
Hiwar
Ustaz Abdul Somad: Maksimalkan Amal Saat Ramadhan
Ustaz Abdul Somad mengimbau Muslimin agar memaksimalkan amal di Ramadhan.
Ramadhan 1444 Hijriyah sudah berada di depan mata. Inilah bulan yang di dalamnya umat Islam meningkatkan fastabiqul khairat, berlomba-lomba berbuat kebaikan.
Kepada Republika, dai muda Ustaz Abdul Somad (UAS) mengungkapkan amalan-amalan terbaik yang hendaknya dilakukan tiap Muslim dalam menyambut maupun selama bulan suci. Bukan hanya ibadah-ibadah yang dikerjakan secara pribadi, melainkan juga kolektif dan bersifat sosial.
Seperti diketahui, suasana kali ini cenderung berbeda daripada Ramadhan pada tahun-tahun sebelumnya, terutama masa puncak penyebaran Covid-19. Ketika itu, pemerintah memberlakukan pembatasan demi mencegah penularan virus korona. Alhasil, Muslimin tidak melakukan banyak ibadah jamaah, khususnya yang mengumpulkan orang ramai.
Saat ini, insya Allah kondisinya berbeda. Karena itu, lanjut UAS, masjid-masjid dan majelis-majelis taklim diharapkan kembali semarak pada Ramadhan 1444 H. “Maksimalkan shalat tarawih, khataman Alquran, dan iktikaf di masjid,” pesan alumnus Universitas al-Azhar Mesir itu.
Bagaimana menumbuhkan semangat konsistensi untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas amal selama Ramadhan? Lebih lanjut, seperti apa makna bulan suci sehingga Mukminin bisa meraih tujuan puasa, yakni ketakwaan?
Berikut ini wawancara lengkap wartawan Republika, Muhyiddin, bersama dengan lulusan Institut Dar al-Hadis al-Hassania Maroko ini, beberapa waktu lalu.
Apa saja amalan yang sebaiknya dipersiapkan, utamanya menjelang Ramadhan?
Pertama-tama, sebaiknya sudah jauh-jauh hari kita mengganti (qadha) puasa Ramadhan lalu yang bolong (tidak sempat dilakukan karena alasan sesuai syariat –Red). Dalilnya dari Aisyah radhiyallahu anha. Ummul mukminin ini melakukan qadha puasa sebelum Ramadhan tahun berikutnya tiba.
Kemudian, tidak boleh puasa sunah mendekati Ramadhan bagi orang yang memang tidak biasa melakukan puasa sunah. Adapun bagi orang yang memang biasa puasa Senin-Kamis, puasa Nabi Daud, atau puasa Ayyamul Bidh, misalnya, maka itu boleh. Kemudian, orang yang akan mengganti puasanya, maka boleh ia melakukannya pada akhir bulan Sya’ban.
Kemudian, dalam menyambut Ramadhan pun kita mesti menyiapkan ilmu pengetahuan tentang bulan suci ini. Di antaranya adalah, pengetahuan tentang syarat dan rukun puasa; apa saja yang wajib dilakukan, sunahnya, serta hal-hal yang membatalkan puasa.
Paling tidak, bacalah buku tentang fikih dasar, semisal Fikih Islam karya Sulaiman Rasyid. Ia adalah seorang sarjana tahun 1935, termasuk generasi awal lulusan al-Azhar. Buku berbahasa Indonesia ini merupakan fikih simpel untuk pemula.
Selanjutnya, persiapkan iman dengan bertobat nasuha. Artinya, bertobat sungguh-sungguh kepada Allah. Lakukan mandi tobat, shalat sunah tobat, dan memperbaiki akhlak. Tidak luput juga, mintalah maaf kepada sesama manusia, sambung silaturahim, sehingga mental kita benar-benar siap secara zahir dan batin untuk memasuki Ramadhan.
Akhirnya, perlu kiranya menyiapkan budget untuk amalan-amalan sedekah, termasuk menyediakan buka puasa. Dengan begitu, kita insya Allah dapat pahala seperti orang-orang yang berpuasa. Jangan lupa pula mempersiapkan kesehatan fisik dan psikologis. Sebab, kita tahu bahwa berpuasa itu adalah ibadah badan, menahan lapar, menahan haus. Itu semua memerlukan tenaga.
Apakah tujuan puasa Ramadhan dan bagaimana Muslimin meraihnya?
Bismillahirrahmanirrahim.
