
Nasional
Pengujian Perppu Cipta Kerja Disebut tak Relevan
Hakim MK heran mengapa kedua perppu tidak mendapat persetujuan dalam rapat terdekat DPR.
Oleh RIZKY SURYARANDIKA
Anggota Komisi III DPR Supriansa mengeklaim, pengujian Perppu Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi (MK) tak lagi relevan. Ia menyebut mekanisme pengesahan undang-undang dan perppu disamakan sebagaimana Pasal 52 Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU P3).
Hal ini disampaikan Supriansa dalam sidang kelima atas permohonan Nomor 5/PUU-XXI/2023 dan Nomor 6/PUU-XXI/2023 perkara pengujian Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja pada Senin (27/3/2023) yang digelar MK.
Supriansa menerangkan, pada 9 Januari 2023 DPR menerima surat dari Presiden yang menyatakan RUU Perppu 2/2022 dan berpedoman pada Pasal 50 Ayat (3) UU P3 yang memberikan waktu 60 hari. Sehingga DPR pun melakukan serangkaian rapat kerja dengan Badan Legislasi dan DPD pada 14–15 Februari 2023.
"Pada 14 Februari 2023, penugasan pembahasan RUU perppu ini didasarkan pada pendapat pimpinan fraksi dan kelengkapan dewan, maka DPR melakukan rapat konsultasi pengganti rapat musyawarah dan menyetujui penetapan RUU perppu ini menjadi undang-undang," kata Supriansa dalam sidang yang dipimpin oleh ketua MK yang juga ipar Presiden Jokowi, Anwar Usman.
Supriansa mengatakan, dilakukan rapat pemerintah dan DPR RI dengan agenda pembahasan RUU perppu sekaligus tindak lanjut putusan MK. Atas hal ini, Satgas Khusus DPR mengeklaim terpenuhinya partisipasi bermakna masyarakat yang mencakup tiga komponen, yakni hak untuk didengar pendapatnya, dipertimbangkan pendapatnya, dan penjelasan/jawaban.
Kemudian, pada 15 Februari 2023 kembali digelar rapat kerja antara DPR RI dan pemerintah pada tingkat 1. Hasilnya, RUU Perppu Cipta Kerja ini menjadi undang-undang untuk disetujui dan dilanjutkan ke rapat paripurna.

Lalu, pada 14 Maret 2023 dilakukan pembukaan masa persidangan keempat tahun 2022/2023 DPR dengan agenda menyetujui hasil Rapat Tingkat 2 RUU Perppu menjadi undang-undang pada 21 Maret 2023. Pada 21 maret 2023 dilakukan rapat paripurna dengan agenda tingkat 2 dan tercatat tujuh fraksi setuju dan dua fraksi menolak mengundangkan Perppu Cipta Kerja.
"DPR berpandangan karena 21 Maret 2023 perppu telah disetujui menjadi undang-undang, sudah seharusnya permohonan ini tidak relevan karena telah kehilangan objek pengujiannya," ujar Supriansa.
Atas keterangan DPR ini, Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams mempertanyakan dua perppu yang dikeluarkan pemerintah, yakni Perppu Nomor 1/2020 tentang Covid dan Perppu Nomor 2/2022 tentang Cipta Kerja. Wahiduddin heran mengapa kedua perppu ini tidak mendapat persetujuan dalam rapat terdekat DPR karena adanya ketentuan batas maksimal pada tingkat 1.
Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P Foekh juga meminta keterangan tambahan DPR atas karakeristik dari Perppu Cipta Kerja sehingga digolongkan prioritas dalam persidangan pembahasan. Hal ini mengingat pernyataan DPR yang menyatakan dengan telah diundangkannya Perppu Cipta Kerja, pengujiannya di MK dinyatakan kehilangan objek.
"Jika kehilangan objek ketika disetujui menjadi undang-undang, apakah MK cukup menjadikan rapat paripurna perppu itu telah kehilangan objek? Atau apakah MK menunggu sampai diundangkan kembali?” ujar Daniel.
Diketahui, Permohonan Nomor 5/PUU-XXI/2023 diajukan oleh Hasrul Buamona (dosen Hukum Kesehatan/pemohon I), Siti Badriyah (pengurus Migrant Care/pemohon II), Harseto Setyadi Rajah (konsultan hukum/pemohon III), Jati Puji Santoro (wiraswasta/pemohon IV), Syaloom Mega G Matitaputty (mahasiswa FH Usahid/pemohon V), Ananda Luthfia Rahmadhani (mahasiswa FH Usahid/pemohon VI), Wenda Yunaldi (pemohon VII), Muhammad Saleh (pemohon VIII), dan Federasi Serikat Pekerja Singaperbangsa (FSPS) (pemohon IX).
Para Pemohon menyatakan Perppu Cipta Kerja tersebut tertentangan dengan Pasal 1 Ayat (3), Pasal 22 Ayat (1), dan Pasal 22A UUD 1945 serta Putusan MK Nomor 138/PUU-VII/2009 dan Nomor 91/PUU-XVII/2020.
Sedangkan Pemohon Perkara Nomor 6/PUU-XXI/2023 diajukan oleh Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI). Pemohon menyebutkan 55 pasal yang terdapat pada Perppu 2/2022 bertentangan dengan UUD 1945.
Mengapa KPK Jarang Membongkar Kasus Besar?
Kejakgung menjadi lembaga penegak hukum yang paling dipercaya publik saat ini.
SELENGKAPNYAMengenal Masyithah, Tukang Sisir Firaun
Masyithah dan anak-anaknya gugur sebagai syuhada usai disiksa Firaun.
SELENGKAPNYAMengapa Marak Tawuran di Bulan Ramadhan?
Kurangnya saluran kegiatan positif jadi salah satu sebab.
SELENGKAPNYA