisi energi bisa berjalan lancar. "Secara bertahap akan ditingkatkan pemanfaatan energi baru-terbarukan," kata Dadan dalam webinar yang digelar LPPIA FIA Universitas Indonesia, Rabu (29/3/2023).
Ia mengungkapkan, upaya transisi energi untuk mengejar target penurunan emisi karbon itu akan mengacu kepada Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN (Persero) tahun 2021-2030. Salah satu upaya terdekat yang dilakukan adalah mengimplementasikan pembangunan PLTS atap yang memanfaatkan tenaga surya.

Kementerian ESDM juga melakukan percepatan pengembangan PLT sampah sekaligus pengembangan PLT biomassa skala kecil. Di sisi lain, upaya co-firing atau penambahan biomassa sebagai bahan campuran batu bara untuk PLTU masih terus diupayakan.
Sejalan dengan upaya tersebut, pemerintah telah memetakan permintaan listrik dari sejumlah pengembangan tersebut. Di antaranya kompor induksi untuk 8,1 juta rumah tangga, 300 ribu mobil, dan 1,3 juta motor listrik.
Pemerintah juga melakukan pembangunan jaringan gas untuk 5,2 juta rumah tangga hingga mandatori biodiesel 30 persen tahun 2025. Dadan mengungkapkan, Indonesia punya banyak ragam sumber EBT yang bisa dimanfaatkan, baik itu energi surya, hidro, bioenergi, panas bumi, maupun energi gelombang laut.
Akan tetapi, seluruh potensi itu dihadapkan pada berbagai tantangan yang harus dihadapi. Terutama dari sisi teknologi dan nilai keekonomian yang terjangkau bagi masyarakat.
"Keekonomian teknologi yang ditawarkan belum terbukti secara komersial sehingga ini harus didorong oleh pemerintah aagr kita bisa menggeser energi berbasis fosil ke energi baru terbarukan," kata Dadan

PT PLN (Persero) menyatakan bakal mengimplementasikan co-firing atau penambahan biomassa sebagai bahan campuran batu bara di 42 pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) tahun ini. Langkah co-firing itu menjadi salah satu upaya untuk menurunkan emisi gas karbon yang ditimbulkan dari pembangkit listrik berbasis energi fosil.
Direktur Perencanaan Korporat dan Pengembangan Bisnis PLN Hartanto Wibowo menjelaskan, total kapasitas dari 42 PLTU tersebut mencapai 0,61 gigawatt. Adapun co-firing akan dilakukan sebesar dua persen dari total kebutuhan batu bara dan akan dihasilkan produksi listrik 0,95 terra watt hour (TWh).
"Dengan co-firing ini, kebutuhan biomassa akan terus meningkat dan kita butuh kerja sama dengan Perhutani, pemerintah daerah, dan berbagai pihak untuk penuhi sumber-sumber biomassa yang akan kita butuhkan," kata Hartanto.
PLN mencatat total kebutuhan biomassa untuk program co-firing tahun ini diperkirakan mencapai 1,08 juta ton. Sumber biomassa seperti penanaman pohon dan sisa pemotongan pohon akan disuplai langsung oleh Perum Perhutani. Kemudian, holding perkebunan PTPN dan Syang Hyang Seri akan memasok biomassa limbah agroindustri, seperti sekam padi, serpihan kayu, cangkang, kelapa sawit, hingga tongkol jagung.
Adapun bersama pemerintah daerah, PLN akan mendapatkan pasokan sampah rumah tangga yang dikumpulkan dari TPS daerah untuk kemudian dilakukan pemisahan, pengeringan, dan penumpasan demi menjadi biomassa sumber listrik.
Langkah co-firing biomassa oleh PLN mulai dilakukan sejak 2020 dan telah diterapkan di 36 PLTU yang membangkitkan energi listrik sebesar 949 giga watt hour (GWh). Upaya bauran sumber energi batu bara dan biomassa itu setidaknya sudah mengurangi 924 ton emisi karbon.
Hartanto mengatakan, langkah tersebut akan terus dilakukan hingga 2030 dan rata-rata kebutuhan volume biomassa per tahun akan mencapai sembilan juta ton.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
FIFA Batalkan Piala Dunia di Indonesia, Sanksi Menanti?
Pembatalan menimbulkan kekecewaan mendalam para pemain Timnas U-20.
SELENGKAPNYA