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ
Semua ritual dalam Islam itu ada tujuannya. Tujuan dari puasa, seperti disebut dalam akhir ayat itu, adalah supaya kita bertakwa kepada Allah. Itu pun terwujud pada bulan Ramadhan ini. Salah satu ciri ketakwaan adalah tidak melakukan hal-hal yang dilarang Allah karena takut kepada-Nya.
Saat berpuasa, kita takut makan, minum, berhubungan suami-istri, bicarakan aib orang, mata jelalatan, melangkahkan kaki ke tempat yang haram, maupun memikirkan yang tidak diridhai Allah. Itu semua terasa pada saat bulan Ramadhan.
Begitu pula dengan membiasakan diri memakmurkan masjid. Subuh kita lakukan berjamaah. Membiasakan diri shalat tarawih dan bangun malam dengan bersahur. Membiasakan shalat tepat waktu. Jadi, Ramadhan bukanlah bulan penumpukan amal, melainkan bulan pembiasaan diri secara fisik dan mental.
Dalam sebuah hadis, dikatakan bahwa banyak sekali yang berpuasa, tetapi hanya memperoleh lapar dan haus. Bagaimana kriteria mereka yang merugi itu?
Dalam hadis itu disebutkan, “Rubba shoimin laisa lahu min shiyamihi illal ju’a wal a’thsya.” Betapa banyak orang yang berpuasa, tidak mendapatkan pahala apa-apa, melainkan hanya rasa lapar. Jadi, memang puasanya hanya menahan makan-minum, sedangkan mulutnya berbicara kotor, berbuat maksiat, dan sebagainya.
Maka barangsiapa tidak meninggalkan kata-kata dusta dan tipu muslihat, maka Allah tidak menilai perbuatannya menahan makan dan minum itu. Maksudnya, Allah tidak memberikan pahala.
Ibaratnya, kita beli koper. Kelihatannya koper itu bagus, tetapi sebenarnya di dalamnya rusak. Ibaratnya seperti rumah. Luarnya ia tampak bagus, tetapi dalamnya sebetulnya keropos. Padahal, kita ingin ibadah puasa dan lainnya selama Ramadhan ini baik, berkualitas, dan bisa dibawa sebagai bekal untuk menghadap Allah SWT kelak.
Maka, berpuasa sesungguhnya tidak sekadar menahan makan dan minum, tetapi imsak. Artinya, menahan (enggan melakukan) semua yang tidak diridhai Allah. Menahan hawa nafsu, lidah, pandangan mata, telinga, langkah kaki, tangan, dan juga emosi agar tidak bermaksiat.
Saat siang berpuasa Ramadhan, gula tubuh biasanya rendah karena tidak ada makanan dalam perut. Saat itu, emosi cenderung naik. Maka ketika itu pula seseorang mesti mampu berkata "Inni shaum" (aku sedang berpuasa). Jadi memang pengendalian diri secara total.
Apakah tandanya puasa seseorang diterima Allah SWT?
Tanda ibadah seseorang diterima Allah itu ialah adanya perubahan. Dari yang sebelumnya ia pelit, maka menjadi orang yang dermawan. Sebab, ia sudah tahu hakikat hawa nafsu.
Sebelumnya, mungkin emosinya tidak terkendali, tetapi sekarang menjadi orang yang sangat bijaksana. Jika sebelumnya cenderung kasar, sekarang lidahnya menjadi sangat lembut, penuh sopan santun, berbudi bahasa, tata krama, dan berakhlak karimah.
Ramadhan disebut pula bulan pendidikan. Ia adalah madrasah yang mendidik orang-orang beriman sehingga berubah jadi lebih baik. Dari sebelumnya orang tidak peduli pada masjid, setelah bepuasa, ia menjadi orang yang hatinya terpaut pada masjid. Meski belum masuk waktu shalat, ia sudah menyiapkan diri untuk berjamaah.
Ada perkataan yang kerap kita dengar saat Ramadhan, semisal “Tidurnya orang berpuasa itu ibadah.” Benarkah bahwa ungkapan itu termasuk hadis?
Hadis ini merupakan dhaif sehingga tidak bisa dijadikan dalil untuk hukum. Cara memahami maknanya adalah, tidurnya orang berpuasa saja dihitung sebagai ibadah, apalagi ketika ia membaca Alquran, berzikir, shalat, melakukan amar ma'ruf nahi munkar-nya, dan sebagainya. Begitulah cara memahami hadis dhaif itu. Bukan lantas kita tidur.
