Warga menunggu antrean pengurusan surat administrasi di Pengadilan Agama Bandung, Jawa Barat, Rabu (25/10). Menurut data Pengadilan Agama Kota Bandung, sedikitnya 250 berkas kasus perceraian pasangan suami istri ditangani masuk ke Kantor Pengadilan Agama | ANTARA FOTO

Fikih Muslimah

Istri tak Perawan, Bolehkah Dicerai?

Keperawanan tidak termasuk alasan diperbolehkannya gugat cerai dari suami atau istri.

Ada banyak faktor pemicu perceraian di kalangan pasangan suami istri. Kandasnya pernikahan tak hanya menimpa rumah tangga usia muda, tetapi juga dialami oleh mereka yang telah bertahun-tahun membangun keluarga. Kesetiaan dan komitmen kedua pasangan adalah kunci utama mempertahankan hubungan.

Satu faktor perpisahan di kalangan pasangan yang baru menikah ialah ketidakperawanan istri. Ini diketahui setelah melakukan hubungan suami istri.

Apakah “cacat” itu bisa dijadikan alasan untuk menggugat cerai? Lalu, apa terminologi sakit atau kekurangan fisik dianggap boleh menjadi alasan gugat cerai?

Prof Abdul Karim Zaidan dalam Al-Mufashhal fi Ahkam al-Mar'ati wa Bait al Muslim mengatakan, keperawanan tidak dikategorikan sebagai salah satu dasar kuat suami untuk menceraikan istrinya.

Cacat yang dikategorikan sebagai alasan gugat cerai, menurut para ahli fikih, ialah penyakit yang menggangu stabilitas hidup berpasangan, seperti gangguan jiwa, disfungsi seksual, atau penyakit menular seperti flu burung. Jadi, keperawanan bukan dalih yang kuat seorang suami dengan semena-mena menceraikan istrinya.

 
Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik.
QS ALBAQARAH AYAT 229
 

Prof Zaidan menjelaskan, polemik tentang boleh atau tidaknya suami menceraikan istri karena munculnya penyakit dengan kategori di atas pascamenikah ditanggapi dengan pendapat yang berbeda dari para ulama.

Menurut Mazhab Zhahiri, seorang suami istri tidak boleh bercerai karena salah satu pasangan terserang penyakit. Termasuk rusaknya keperawanan yang terjadi sebelum pernikahan.

Pendapat ini juga merupakan pandangan yang disampaikan oleh Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Kelompok ini berargumentasi dengan hadis tentang kisah Rafa'ah al-Qurzhi.

photo
Perceraian (ilustrasi) - (Unsplash/Kelly Sikkema)

Ketika itu, ia telah menceraikan istrinya. Sang mantan istri kemudian menikah dengan Abdurrahman bin az-Zubair. Setelah mengetahui bahwa suami keduanya itu mengidap penyakit, ia mengajukan cerai. Namun, Rasulullah tidak mengabulkannya.

Tetapi, mazhab ini memperbolehkan gugat cerai akibat munculnya penyakit, bila sejak awal akad nikah kedua belah pihak sepakat atas syarat tertentu. Dalam konteks ini, syarat itu berisi klausul jika di kemudian hari penyakit menyerang maka suami boleh mengajukan cerai. 

 
Mazhab ini memperbolehkan gugat cerai akibat munculnya penyakit, bila sejak awal akad nikah kedua belah pihak sepakat atas syarat tertentu.
 
 

Kelompok yang kedua berpendapat, membatalkan akad pernikahan alias bercerai hukumnya boleh jika di kemudian hari pascamenikah muncul pernyakit atau cacat. Opsi ini merupakan pandangan dari mayoritas ulama. Mereka yaitu para ulama Mazhab Hanafi, Maliki, Syafii, Hanbali, Zaidi, dan Ja'fari. Kendati mereka tak bersepakat tentang kriteria penyakit atau cacat yang dimaksud.

Kubu ini menggunakan sejumlah dalil untuk memperkuat pendapat mereka. Landasan pertama yang mereka kutip ialah ayat 229 surah al-Baqarah. “Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik.”

Kelompok ini menegaskan, selain ayat di atas para ulama dari kalangan sahabat berkonsensus boleh bercerai bila muncul penyakit. Ini seperti dinukilkan dari Abdullah bin Masud dan Umar bin Khatab. Mereka juga menyatakan, bila tetap dipertahankan maka bisa membahayakan salah satu pihak.

Jika hal ini terjadi, tentu tujuan utama pernikahan sulit tercapai. Menurut kubu ini pula bahwa hak untuk mengajukan perceraian tersebut tidak hanya dimiliki oleh suami. Seorang istri juga diperbolehkan menggugat cerai suami bila pasangannya tersebut mengidap penyakit atau terserang cacat tertentu.

Merintis Ilmu Hadis

Pembukuan hadis mulai berkembang pesat pada masa Dinasti Umayyah.

SELENGKAPNYA

Gayus Kiri ... Gayus Kiri..

Masyarakat tak punya pilihan selain menggunakan humor untuk menghibur diri.

SELENGKAPNYA

Aksi Bersih-Bersih Masjid Al Aqsa

Serupa dengan di Indonesia Kegiatan bersih-bersih masjid kerap dilakukan warga Palestina.

SELENGKAPNYA