
Khazanah
Pandangan Lintas Agama Terkait Timnas Israel di Piala Dunia
Kontroversi mengenai partisipasi timnas Israel di Piala Dunia U-20 masih terus bergulir.
JAKARTA -- Kontroversi mengenai partisipasi timnas Israel dalam perhelatan Piala Dunia U-20 masih terus bergulir. Wacana tersebut terungkap dalam diskusi publik bertajuk "Piala Dunia U-20 Indonesia: Kontroversial Keterlibatan Timnas Israel" yang diselenggarakan secara online oleh Yayasan Rahim Perdamaian Dunia, Jumat (24/3).
Direktur Yayasan Rahim Perdamaian Dunia, KH Mukti Ali Qusyairi MA, dalam sambutannya menyampaikan, di alam demokrasi adalah wajar masyarakat menyuarakan aspirasi dan pendapat, baik pro maupun kontra. Sebagaimana dalam diskusi yang mengemuka dengan para narasumber yang memberikan pandangan masing-masing.
"Indonesia adalah negara demokrasi. Siapa pun tanpa pandang bulu, boleh menyampaikan pendapatnya. Hanya saja, Indonesia sudah ditetapkan sebagai tuan rumah oleh FIFA dan Indonesia menerima itu sejak awal. Sebagai tuan rumah, Indonesia sudah seharusnya mengikuti aturan main yang ditetapkan FIFA, memberikan hak-kewajiban dan menjamin keamanan," papar Kiai Mukti.
Sebagai tuan rumah, Indonesia sudah seharusnya mengikuti aturan main yang ditetapkan FIFA, memberikan hak-kewajiban dan menjamin keamanan.
Mukti menjelaskan, sebelumnya terdapat sejumlah atlet Israel berlaga di Indonesia tanpa ada penolakan. Di antaranya pembalap sepeda Mikhail Yakovlav pada kejuaraan UCI Track Nations Cup 2023 yang digelar di Velodrome Jakarta, Februari 2023; pada 2022 lalu kepada dua atlet panjat tebing Israel, pebulutangkis Israel juga tampil di event bulutangkis; dan pada 2015 atlet badminton Israel Misha Zilberman yang berlaga di Istora Senayan; ada pula atlet Israel ikut di ajang Esports World Esports Championships tahun 2022.
Ketua Umum PSSI Erick Thohir, kata Mukti, menyatakan akan menjadi tuan rumah yang baik untuk semua tim sepak bola yang bertanding. Sedangkan untuk urusan luar negeri menjadi kewenangan Kementerian Luar Negeri.
Direktur Eits Chaim Indonesia, Elisheva Stross menyampaikan, mengutip pernyataan Duta Besar Israel untuk Singapura bahwa Israel tanpa keraguan siap mengirim timnas U-20 sesuai aturan main FIFA.
Masalah diterima atau tidaknya partisipasi timnas Israel U-20 berlaga di Indonesia, kata Elisheva, itu urusan Indonesia. "Apakah mau menanggung konsekuensi oleh FIFA karena kebijakan FIFA apabila bersedia menjadi tuan rumah, tidak dibolehkan mendiskriminasi peserta yang sudah melalui proses kualifikasi FIFA," kata Elisheva.
Beberapa bulan lalu, lanjut Elisheva, Israel bertanding di Doha, Qatar dalam Piala Dunia 2022. Qatar dengan terbuka menerima mereka. "Israel membuka perwakilan sementara di Qatar untuk melayani, bukan hanya para peserta pertandingan, juga pengunjung dari Israel yang hendak menonton pertandingan," ungkap Elisheva.
Duta Besar Israel di Singapura, kata dia, mengungkapkan bahwa mereka tidak ada niat untuk membuka perwakilan sementara di Indonesia dalam rangka Piala Dunia U-20. "Ini karena sikap sebagian pihak Indonesia yang sudah terlalu bermusuhan," ujar Elisheva.
Wakil Ketua LBM PWNU DKI Jakarta dan Projec Officer Rahim Dr KH Zainul Maarif berpendapat, sepak bola harus dilihat sebagai permainan, tidak perlu ditarik ke urusan politik. Mengutip pendapat seorang filsuf Johan Weizing, Kiai Zainul menyatakan bahwa permainan adalah sesuatu yang menjadi bagian dari budaya dan bahkan jauh lebih tua daripada budaya. Permainan, sesuai namanya, harus membuat orang bersuka cita dan juga bersahabat.
Permainan, sesuai namanya, harus membuat orang bersuka cita dan juga bersahabat.
Permainan sepak bola sesungguhnya bisa menjadi sarana solusi untuk mengatasi perang. Dia mengungkapkan, negara-negara yang berseteru dalam perang bisa saling menghancurkan, sedangkan dalam sepak bola bisa saling mengalahkan, tetapi tidak saling menghancurkan. Justru sebaliknya akan terjadi adu strategi yang menyenangkan untuk ditonton.
"Permainan itu juga lebih mencairkan konflik. Contohnya dialog antar agama dilakukan dengan diskusi. Orang bisa jengkel atau berargumen. Tapi kalau antar kiai dan rabbi dan pastor tanding sepak bola pasti asik. Itu akan jauh lebih damai bersahabat sehingga ngobrol jauh lebih cair dan bisa melahirkan damai," ujar Kiai Zainul.