Memang, tidur adalah perbuatan istirahat yang tidak mengerahkan tenaga, harta, seperti halnya berwakaf, infaq, sedekah. Saat tidur, orang hanya memejamkan mata. Sudah. Nah, itu saja pun dikatakan berpahala, apalagi bersedekah, menyiapkan buka puasa, dan aktivitas kebajikan lainnya. Itu cara memahaminya, bukan malah memperbanyak tidur.
Lihatlah sejarah. Banyak peristiwa besar terjadi kala Ramadhan, semisal Perang Badar, Pembebasan Makkah, Pembebasan Andalusia, dan lain-lain. Bahkan, Republik Indonesia pun merdeka saat Ramadhan. Jadi, ini bukan bulan tidur-tiduran.

Ramadhan menjadi bulan diturunkannya Alquran. Bagaimana kiat mengintenskan diri kita dengan Alquran selama bulan suci?
Pertama, dari mulai senang mendengarkan tadarus. Kalau Alquran dibacakan, dengar baik-baik. Jadi, baik di kendaraan, kamar, atau rumah, upayakan kita mendengarkan Alquran. Bisa dengan membuka Youtube (konten tadarus) Alquran. Carilah qari yang kita minati, seperti Syekh Masyari Rosyid, Syekh Musthofa Mahmud, dan Syekh Abdul Bashit Abdul Soma. Atau, carilah qari lokal yang kita kenal, seperti Ustaz Muzammil Hasbullah, Ustaz Hannan Attaki, dan banyak sekali.
Setelah suka mendengarkan, lanjutkan dengan senang membaca dan melantunkan Alquran. Jangan malu untuk belajar. Sebab, mengaji itu tidak ada batasan umur. Carilah ilmu sejak dari buaian hingga ke liang lahad.
Berawal dari iqra, mengenal huruf, kemudian memperbaiki tahsin, sampai kepada tadabur, yakni memahami makna terjemahan dan tafsirnya. Pada akhirnya, mengamalkannya. Minimalm satu hari satu juz dengan dua lembar, setiap kali selesai shalat lima waktu. Itu minimal. Kalau bisa lebih banyak, alhamdulillah.
Juga ketika berada di dalam masjid, semisal menunggu dimulainya shalat tarawih, maka bacalah Alquran. Apalagi, sekarang sudah ada aplikasi Alquran digital, tinggal download saja. Nah, ini semua sangat baik supaya kita ada keterikatan dengan Alquran selama bulan turunnya Alquran, yakni Ramadhan. Perbanyaklah khataman Alquran.
Terakhir, dengan tidak adanya lagi pembatasan seperti masa puncak Covid-19 lalu, apa saja harapan Anda untuk umat kala Ramadhan?
Harapannya, paling tidak pada Ramadhan ini ada lima peningkatan. Pertama, meningkatnya ketakwaan kepada Allah SWT. Kedua, meningkatnya kualitas ibadah. Kita menjadi lebih sering ke masjid, shalat sunah tarawih, witir, iktikaf khususnya pada 10 hari akhir Ramadhan, dan sebagainya.
Bukan hanya ibadah fisik, melainkan juga ibadah dengan harta. Misal, menyiapkan makanan berbuka puasa, bersedekah dengan bagi-bagi makanan, menyantuni anak yatim, fakir miskin, dan dhuafa, hingga berzakat fitrah.
Ketiga, zakat harta juga sebaiknya ditingkatkan pada Ramadhan. Keempat, rutinkan berjamaah. Dimulai dengan sahur berjamaah, buka puasa bersama, zikir berjamaah, shalat berjamaah, menjaga silaturahim dan ukhuwah Islamiyah.
Yang terakhir, ibadah menata hati. Lebih mengendalikan emosi agar tidak menjadi pemarah. Melatih kesabaran. Membangkitkan rasa empati dan peduli pada orang lain.
Jika kelima ini terwujud di bulan Ramadhan, insya Allah, itu akan kita bawa kepada 11 bulan berikutnya di luar Ramadhan. Madrasah Ramadhan melahirkan alumni yang insya Allah mencapai ketakwaan. Maka hendaknya Ramadhan kini menjadi berkah bagi kita.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Solusi Islam untuk Gangguan Mental
Melalui karyanya ini, al-Balkhi membahas solusi untuk gangguan mental.
SELENGKAPNYAMencari Istana Khalifah Umar
Suatu ketika, seorang utusan Romawi datang ke Madinah guna mencari Umar.
SELENGKAPNYA