Oleh karena itu, kata dia, permainan sepak bola seharusnya bisa menjadi pintu masuk. "Kalau Indonesia menganggap Israel sebagai musuh, maka melalui permainan bisa menjadi sahabat,” ujar Zainul.
Pengasuh Pondok Pesantren Fashihuddin Depok, KH Asnawi Ridwan, mengingatkan mengenai konsekuensi hukum hubungan antarmanusia. Menurutnya, dalam hubungan sosial muamalah, hal-hal yang tidak berkait dengan hubungan akidah hukumnya adalah boleh. Setiap Muslim bisa berhubungan dengan siapa pun dalam koridor saling membutuhkan seperti dalam bidang perdagangan, olahraga, dan lainnya.
Dalam pandangan fikih, papar Kiai Asnawi, masalah ini digolongkan sebagai mujawir, bukan mukhalith. Mujawir yaitu yang bersandingan tetapi tidak berkaitan langsung dengan persoalan, tidak boleh disangkutpautkan. Sepak bola hanya masalah yang bersanding dan tidak langsung berkaitan dengan masalah konflik Israel-Palestina. Ini sesuai konsep fikih. "Sepak bola hanya urusan kaitan antarmanusia, bukan politik," kata dia.
Sepak bola hanya urusan kaitan antarmanusia, bukan politik.
Di dalam fikih, kata Kiai Asnawi, sesuatu yang mujawir kalau dikelola dengan baik akan membuat jernih suatu hal keruh yang disandingi. Ibaratnya air kotor limbah bisa jadi jernih dengan kaporit yang sebenarnya bukan hal yang berkaitan langsung dengan air. "Ini momen yang pas untuk menjernihkan pikiran supaya hubungan antaragama tidak tegang. Kalau dikelola dengan baik bisa jadi awal yang baik untuk menciptakan perdamaian," ungkap dia.
Dari sisi komitmen bersama, dalam 1 Abad NU, PBNU merumuskan bahwa putusan PBB juga menjadi dalil bagi umat Islam. FIFA termasuk bagian dari kesepakatan bersama seluruh negara, juga dalil yang berlaku bagi umat Islam. "Jadi harusnya tidak ada pintu argumentasi untuk menolaknya, dan bahkan Piala Dunia U-20 ini adalah kesempatan yang baik untuk mempromosikan perdamaian," ujar Kiai Asnawi.
Ketua Bnei Noah Indonesia, Leo Yowono mengungkapkan, sejarah terbentuknya negara Israel yang diakui dunia melalui pemberian wilayah dari Inggris pemenang perang lalu kemudian diakui PBB. Sebagai anak bangsa, kata Leo, dia tidak ingin Indonesia justru berada di posisi yang tidak relevan karena tabu membuka kotak pandora itu.
Pada zaman dahulu, kata dia, ketika komunikasi dan informasi sangat terbatas, itu bisa dimaklumi. Namun sekarang, dengan terbukanya arus informasi yang tak terbendung, dia ingin pemerintah bertindak dengan benar dan berkontribusi positif kepada keseluruhan dunia dan menjadi tresndsetter kebenaran. "Indonesia harus berani berdiri di atas fakta dan hukum yang berlaku. Jangan menggunakan standar ganda,” ungkap Leo.

Peneliti Rumah KitaB, KH Roland Gunawan, menekankan pentingnya bersikap adil sebagai dasar dan prinsip yang dianut oleh seluruh agama dan umat beragama. Ia mengutip sebuah ayat di dalam Alquran yang mengatakan, “Janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum membuat kamu bersikap tidak adil". Jangan karena kebencian, kata Roland, tidak bersikap adil kepada timnas Israel yang sudah diterima sejak awal oleh pemerintah Indonesia sebagai tuan rumah.
“Banyak orang menolak timnas Israel karena memandang Israel sebagai penjajah. Kita harus mendefinisikan apa sebenarnya yang disebut negara penjajah. Di sini kita harus lihat konteksnya antara Israel dan Palestina," kata Roland.
Menurut Roland, dalam konflik antara Israel dan Palestina, banyak yang membela Palestina, dengan alasan Israel menjajah Palestina. Namun dalam pertikaian antara Rusia dan Ukraina, banyak yang lebih pro Rusia. Padahal, dalih Roland, Rusia yang menyerang Ukraina.
Dalam kasus Muslim Rohingya di Myanmar, lanjut Roland, mengapa timnas Myanmar yang berlaga di Indonesia tidak diboikot. "Banyak pihak di Indonesia memboikot timnas Israel padahal Israel tidak pernah menjajah Indonesia. Sebaliknya, mereka biasa bergaul dan bersahabat dengan Belanda dan Jepang, padahal kedua negara itu pernah menjajah Indonesia dan membantai bangsa pribumi,” dalih Roland.
Pengurus Eit Chaim Indonesia, Abigail Wiriaatmadja, memandang bahwa kebencian berbagai pihak di Indonesia terhadap Israel di antaranya didasarkan pada legalitas Israel sebagai negara. Mereka menganggap Israel tidak punya legalitas sebagai sebuah negara.
"Perlu juga ditelaah bahwa para penuduh dan penolak Israel itu kredibilitasnya seperti apa. Mari kita buka pikiran, karena pikiran itu seperti parasut hanya bisa bekerja kalau terbuka," kata Abigail.